Prolog

743 Words
Sakit, perih dan ter nodai. Zira justru merasakan bermacam rasa sakit itu ketika pria yang berstatus sebagai suaminya sedang menggagahinya dalam pusara gairah yang begitu nyata. Desah napasnya yang berat dan pelukan erat yang membelenggu seolah tak mau lepas, berulang kali menamparnya dan membawanya pada kenyataan jika yang terjadi saat ini bukanlah mimpi belaka. Pria itu benar menyentuhnya. Berulang kali menyebut namanya dalam erangan yang justru menyesakkan d**a. Kecupan-kecupan singkat yang seharusnya menggetarkan berjuta sel dalam kulitnya, malah serupa sembilu yang mengiris begitu dalam hingga luka yang lelaki itu ciptakan semakin luar biasa membuatnya tak tahan. "Tuan Rayyan tolong hentikan ..." lirih bergetar terdengar menyesakkan. Namun, suara Zira serupa melodi indah yang membuat si penikmat jejak semakin mengerang penuh kenikmatan. "Aku tidak bisa, Hazira. Aku tidak bisa ...." Hentakan Rayyan semakin kuat. Membuat tubuh ringkih yang biasa tertutup dengan sempurna itu meresah pedih. Antara menolak dan menikmati karena semuanya menjadi abu-abu seperti hubungan ini. Entah hubungan ini sah atau termasuk dalam dosa? Entah yang pria itu lakukan termasuk dalam kategori pemerkosaan atau kewajiban? Dan entah berapa banyak air mata yang Hazira jatuhkan karena hatinya yang begitu nestapa? Bukan. Bukan karena hubungannya dengan pria itu asing, ataupun sebuah alasan klasik jika pernikahan ini di dasari oleh keinginan sebelah pihak saja. Bukan pula karena pria itu datang dan tiba-tiba menghancurkan semuanya. Namun, karena perjanjian yang pria itu buat tidaklah seperti ini akhirnya. Attarayyan Fahreza. Pria yang memiliki segalanya itu, menikahinya dengan khidmat walaupun Rayyan sudah melakukan banyak hal untuk menunjukkan posisinya yang rendah. Pria arogan itu menjerat, kemudian membelenggunya dalam jurang yang begitu dalam sehingga dia terjebak. Hazira membutuhkan uang dan Rayyan yang tiba-tiba mengajukan pernikahan sebagai alat jaminan, pun membuat pernikahan tanpa rencana yang matang ini pun terlaksana. Tanpa acara yang meriah. Tanpa sanak saudara yang menyaksikan karena Hazira sebatang kara dan Rayyan yang mungkin enggan mengungkapkan statusnya kepada semua orang. Jangan lupakan juga tempat seadanya yang berlatar KUA dan semua itu ... Rayyan lakukan untuk seorang wanita bernama Indah. Lantas, kenapa harus ada kontak fisik yang sama sekali tidak termasuk dalam perjanjian? Kenapa Rayyan harus menyentuhnya seperti ini? Belum puaskah pria itu menyiksa batin sejak pertama kali dia menginjakkan kaki di rumah ini? "Hazira ...." Erangan itu terdengar lagi, bersamaan dengan peluh yang semakin riuh membasahi. Napas berat Rayyan yang menggelitik--membius indera untuk menyamai. Tangan kekar yang menekan kuasa bersama hisapan kuat di ceruk bahu yang jenjang, pun mengakhiri perbuatan Rayyan yang dikatakan b***t malam ini. Hazira menahan napas. Tersengal kemudian akibat dari respons tubuhnya yang tidak pernah dia duga. Tidak pernah berpikir juga jika dalam sakit pun Rayyan masih berhasil menjeratnya. Netra berkabut keduanya saling berpandangan. Di bawah cahaya lampu remang-remang yang menjadi saksi bagaimana Rayyan melanggar perjanjian. “Zira ... Aku lelah.” Lelah? Bahkan setelah kaca rias itu menjadi saksi bagaimana Rayyan menggagahinya tanpa jeda selama kurang lebih 2 jam? Zira tersenyum sumbang. Bersamaan dengan tubuh Rayyan yang tidak lagi menempelinya melainkan terguling ke samping dan masih memeluknya erat seolah takut kehilangan. Sangat berbeda dengan Rayyan kemarin yang bahkan untuk memandang wajahnya terlihat enggan. Jijik, karena di mata Rayyan dia tak ubahnya sampah yang terpaksa dipungut karena bisa didaur ulang. “Hiks!” Dan akhirnya ... isak tangis yang Zira pendam setelah puluhan kali memohon pada Rayyan untuk berhenti, pun tumpah. Entah yang ke berapa kalinya karena sudah serak tenggorokannya dan perih sudut matanya yang memerah. Sesal yang menyusup dalam d**a pun semakin membuat perasaanya runyam. Andai tidak ada Indah? Andai pernikahan ini bukan hanya di atas kertas dan memiliki tempo kandas, tentu dengan senang hati dia akan membalas pelukan dari si pemilik tubuh tegap nan hangat. Namun, semua ini hanya serupa fatamorgana yang akan lenyap. Bersama sang fajar karena mulai saat itu, Rayyan akan menjadi milik indah Yudharsa seperti sebelumnya. “Aku memang pernah berpikir jika suatu hari nanti aku bisa membuatmu menjadi milikku. Namun, kenyataannya membuatku tahu jika kamu bukanlah bunga yang bisa aku petik melainkan bintang-bintang yang hanya bisa aku kagumi. Dan sekarang ... kenapa harus seperti ini? Kenapa harus ada hati yang juga kamu buat perih? Kenapa harus tubuhku juga yang kamu semai?” Zira tergugu tanpa bisa mengungkapkan isi hati. Hanya punggungnya yang bergetar karena isak tangis yang tertutupi. Dia sadar diri. Memunggungi Rayyan adalah pilihan terbaik karena benih yang ada di dalam rahimnya, bisa saja mengutuknya sebagai si wanita yang tidak tahu diri. Dan besok pagi, dia harus berpura-pura menjadi Zira yang tangguh kembali dan menganggap, jika tidak pernah terjadi apa-apa di kamar ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD