Chapter 10

1203 Words
2 bulan sejak kepergian Sandra, Keenan menjadi semakin mengerikan. Seolah separuh jiwanya menghilang. Setiap malam ia mabuk-mabukan, setiap malam ia meracau dan membuat heboh seisi mansion. Sementara Freya yah hanya bermasa bodoh dan melihat tingkah kekanakan suaminya. “Cih, apa dia anak ABG yang baru putus dengan pacar pertamanya?” cibir Freya saat ia kembali menemukan Keenan sedang mabuk-mabukan di mini bar mansion.  “Kaulah yang membuatnya seperti itu, dasar tidak punya hati” sindir Davina.  Freya hanya menggedikkan bahunya lalu berjalan keluar dari mansion. Tujuannya malam ini adalah arena balapan. ****  Weekend, hari ini Freya tidak memiliki jadwal apapun. Setelah melihat bagaimana tingkah Keenan selama 2 bulan terakhir ini, ia merasa sedikit kasihan pada pria itu. Akhirnya Freya mengetuk pintu kamar suaminya untuk berbicara pada pria itu. Freya berdiri dan menunggu sampai pintu kamar Keenan terbuka. Keenan sedikit mengernyitkan dahinya karena heran menemukan istrinya muncul di depan pintunya.  “Boleh masuk? Atau mau bicara di tempat lain?” tanya Freya.  “Masuklah” ucap Keenan. Freya pun masuk dan mendudukkan dirinya di sofa panjang. Keenan juga ikut duduk, ia duduk tepat di hadapan Freya. “Tidak lapar?” tanya Freya sambil berbasa-basi.  Keenan makin mengernyit heran karena tak biasanya istrinya berbasa-basi. Biasanya Freya langsung to the point.  “Apa wanita-wanita yang di atas tidak sesuai seleramu?” tanya Freya langsung setelah melihat Keenan masih diam.  Keenan menatap kedua bola mata Freya dengan lurus. “Katakanlah seperti apa yang kau sukai agar aku membawa seperti yang kau inginkan” ucap Freya dengan tulus. “Sudah dua bulan kau seperti ini, pekerjaanmu di perusahaan semakin tak beres. Kau juga selalu mabuk-mabukan. Katakanlah sesuatu agar aku membantumu.”  Keenan masih terdiam, ia malah mengusap wajahnya dengan gusar. “Jika kau menginginkan gadis itu, maaf aku tak bisa membawanya lagi. Semuanya akan rumit, jika kau benar-benar menginginkannya, aku sungguh minta maaf”  Freya menatap mata suaminya dengan tatapan penuh penyesalan. Keenan sampai-sampai dibuat merinding dengan tatapan itu, baru pertama kalinya ia melihat Freya seperti itu. “Maaf, tapi bertahanlah denganku sebentar lagi. Aku sungguh membutuhkanmu” ucap Freya dengan lirih. “Maaf karena aku begitu egois. Aku menahanmu, aku mengaturmu sesukaku, aku memerintahmu seenakku, tapi kita sudah terlalu jauh untuk mundur.”  Keenan menelan ludahnya dengan susah payah. “Gadis itu, dia sungguh baik-baik saja, aku menjaganya untukmu. Kau bisa menjemputnya saat kita selesai. Aku berjanji padamu, kau bisa memilikinya setelah ini. Kau tak perlu khawatir, aku mangatur keamanan untuknya. Aku juga menyediakan semua yang dibutuhkannya. Kau hanya perlu bertahan sebentar lagi.”  Setelah itu Freya keluar dari kamar Keenan.  Keenan menatap pintu kamarnya yang sudah tertutup rapat. Ia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Kepalanya menengadah ke atas.  “Kenapa kau berpikir jika aku menginginkan gadis itu” ucap Keenan dengan frustasi. ****  Setelah berbicara dengan Freya kemarin malam, Keenan tak lagi mabuk-mabukan. Pria perfeksionis yang selalu rapi itu kini kembali. Kembali melakukan pekerjaannya di kantor dan kembali bersikap layaknya Tuan Besar di mansion. Keenan kembali lebih awal dari Freya, ia sudah makan malam sementara Freya belum juga kembali. Keenan bersantai di ruang keluarga sambil menunggu istrinya pulang. Namun, malam makin larut dan yang ia tunggu belum juga kembali. Keenan sudah berkali-kali melirik jam tangannya dengan gelisah. Keenan terus menatap layar ponselnya, ragu untuk menghubungi istrinya. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Keenan memutuskan untuk menghubungi Freya. Sepersekian detik sebelum Keenan menyentuh tombol pemanggil di layar ponselnya, Freya sudah masuk ke mansion bersama Davina.  “Kenapa baru pulang?”  Freya terkejut dengan sebuah suara yang tiba-tiba muncul dari arah ruang keluarga. Freya berbalik ke sumber suara dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Freya mengernyit heran karena tak lagi menemukan pria pemabuk yang dua bulan ini membuat heboh seisi mansion.  “Aku menemui calon presiden” ucap Freya sambil menelisik mata Keenan yang terlihat sangat berbeda.  “Kenapa tidak mengatakannya padaku? Harusnya kita datang bersama”  Freya makin bingung dengan perubahan 180 derajat pria itu. “Kupikir kau masih…”  Freya tersenyum canggung.  “Maaf” ucap Keenan yang membuat Freya dan Davina saling berpandangan dengan tak percaya. “Lain kali aku akan pergi bersamamu”  Freya hanya mengangguk lalu berjalan menuju kamarnya.  “Apa yang terjadi padanya?” Davina berbisik di telinga Freya sementara Freya hanya menggedikkan bahunya. Freya dan Davina makin mengernyit heran saat Keenan ikut masuk ke kamar Freya. Lagi-lagi Freya bertukar pandangan dengan Davina.  “Ingin membicarakan sesuatu?” tanya Freya dan langsung disambut gelengan oleh Keenan.  Makin heranlah Freya. Merasa ada sesuatu yang privasi antara Tuan dan Nyonya Besarnya, Davina memilih keluar dari kamar tersebut. Freya menunggui Keenan untuk angkat bicara, namun pria itu tidak mengatakan apapun. Karena itulah Freya memilih masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang kelelahan seharian. Setelah mandi dan berganti pakaian, Freya keluar dan hampir berteriak kaget karena Keenan masih di tempat yang sama. “Ingin berbicara?” Freya bertanya lagi.  Pertanyaan Freya hanya menghilang di udara karena pria itu memilih diam. Freya memilih memakai krim perawatan malamnya sebelum tidur.  “Ada masalah?” tanya Freya karena melihat suaminya terus-menerus diam.  “Katakanlah sesuatu, kau membuatku khawatir.” “Bolehkah aku tidur disini?”  Freya langsung menghentikan aktivitasnya dan menatap tajam suaminya.  “Aku menyukai kamarmu”  Freya hampir tertawa mendengar ucapan suaminya.  “Ingin bertukar kamar?” tanya Freya sambil mengulum senyum. Keenan masih diam. “…atau haruskah aku mendesain ulang kamarmu?”  Belum ada respon dari Keenan. Freya mendecak kesal karena didiamkan oleh Keenan. Freya sebenarnya sudah mengantuk karena ia sudah berkeliling kesana-kemari seharian. Bukan hanya seharian, beberapa bulan terakhir dia memang sibuk saat suaminya bermalas-malasan dengan sindrom patah hatinya. Freya menatap pria yang sedang menunduk itu. Sebelum makin kesal Freya memilih keluar dari kamarnya. Ia sedang malas bertengkar dengan pria itu, ia sudah terlalu lelah.  “Mau kemana?”  Keenan mencekal pergelangan tangan Freya.  “Menemui Nerissa”  Setelah itu Freya melepaskan tangannya dari cekalan Keenan. Tinggalah Keenan di kamar itu sendirian. **** Pagi-pagi sekali Davina sudah rapi dan siap bekerja. Ia turun dari lantai dua menuju kamar Freya. Davina mengetuk pintu dan tak ada jawaban. Karena mengira Freya masih tidur, Davina memberanikan diri masuk ke kamar itu. Toh, Davina sudah biasa keluar masuk ke kamar Freya dengan atau tanpa izin dari sang pemilik kamar. Baru satu langkah Davina masuk ke ruangan itu dan ia hanya bisa menganga menemukan Keenan tertidur di sofa. Davina celingak-celinguk ke dalam untuk memastikan keberadaan Freya.  “Apa mereka tidur berdua? What, apa yang mereka lakukan?”  Davina ragu untuk masuk lebih jauh ke dalam kamar Freya. Bagaimanapun dua orang itu adalah sepasang suami istri. Tidak sopan bagi Davina untuk menjelajahi kamar Freya seperti biasanya. Meskipun sebenarnya tak terjadi apa-apa. Karena Keenan tidur di sofa dan masih berpakaian lengkap. Davina membuka pintu untuk keluar dan di saat yang bersamaan Freya muncul di dari arah luar. Davina makin mengernyit heran namun ekspresi Freya saat menemukan suaminya tertidur di sofa di dalam kamarnya jauh lebih shock.  “Apa dia tidur semalaman disini?” tanya Freya.  Pertanyaan Freya malah membuat Davina semakin bingung.  “Harusnya aku yang bertanya seperti itu, apa kalian tidur bersama?” Freya segera menggeleng. “Aku tidur di kamar Nerissa dan aku tak tahu menahu jika orang ini tidur disini semalaman”  Mendengar suara kasak-kusuk akhirnya Keenan mengerjapkan matanya perlahan. Freya dan Davina masih menatap pergerakan Keenan hingga pria itu benar-benar sadar. Keenan menatap Freya dan Davina bergantian “Ada yang salah denganku?” tanya Keenan yang menyadari tatapan aneh dari Freya dan Davina.  “Kembalilah ke kamarmu, kau harus bersiap ke kantor” ucap Freya dengan nada dingin lalu masuk ke kamar mandi.  Freya juga harus bersiap untuk aktivitasnya pagi ini. Sementara Davina dibuat geleng-geleng kepala dengan tingkah pasangan itu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD