Satu

1203 Words
Pada awalnya Bara berpikir membawa Ratna bekerja di kediamannya adalah keputusan terbaik. Ia bisa lebih tenang meninggalkan Arsya, anak semata wayangnya yang selalu kesepian di rumah bersama pembantu baru. Namun yang didapat bukannya kelegaan Bara malah mendapatkan kesialan, rasa pusing selalu menghantam kepalanya dan Ratna adalah biang rasa pusing itu sendiri karena selalu menyebabkan kekacauan. Kedatangan wanita itu malah membuat hidupnya semakin lebih runyam. Bara tidak sanggup lagi, hari ini ia memutuskan untuk mengembalikan makhluk merepotkan yang dalam dua minggu ini mengacau terus di rumahnya. Sudah tidak tahan. Akan semakin kacau jika Bara terus mempertahankan seseorang yang memang sangat tidak becus dalam bekerja. "Gue kembaliin Ratna. Dia benar-benar gak becus kerja. Lo tau tiap pagi gue harus minum kopi asin karena dia bahkan gak bisa bedain mana gula dan mana garam. Dan puncaknya tadi dia nyiram berkas penting dengan minuman kopi hitam kental dan semua berkas penting itu rusak. Lo gila emang. Gue butuh pembantu yang bisa segalanya. Bukan malah bikin gue mati secepatnya." Ucapan kesal Bara menampar gendang telinga Regan, lelaki itu hanya bisa meringis mendengar pelampiasan mental Bara yang frustrasi. Sebenarnya jika harus dikatakan, Regan sengaja membuang mahkluk menyebalkan seperti Ratna yang entah di dapatkan mamanya dari mana ke tempat Bara. Karena Bara terlihat sangat membutuhkan sosok pembantu ia mencoba mengenalkan Ratna untuk bekerja di rumahnya. Latar belakang Ratna yang menjadi anak dari sahabat ibunya di kampung. Membuat ibunya prihatin dan memboyong gadis merepotkan itu ke kota. Dulu ibu Regan hanya wanita miskin yang mempunyai kisah seperti Cinderella di negri dongeng, dianugrahi pria kaya, lalu menikah, kemudian tak berselang lama Regan dilahirkan menjadi anak semata wayang mereka. Menjadi anak kolongmerat dan menikmati kehidupan bebas di Jakarta adalah hal yang sangat Regan impikan. Ia bebas, maka dari itu ketika ibunya tiba-tiba menelpon dan mengirimkan seseorang untuk berkerja di apartemennya. Membuat Regan keliyengan. Mulut Ratna yang cukup ember sering sekali mengadu tentang sifat buruknya yang suka membawa wanita berbeda-beda ke apartemen. Regan merasa hidup bebasnya mulai terancam setelah kedatangan Ratna di apartemennya. Jadi Regan mencoba untuk menyingkirkan wanita menyebalkan itu dengan melemparkan tubuh Ratna untuk bekerja menjadi pembantu di rumah Bara. Tetapi sekarang sahabatnya pun terlihat menyerah dan tak sanggup lagi untuk menampung Ratna bekerja di rumahnya. Dan apa yang harus Regan lakukan sekarang. Ia tidak mungkin melempar Ratna ke kubangan sampah setelah ini kan. "Ini baru dua minggu Bro. Coba kasih beberapa waktu lagi. Jika memang gak ada kemajuan gue akan kasih tau mama dan suruh pulangin Ratna ke kampung lagi. Di sini gue gak butuh pembantu. Terlebih Ratna suka ngadu ke nyokap kalau gue tidur sama cewek-cewek." Bara terlihat mendelik tak suka. Jelas sekali Regan tengah merangkum kata provokatif untuk membodohi otaknya. "Masalahnya Ratna belum termasuk wanita dewasa. Usianya baru 19 tahun." Wajah kusut Regan seketika terlihat. Bingung harus memprovokasi Bara dengan cara apalagi. Regan tahu Ratna memang masih belia dan merepotkan. Tetapi ia tidak punya jalan lain selain mencoba membuat Bara sedikit bisa memberi kesempatan untuk Ratna. Gadis udik itu benar-benar membutuhkan pekerjaan. "Kasih kesempatan Ratna seminggu lagi Bar. Dia bener-bener butuh duit buat biaya pengobatan ayahnya. Ibunya sudah meninggal. Jadi Ratna yang menggantikan posisi tulang punggung keluarga setelah ayahnya kecelakaan dan menyebabkan tubuhnya lumpuh total. Gak bisa kerja lagi buat nafkahin keluarga." Keterdiaman Bara adalah bukti bahwa ada sebuah kemajuan dalam mulut provokator Regan. "Kenapa gak kerja di lo aja?" "Gue gak bisa. Lo tau sendiri. Tiap malem rumah gue kayak apa. Ratna suka ngadu. Gue kadang lupa suka seks di sofa dan gak sengaja di liat Ratna." Bantalan sofa melayang dramatis ke arah wajah Regan. "Gila lo. Dia masih kecil lo liatin begituan." tak habis pikir dengan kemesuman akut sahabatnya. Regan yang mendapatkan hadiah lemparan bantal kini meringis ulang. Ya karena itu pula ia harus menyingkirkan Ratna dari jangkauan pria laknat seperti dirinya. "Maka dari itu tolong gue. Kasih waktu seminggu buat Ratna. Dia mungkin masih merasa asing sama suasana kota yang beda banget sama di kampung. Kasian kali Bar, dia gadis kecil yang butuh uluran tangan dari lo." Bara masih diam saat Regan terus memuntahkan kata-kata untuk membuatnya berpikir ulang tentang masalah ini. "Denger-denger Ratna juga sangat suka anak kecil, di kampung dia sering dititipin buat jaga anak tetangga. Keahlian itu juga pasti bisa disalurkan buat jaga Arsya." Bara semakin memikirkan ucapan Regan. Memang sampai saat ini Ratna belum bertemu dengan putranya yang sedang berlibur di Bali bersama oma dan opanya. Mungkin ia akan mencoba untuk memberi kesempatan. Pekerjaan rumah kacau, mungkin pekerjaan lain tidak akan sekacau itu, bisa jadi Ratna malah akan lebih baik menjaga Arsya. Sedikit menghela napas kemudian Bara mulai berbicara. "Baikkah gue kasih kesempatan. Jika Ratna masih gak becus dalam kerjaan terlebih jaga Arsya. Gue gak akan lagi mikirin hati nurani!" Reaksi Regan tidak bisa dikendalikan dengan baik lelaki itu terlihat semringah mendengar jawaban Bara. "Thanks Bro. Gue yakin Ratna bisa lebih baik dari sebelumnya." Tuhan, Akhirnya hidup gue selamat. *** Ratna menunduk kaku sambil menyenderkan tubuhnya di pintu kulkas. Sedari tadi ia berdiri mematung di sini. Dapur Regan yang terlihat bersih mengkilat. Ratna bingung harus melakukan apa sedangkan pekerjaan yang ia lakoni semuanya menimbulkan masalah. Akibat ia tak sengaja menumpahkan kopi di kertas yang ada di meja kerja Tuan Bara. Membuat pria itu marah besar. Dan akhirnya ia ada di sini dengan harapan masalah ini akan cepat selesai. Ratna merasa was-was bila Tuan Bara benar-benar memecatnya dan berakhir Regan akan langsung mengusirnya untuk pulang kampung karena ia sudah membuat marah sahabatnya. Bagaimana dengan pengobatan Bapak di kampung? Bahkan terakhir Ratna meninggalkan keluarganya, beras si dapur tinggal sedikit lagi. Apalagi di sana ada adiknya yang masih sekolah harus mengurus bapaknya yang tidak bisa berjalan. Ratna harus bisa secepatnya mengirim uang untuk mereka. Tetapi di sini dia malah mengacaukan semuanya. "Ratna." Panggilan Regan membuat Ratna mendongakkan kepala. Wajahnya yang berantakan ditemani lelehan air mata terlihat sangat memprihatinkan. Sudut di dalam diri Regan merasa bersalah. Ia segera mendekati Ratna. Lalu mengusap bahu gadis itu pelan. Meskipun Ratna suka mengadukan hal yang menyangkut kesenangan pribadinya ia tetap merasa kasihan. Mungkin juga karena Ratna terlalu polos sehingga tidak tahu mana yang harus di jaga sebagai privasi atau tidak. Salahnya sih yang tidak tahu tempat. Regan selalu lupa klau ada penghuni baru di apartemennya. "Jangan nangis oke. Masalahnya sudah selesai kok." Ratna menatap Regan dengan wajah takut. "Apa Tuan Bara akan memecat saya Mas Regan?" "Tidak kok. Kamu masih bisa bekerja di sana. Lain kali kamu hati-hati jangan teledor dengerin baik-baik apa yang Bara katakan. Terlebih nanti kamu akan menjadi pengasuh Arsya. Harus lebih baik lagi kerjanya biar Bara gak marah." Wajah kusut itu kini terlihat bersinar. Ratna langsung tersenyum sambil memamerkan gigi putihnya. Sepertinya gadis udik itu sangat senang. "Jadi saya ndak jadi di pecat Mas?" Panggilan Mas memang sengaja di suruh oleh ibunya. Agar Ratna menganggap keluarga Regan bukan majikan atau siapapun. Jadi Regan Juga sudah terbiasa dengan panggilan itu. Regan mengangguk. "Sana. Bara udah nungguin. Kamu ikut pulang lagi sama dia." Ratna mengangguk antusias, membungkuk hormat ke arah Regan. Masih dengan senyuman yang masih menempel. "Makasih banyak Mas." Dan Regan hanya tersenyum melihat tingkah Ratna. Ia juga senang sekarang. Di dalam hidupnya ia bisa bebas kembali tanpa ada sosok pengganggu di rumahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD