Raniya berdiri di depan gerbang sekolah, menunggu kakaknya yang menjemputnya. Namun sudah dua puluh menit berlalu belum juga kelihatan. Akhirnya dia kembali masuk ke area sekolah sebab ingin pergi ke kamar mandi.
Ketika berpapasan dengan Ghea yang baru keluar kelas, sebab sudah piket dulu.
"Ghe, tolong kalau di depan ada Aa-ku, bilang aku lagi ke kamar mandi!?"
"oh,oke. Ku kira udah pulang dari tadi!?" ujar Ghea.
"yang jemput lama. Udah dulu, aku ke kamar mandi perutku sakit!?" ujar Raniya lagi berlalu pergi dengan setengah berlari.
Ghea pun berlalu pergi keluar area sekolah. Ketika telah berada di luar didapatinya seorang laki-laki yang tengah duduk di atas motornya seraya sibuk pada ponselnya.
"A, nunggu siapa?" tanya seorang perempuan dari ketiganya yang merupakan siswi di sana juga.
Dalfi menoleh pada ketiganya yang dia yakini ingin berkenalan dengannya. Karena ini bukan kali pertama hal seperti ini terjadi. Dan Dalfi juga akan memberi jawaban yang sama seperti biasanya.
"Menunggu pacar!?" tukas Dalfi datar.
"Oh, pacar. Kelas berapa a?" tanyanya lagi ingin tahu.
"Kelas XI IPS 1!?" sahut Dalfi.
"Oh, siapa ya? Soalnya kita anak XI IPS juga!?" ujar perempuan berambut panjang itu lagi.
Dalfi merasa jengah dengan sikap tidak menyerah para siswi SMA ini hanya demi berkenalan dengannya.
"Maaf, Aa cari Raniya, kan? Katanya tunggu sebentar, sedang di kamar mandi!?" jelas Ghea yang ikut nimbrung.
"Oh, kamu kenal Raniya?" tanya Dalfi memandang Ghea yang menghampirinya.
"Iya. aku teman sekelasnya!?" ujar Ghea yang ternyata benar tebakannya jika kakak dari temannya.
Ghea yakin laki-laki itu sebenarnya dari tadi tidak nyaman karena tiga siswi yang mendatanginya. Namun setelah dia datang akhirnya ketiga itu yang entah penasaran atau mungkin kecentilan menurut pandangan Ghea.
Kemudian ketiganya permisi pergi karena mereka tahu tentang Raniya yang memang cukup populer di sekolah. Selain parasnya yang cantik, juga terkenal di tim Voli yang paling hebat di sekolah.
"Kalau begitu, permisi ya, a!?" ujar Ghea permisi untuk pergi.
Dalfi hanya mengangguk. Namun Ketika baru hendak masuk angkot yang kebetulan berhenti di depan. Tapi Ghea memilih menghampiri Dalfi yang heran melihatnya yang tiba-tiba bersandar pada motornya dan meraih helm yang menggantung di kaca spion motornya.
Dengan gerakan matanya dan tangannya seolah memohon, Ghea memberi isyarat supaya diam. Dalfi yang mengerti akhirnya menurut dengan diam kemudian pandangan kearah laki-laki yang mengendarai motor gede berwarna merah yang berhenti di hadapan keduanya.
"Hai, Ghea!?" sapanya turun dari motornya.
Tiba-tiba Ghea memegang ujung jaket trucker yang dipakai Dalfi.
Sebenarnya Dalfi heran dan hendak bicara namun melihat teman adiknya itu sedikit gemetar membuatnya membiarkannya. Tapi penasaran akan hal yang di tunjukkannya seolah memang tengah ketakutan.
Laki-laki itu menatap Ghea dan Dalfi secara bergantian, apalagi Ghea masih memegang baju Dalfi yang berdiri sebelahnya.
"Jadi sekolahmu di sini? Hem..kebetulan sekali, sepupuku juga di sini. Dia kelas Sepuluh!?"
"Oh," ujar Ghea pelan
"Tapi boong!" ujarnya tertawa.
"Maunya apa sih? Aku sudah punya pacar. Ini pacarku!?" ujar Ghea merangkul lengan Dalfi yang memang terkejut atas apa di lakukannya sekarang.
Tapi Dalfi juga tidak dapat membantah seolah menurut untuk mengikutinya.
"Lagi pula, aku enggak ada urusan sama kamu!?" sambung Ghea masih memegang erat lengan Dalfi.
Tanpa bicara laki-laki itu kembali naik motor kemudian berlalu pergi. Ghea akhirnya bisa bernapas lega.
"Maaf a, tadi enggak sengaja melakukannya!?" ujar Ghea menyingkirkan tangannya yang merangkul lengan Dalfi.
Dalfi hanya diam tampak berpikir tentang kejadian tadi. Pandangannya masih melihat
Ghea yang kini melepas helm milik adiknya itu,yang tadi dia pakai.
Perempuan yang mengaku teman sekelas adiknya itu, sudah bersikap biasa lagi tidak seperti tadi yang ketakutan.
"Loh, Ghe! Eh,a Alfi !?" seru Raniya yang baru keluar gerbang sekolah setengah berlari datang menghampiri keduanya.
"Kenapa Ghe? Tangannya masih sakit atau kakinya?" tanya Raniya karena melihat temannya itu tampak gelisah dan sedikit pucat.
"Enggak apa-apa. Kemarin kaki ku sudah di pijit!?" sahut Ghea.
Dalfi menatap siku Ghea yang di perban. Sebenarnya dari tadi dia juga sempat memperhatikan sikunya.
"Kamu yang kemarin tertabrak ..eh, bukan. Nabrak motor terus jatuh ke trotoar?" tanya Dalfi kemudian.
Ghea dan Raniya menatap kearahnya terkejut.
"Loh,kok tahu !?" tanya Ghea terkejut.
"Tahu saja.." Dalfi belum selesai bicara tapi Raniya mendahuluinya.
"Jangan bilang..Aa yang nabrak Ghea ya!?" tuduh Raniya menunjuk kearah kakaknya.
"Bukan aku yang nabrak, tapi temen kamu yang lari terus nabrak motor yang sedang melaju. Aku sampai banting stir ke pohon!?" cerocos Dalfi seraya menurunkan tangan Raniya yang menunjuk tepat di wajahnya.
"Ah, iya. Maaf, a. Karena kejadian kemarin dan sekarang!?" ujar Ghea menyesal.
"Iya. lain kali hati-hati. Kamu juga, kan, jadinya terluka!?" nasehat Dalfi.
"Iya, a."
"Ayo pulang!?" ajak Dalfi memberikan helm pada Raniya.
"Bentar a, mau nunggu Ghea naik angkot dulu!?"
"Enggak apa-apa. Duluan aja, tuh angkotnya udah ada!?" ujar Ghea melambaikan tangannya seraya berjalan ke pinggir jalan raya untuk naik angkot.
Setelah melihat temannya itu naik angkot, kini Raniya memakainya helmnya dan mengajak kakaknya itu untuk segera pulang.
Dalfi sebenarnya ingin bertanya tentang kejadian tadi yang di lakukan temannya, yang ada hubungannya dengan laki-laki yang mendatanginya.
Namun bukan Dalfi namanya jika dia harus bertanya dan ingin tahu. Tapi justru akan bersikap biasanya seperti tidak pernah terjadi apa pun.
Setibanya di rumah, Raniya menghampiri Bundanya yang tengah berada di dapur memasak.
"Assalamualaikum, Bun."
"Waalaikumsalam. Pulang sama siapa Dek?" tanya bundanya mengusap kepala anak bungsunya ketika menyalaminya.
"Sama mr.cool!?" jawab Raniya.
"Mr.cool?" ulang Bunda menatap anak bungsunya yang kemudian menunjuk kakaknya yang datang.
Bundanya menoleh pada Dalfi yang tengah mengambil air minum itu. Kemudian bundanya hanya tersenyum seraya kembali mengelus rambut panjang anak bungsunya.
***
Sembari menenteng tas make-upnya, Raniya yang tengah telponan itu menuruni tangga loteng. Setelah tiba di ruang tengah, duduk di sofa dan menyimpan tas make-up di meja juga ponselnya dengan mengaktifkan mode speaker.
Dalfa dan Dalfi yang juga tengah berada di sana menoleh pada adik bungsu mereka, yang tengah berdandan sambil telponan.
"Eh, Ghe. Tapi si orgil itu tadi enggak ganggu kamu ya!?" ujar Raniya sambil sibuk tangannya pada wajahnya yang tengah memakai skincare.
"Dia ganggu. Malah pas pulang sekolah nyamperin, untung ada Aa kamu tadi!?"
Raniya menoleh pada Dalfi yang sibuk membaca itu yang duduk di sofa tunggal. Sementara Dalfa juga tengah asyik dengan laptopnya yang duduk di sebelah Raniya di sofa panjang.
"Oh, emang Aa ku ngapain?"
"Dia cuma diam, tapi pas si Andy datang terus aku ngaku kalau Aa kamu, sebagai pacarku di depannya!?"
"Bwaha, ha, ha !?" Raniya tertawa ngakak dan sukses membuat kakak kembarnya menoleh sekilas padanya, namun kembali melakukan aktivitasnya masing-masing.
"Ish, itu enggak sengaja terucap saking takutnya, nanti Andy yang malah mengajakku pulang bareng dia !?" cerocos Ghea.
Raniya hanya manggut-manggut sembari melirik kedua kakaknya yang masih sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.
"Semoga Aa-mu enggak marah ya, soalnya aku asal bicara." seru Ghea lagi.
"Ya, siap-siap aja..kalau ketemu Aa-ku lagi!?"
"Hah? Kenapa? Aa-mu galak!?"
Lagi-lagi Raniya tertawa karena teman sebangkunya itu sangat lucu, namun segera menahan tawanya. Kemudian melirik Dalfi yang masih anteng membaca buku.
"Enggak. Dia kan, tampan. Masa kamu biasa aja sih, Ghe!?"
"Ah, dia memang tampan. Biasanya kalau jemput kamu, kan, gak pernah buka helm. Ini kemarin tumben..makanya kemarin itu jadi pusat perhatian anak-anak perempuan. Malah Celin nyamperin Aa-mu kemarin!?" oceh Ghea.
"Oh ,gitu. Terus-terus.. Aa-ku pasti dengan mode cool-nya, ya. Ha,ha,ha!?" timpal Raniya kembali melirik Dalfi yang memang masih di posisinya tadi.
"Ya , Aa-mu wajar sikapnya gitu. Maksa banget Celin nya!?"
"Iya, sih. Dia mah playgirl sekolah kita!?" Raniya tertawa.
Sementara Dalfi, sebenarnya dari tadi mendengar pembicaraan mereka. Apalagi namanya di sebut-sebut. Namun kemudian tersenyum samar karena tingkah kedua remaja itu yang dengan tidak malu-malu membicarakan seorang laki-laki.