7. Janji suci

1899 Words
Hana turun ke lantai bawah berniat untuk pulang ke rumah. Tetapi pada saat di parkiran, ia bertemu dengan lelaki yang telah menyiksa batinnya selama ini. Hana hanya bisa termanggu saat James menatapnya tajam. Pria itu masih menatap Hana dengan tatapan kesal, "Kau ternyata sudah sadar?" tanyanya dengan sarkas. Hana hanya mengernyit heran, ia bingung dengan ucapan James. "Ma-maksudmu apa?" tanyanya tidak mengerti. Bukannya menjawab James malah mendengus kesal, dia segera berbalik pergi meninggalkan Hana yang kebingungan dengan semua pertanyaannya yang menggerogoti hatinya "Pulanglah sendiri, ada yang harus aku lakukan," suruh James yang telah beberapa langkah menjauh. Hana mengedikkan bahu pelan. Ia memilih segera keluar ke parkiran untuk mencari taksi. Tak perlu menunggu waktu lama, sebuah taksi berhenti tepat di depannya menurunkan penumpang. Ia Metta yang menjadi penumpang taksi. Hana tersenyum kepaa Metta. Ia cukup mengenal Metta yang adalah seorang konsoler pajak yang sering datang ke kantor ini, Begitu juga Metta yang mengenal Hana sebagai sekretaris dari pemilik gedung ini. Kedua wanita itu saling berbalas senyum, Tangan Metta menahan pintu taksi untuk Hana, dan anggukkan kepalanya tanda ia mengijinkan Hana memakai taksi itu "Terima kasih, Metta" balas Hana setelah ia duduk di kursi belakang Di dalam taksi, Hana merasa ada yang janggal dengan matanya. Segera ia mengambil cermin kecil dan melihat pantulan wajahnya pada benda itu. Mata beriris coklat itu tampak sembab seperti habis menangis. Dia mengucek kedua mata, tapi tetap saja tampak seperti orang yang habis menangis. Hana berusaha mengingat kejadian sebelum ia terbangun dari tidurnya tadi. Ingatannya kembali saat ia berada di ruangan kerja, sebelum tidur Hana ingat ia sempat membuka sebuah diary miliknya saat masih tinggal di panti asuhan waktu itu. Buku yang menjadi saksi perjalanan hidupnya. Kembali terkenang di temani semilir angin yang masuk dari sela jendala. Hana merasa hatinya sejuk. Seandainya semua itu berlaku setiap harinya pasti tak akan lagi ada airmata yang mengurai dari pipinya Dulu saat masih di panti, Hana selalu menyempatkan waktu menulis dan mencurahkan isi hati serta kegundahannya tanpa ada yang disembunyikan baik senang ataupun susah, termasuk kekecewaan dia terhadap sikap Ines yang egois. Tetapi, setelah dia diadopsi Hana tidak pernah menuliskan dan memenuhi diary itu lagi. Ia memilih berhenti menulis karna kesibukkannya sebagai remaja, Apalagi beranjak dewasa Hana seakan ragu mencurahkan isi hatinya di lembaran kertas Yang ia butuhkan bukanlah curahan pada kertas tetapi yang Hana butuhkan adalah partner hidup yang bisa memberikan ia timbal balik ketika ia bercerita Terkadang menulis memang menyenangkan, menggabungkan berbagai macam aksara dan menjadikannya kalimat-kalimat yang apa bila di lukiskan bisa membuat hati menjadi lebih lega. Hana bahkan rindu dengan aktifitasnya dulu. Tetapi rindunya kepada menulis hanya menerbitkan senyum kecil dan tidak menyakitinya. Berbeda dengan kerinduannya kepada James, yah.. Hana memang bertemu James sepanjang waktu tetapi kehadiran laki-laki itu seolah tidak bisa memuaskan rasa dahaga Hana pada James. Cinta pertamanya Seandainya saja pria itu jauh lebih baik padanya, jauh lebih memakai perasaannya mungkin hatinya tidak sesakit ini, meninggalkan perih yang begitu inginnya Hana cabut tapi sayang itu tidaklah mungkin Seandainya melupakan James semudah seperti sewaktu ia meninggalkan kebiasaan menulisnya, mungkin telah lama Hana lakukan Seandainya ia bisa memilih untuk mengulang waktu, Hana bertekad akan mengulang hari dimana pertama kali ia bertemu James. Jika hari itu ada, Hana memutuskan pergi jauh... Jauh, sejauh-jauhnya sampai James tidak akan mengenal siapa dirinya dan sakit ini tidak akan pernah ada bersarang di kalbunya Hana tersenyum mengingat hal itu, Ia merasa senang bisa menemukan buku itu kembali, membaca tulisannya sendiri sewaktu remaja seperti sebuah kejutan untuknya, Melihat bagaimana si remaja Hana mengolah hatinya dalam tiap tulisan. Ia seakan menemukan kebahagiaan kecilnya yang sempat menghilang. Saat mengingat masa kecilnya yang penuh warna, dia teringat dengan mimpinya tadi. Mimpi itu terasa nyata, mungkin ini yang dikata orang tidak boleh terlalu stress karena itu bisa menganggu mimpi dalam tidur Masa kecilnya penuh dengan keceriaan, Hana merindukan masa-masa itu. Di mana semuanya menjadi indah dan tak ada kekecewaan yang dia rasakan. Seolah dunia ini hanya tentang kebahagiaan dan tak ada kesedihan yang berlarut-larut seperti sekarang Ketika sedang melamunkan masa kecilnya, dirinya menjadi teringat kata-kata James sebelumnya. Dia tadi bermimpi tentang kehidupan masa kecilnya bersama dengan Ines. Tetapi di akhir dia berbicara dengan James, tentang hubungan mereka. Apakah itu sungguhan? Hana meringis, dia khawatir apakah James mendengar semua celotehannya saat itu? Dia berusaha memutar memorinya, mencoba mengingat apa saja yang sudah ia katakan pada James "James, bisakah kau juga mencintaiku? Aku sudah lelah jika harus bertepuk sebelah tangan denganmu," pintanya waktu itu Hana juga teringat dengan jawaban James "Aku ... tidak bisa Hana, aku masih mencintai Ines, kau tidak akan pernah bisa menggantikan tempatnya. Bahkan, kami sudah memiliki anak, jadi kau tidak perlu mengharapkan apa pun dariku.” Hana terperanjat. Apakah ia menangis karena ucapan James yang ia anggap masih dalam mimpi tadi?. Dan itu artinya James menjawab juga dengan kesungguhannya. Ingin sekali Hana berteriak karena malu pada dirinya sendiri. Seharusnya dia sadar jika saat itu bukanlah mimpi melainkan kenyataan yang sesungguhnya. Terlebih hatinya semakin miris telah di tolak James berkali-kali, namun tololnya ia masih mencintai James Hana memukul kepalanya dan merutuki kebodohan yang telah dia lakukan saat. Pantas saja James mengatakan hal itu sesaat mereka bertemu di parkiran, ternyata dia sudah tahu dengan apa yang dikatakan Hana di bawah alam sadarnya. “Ah, kenapa akku pakai acara mengigau segala sih tadi? Tapi aku merasa itu bukan igauan,” gumam Hana masih dengan kebingungan. Hatinya mencolos, bagaimana caranya ia menghadapi James. Selama ini pertahanannya hanyalah berpura-pura tidak lagi mencintai James, tetapi setelah pernyataannya tadi bahkan anak kecilpun rasanya sudah tidak bisa lagi di bohongi "Kau bodoh Hana, kau bodoh!" runtuknya menghina dirinyasendiri. Hana menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia benar-benar malu, bahkan sekarang wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus menahan rasa malu seolah James masih ada di hadapannya. Entah bagaimana nanti ia akan menghadapi James saat di rumah. "Apa yang harus kulakukan?" tanyanya pada diri sendiri. Hana kembali menatap ke luar jendela, terbayang wajah James yang pasti terkejut dengan sikapnya saat setengah sadar tadi. Hana terdiam mengingat percakapan yang ia kira mimpi itu, batinnya terus berkecamuk. banyak tanya muncul dalam hatinya. Mengapa kau terlihat ragu menjawab pertanyaan itu James? Aku yakin tadi melihat tatapan keraguan dari wajahmu. Aku menjadi bingung antara memilih tetap bersamamu atau tidak, Atau semua ini karna aku yang tidak bisa menerima bila kamu tidak lagi mencintaiku. batinnya sedih. Dia hanya bisa terdiam pasrah, Hana tidak tahu harus berbuat apa. Mimpi tentang masa kecil seperti menghantui dirinya. Hubungannya dengan Ines yang terjalin selama lebih dari 15 tahun akhirnya harus berakhir lara. Sikap Hana yang tak mampu tegas dengan keegoisan Ines, membawa ia ke jurang siksa batin yang teramat dalam. Hana harus rela menghabiskan hari-harinya dengan Violet, anak dari Ines dan James. Bukti penghianatan mereka berdua terhadap kesetiaan Hana, dan parahnya ia mencintai Violet sampai ia menganggap Violet adalah anaknya sendiri. Hana juga harus menanggung perlakuan buruk James serta ibunya. Hana masih berharap ia mampu memperbaiki semua hal buruk yang terjadi. Namun, apalah daya … Takdir telah berbicara. Tak seorang pun mampu mengelak dari garis kehidupan dari Sang Penentu segala. Selama ini ia mencoba bertahan karena ada wasiat dari Ines dan juga dari hati terdalam, ia masih terus mencintai lelaki yang kini menganggapnya musuh. Kedua matanya menangis dalam diam, akhir-akhir ini Hana begitu sering menangis. Hatinya tidak kuat seperti dulu saat dia dengan rela melepaskan James bersama dengan sahabatnya Ines. Hatinya begitu hancur, teramat sulit mendapatkan ketenangan batin. Terlalu banyak luka yang diberikan hingga ia merasa tak sanggup untuk menahannya lagi. Ingin sekali mengakhir semuanya, tetapi dirinya begitu takut. Takut dia tidak bisa hidup tanpa James maupun Violet anak dari James dan Ines sahabatnya. Semenjak meninggalnya Ines, Hana yang selalu merawat Violet. Bahkan Hana tak segan-segan memberikan semua waktunya agar Violet tak kehilangan kasih sayang dari seorang ibu. Pesan terakhir dari Ines sungguh menyayat hati. Saat itu hanya dia yang menemani Ines melahirkan hingga kematian menjemput dan berakhir kesalahpahaman James. Di saat itu juga hana merasa cinta yang dimiliki James berubah menjadi kebencian untuknya. Flashback On "Hana ..." lirih Ines yang tengah terbaring lemah di tempat tidurnya. Hana segera mendekat, tangannya gemetar. Ia sangat takut dan khawatir melihat sahabatnya tengah berjuang antara hidup dan mati. Ines yang melihat wajah ketakutan Hana hanya tersenyum, dia mencoba meraih tangan Hana, setelah mendapatkannya dia genggam kuat. "Hana berjanjilah padaku," ucapnya terbata-bata karena menahan rasa sakit yang teramat dalam. Hana terdiam sesaat, "Apa? Janji apa yang harus aku buat?" tanyanya balik. Ines masih tetap mempertahankan senyumnya yang terlihat sangat tegar, "Berjanjilah jaga anak ini untukku?" pintanya penuh harap. Hana terkejut, dia terdiam mendengar permintaan Ines sahabatnya sedari kecil. Segera kepalanya menggeleng menolak janji itu. "A-aku tidak bisa Ines, maafkan aku," balasnya memelas. Ines menggelengkan kepalanya lemah, "Tidak, kau bisa Hana. Hanya kau yang kupercayai Hana, tidak ada lagi. Kumohon," kembali ia memohon dengan memasang raut wajah memelas. Hana menggelengkan kepalanya menolak, "Tidak, kau pasti bisa selamat Ines. Kau harus yakin itu, jangan menyuruhku berjanji yang kiranya aku tak bisa melakukan," balasnya parau menahan isak tangis yang hampir keluar. Dia tak mau menangis di depan sahabatnya, takut jika Ines hanya akan semakin lemah. "Aku sudah tak punya pilihan lain lagi Hana, kumohon biarkan aku pergi dengan damai," ucapnya semakin lemah. Hana menggigit bibir bawahnya, tak sanggup mendengar kata-kata Ines lagi. Dia memegang erat tangan sahabatmya, "Kau pasti bisa melewati semua ini Ines, aku yakin kau pasti bisa. Kau adalah wanita kuat yang pernah kukenal, kau pasti bisa!" ujarnya menyemangati Ines. Ines hanya tersenyum miris, dia tidak mempedulikan ucapan semangat untuknya, "Hana, ku mohon dengarkanlah permintaanku," ulangnya kembali. Hana terdiam, sahabatnya ini masih saja keras kepala di saat-saat seperti ini. Dirinya hanya bisa mengangguk pasrah, "Baiklah aku akan berjanji, tetapi kau juga harus berjanji untuk tetap bertahan. Kau wanita kuat. Kau pasti bisa melewati semua ini," balasnya. Ines hanya tersenyum tanpa menjawab, karena dia sudah tahu bagaimana akhir dari hidupnya. Dia melakukan semua ini demi menyelamatkan anak dan juga sebagai balas budinya pada Hana. Ines menyadari bahwa selama ini dirinya selalu menyusahkan dan menyulitkan hidup Hana. Bahkan di saat detik terakhir hidupnya, ia juga menyulitkan Hana. Maafkan aku sahabatku "Terima kasih Hana, kau sahabat ku satu-satunya. Aku tak akan melupakan kebaikanmu," ucap Ines yang kemudian perlahan memejamkan mata.. Flashback Off Hana terdiam mengingat kejadian waktu itu, Nafasnya semakin sesak, deras air mata seakan berlomba memaksa untuk keluar tetapi kuat ia menahannya. terdengar helaan napas berat darinya. Hana menekuk wajah lesu. "Apa yang harus kulakukan, aku tidak sanggup mengkhianati janji dan persahabatan kita Ines, tetapi aku juga tidak bisa hidup dengan menyakiti diriku sendiri," tuturnya mengeluh lelah dengan keadaannya sendiri. Tak terasa mobil taksi yang membawanya sampai di rumah James. Tempat di mana ia harus menjaga Violet, gadis kecil nan cantik. Janji yang ia sanggupi memaksa Hana tinggal satu atap dengan James Awalnya Hana berharap bahwa kebersamaan yang akan ia jalani menjadi sebuah kebahagiaan karena bisa satu atap dengan lelaki yang masih bertahta di hatinya. Namun, kenyataan tak sesuai ekspektasi. Kehidupannya bagai neraka, penuh derita batin. Baru saja turun dari taksi, seruan seorang gadis kecil melengking memanggil Hana. "Aunty!" pekik Violet, gadis kecil yang imut dengan gigi kelincinya itu tengah berlari ke arahnya. "Violet!" balasnya seraya merentangkan kedua tangan menyambut pelukan gadis itu. Hana senang melihat anak yang sudah dia anggap sebagai anak kandungnya sendiri berlari ke arahnya, setelah dekat Hana segera memeluk erat tubuh anak itu. "Sayang..." lirih Hana haru karna Violet sudah sebesar ini. Jika saja Ines sempat melihat anaknya, pastinya ia sangat bangga pada Violet. pikir Hana
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD