MEMORIES 0.5

1959 Words
  Sepasang mata terbuka, mata indah sebiru lautan yang bisa menenggelamkan siapa saja di dalamnya. Pemilik mata itu bernama Harriet Chiarina Lopez, seorang putri dari kerajaan Centurra. Rambut berwarna emasnya yang bergelombang ikut bergerak saat Chiarina mendudukkan tubuhnya. Mata biru laut, rambut berwarna emas dan kulit putih pucat memang sudah menjadi ciri khas keluarga kerajaan Centurra yang artinya tidak ada orang lain yang memiliki ciri yang sama jika dia bukan anggota keluarga kerajaan Centurra. Saat ini yang memiliki ciri itu hanya tersisa 3 orang saja, yaitu Raja Centurra yang merupakan ayah Chia, putra mahkota yang merupakan kakak tiri Chia dan Chia sendiri.   Mata Chia sayup-sayup melihat sekelilingnya, tempat tidur berenda yang sangat lembut dan empuk yang saat ini ia duduki di sebuah ruangan berwarna putih cerah, terdapat beberapa lilin gantung di langit tengah ruangan, dua buah sofa dengan sebuah meja diantara kedua sofa yang berukuran cukup besar berwarna putih dan campuran abu itu, di dinding terdapat sebuah lukisan dirinya dengan gaun berwarna merah di padu warna emas yang sangat mewah dan elegan, membuat kecantikan Chia semakin menonjol. Chia menutup mulutnya segera saat dirinya menguap lebar, tidak lama suara ketukan pintu terdengar dari luar. Pintu pun terbuka, terdapat 5 pelayan masuk kedalam kamar dengan kepala mereka yang menunduk. ditangan mereka terdapat banyak perlengkapan untuk mandi dan pakaian ganti beserta aksesoris cantik.   Kelima pelayan itu menundukkan tubuhnya serentak setelah beberapa saat Chia menatap mereka. "Selamat pagi yang mulia putri Harriet, kami telah menyiapkan perlengkapan mandi anda."   Chia menatap mereka tanpa minat, ia sudah terbiasa dengan kedatangan pelayan setiap paginya yang sudah menjadi bagian rutintitasnya sebelum memulai hari yang sama membosankannya dengan kehidupan yang monoton dan sepi. Kini dia berusia 10 tahun, yang berarti selama itu juga dia sudah menjalankan hidup seperti ini. Bagi Chia kehidupannya sebagai putri satu-satunya keraajan Centurra sama sekali tidak berarti apa-apa. Dia malah lebih sulit untuk keluar dan berteman karena beberapa peraturan kerajaan yang tidak boleh dilanggar.   Perlahan Chia turun dari atas kasurnya dan pergi ke tempat pemandian putri diikuti para pelayan di belakangnya. Chia berjalan di sebuah lorong besar berwarna abu dengan beberapa barang antik dan lukisan yang dipajang di dinding, namun tetap saja tidak membuat lorong itu terlihat hidup. Di dalam istana putri yang begitu besar, Chia tinggal sendirian. Para pengurus kediaman putri pun dilarang untuk berbincang dengan putri. Kepala mereka selalu tertunduk, Chia tidak bisa berharap banyak pada mereka.   Setelah berada di dalam pemandian, pelayan mulai melepas gaun tidur Chia, punggung mulus berwarna putih pucat Chia terlihat, Chiapun masuk kedalam kolam mandi dan para pelayan mulai membersihkan tubuh Chia dengan sabun. Air kolam yang hangat dan harum bunga mawar menenangkan tubuh. Sementara dilayani, Chiapun tertidur.   ***   Suara gesekan kertas dan pena terdengar nyaring di dalam ruangan yang tenang, seorang laki-laki memakai pakaian khas anggota kerajaan yang sangat mewah dan elegan dengan dengan jubah bulu di sebelah pundaknya sedangkan sisi pundaknya yang lain terdapat lencana kerajaan Centurra sedang duduk di tempat duduknya. Sedangkan di sekeliling ruangan berdiri 2 orang pelayan yang sejak tadi berdiri dengan kepala menunduk, tidak jauh dari posisi laki-laki itu duduk, seorang pria memakai pakaian ksatria dengan pedang di sisinya berdiri.   Tok!Tok!Tok!   Sampai suara ketukan pintu memecah ketenangan ruangan yang begitu sunyi, kepala laki-laki yang tengah menulis surat dengan tenang itu mendongak, matanya memancarkan aura dingin tak mengenakan saat menatap pintu di depannya. Tidak lama seorang pria masuk, matanya mencuri lihat sekeliling ruangan yang baru saja ia masuki dengan gelisah. Belum sepatah kata keluar dari bibir laki-laki berpakaian anggota kerajaan itu, pria yang baru masuk sudah bergetar ketakutan, pria itu memberi hormat dengan membukukan tubuhnya seraya berkata, "Memberi salam pada yang mulia putra mahkota dari kerajaan Centurra, pangeran Helios Etienne . Semoga tuhan memberkati dirimu."   "Bicara." balas laki-laki itu, masih dengan tatapan dinginnya. Perasaan tidak nyaman merambat di d**a pria itu saat tanpa sengaja matanya sekilas bertatapan dengan mata Etienne. Kepala pria itu semakin menunduk dalam.   "Yang mulia ratu Centurra, ratu Victoria dengan berkatnya memanggil yang mulia putra mahkota untuk menghadiri jamuan makan siang bersama keluarga." Kata pria itu.   Mendadak wajah laki-laki yang merupakan putra mahkota bernama Etienne itu mengeras, tangannya mencengkram erat pena tinta yang berada di genggaman nya. Wajah menjadi suram, "Apalagi yang wanita licik itu rencanakan?!" gumam Etienne.   Ksatria di sebelahnya berdeham, "Yang mulia," dia berbisik pelan seakan sedang mengingatkan Etienne jika orang utusan ratu masih berada di ruangan. Etienne kembali melihat kearah orang utusan ratu itu yang bergetar di tempatnya, Etienne menyeringai. "Hanya seekor anak ayam." ejek Etienne.   "Baiklah aku mengerti, kau boleh pergi." Kata Etienne, utusan ratu itupun pergi dengan terbirit-b***t dari ruangan putra mahkota yang selalu memiliki suasana dingin yang menyeramkan membuat setiap orang yang memasukinya merinding dan berkeringat dingin tanpa alasan.   "Dia bilang jika ini merupakan jamuan makan siang keluarga? berarti pria tua dan gadis cengeng itu juga ada disana, kan?" Etienne menaruh penanya kemudian memasukkan surat yang telah ia tulis kedalam amplop, membubuhi cap istana pangeran lalu memberikannya pada salah satu pelayan yang sejak tadi menunduk di pojok ruangan. "berikan surat ini pada adipati agung muda keluarga Altair, pastikan jika dia menerimanya langsung." Dengan tangan yang bergetar pelayan itu menerima surat yang Etienne berikan.   Saat pelayan itu hendak berjalan keluar, suara Etienne menghentikan langkahnya untuk sesaat. "Kamu tau kan konsekuensi jika surat itu tidak sampai ke tangan Adipati agung muda langsung?" Suara Etienne yang keluar terdengar begitu dingin hingga menusuk tulang.   Pelayan itu perlahan berbalik, kepalanya masih tertunduk dalam saat ia menjawab, "Saya tahu, yang mulia."   Etienne tersenyum miring, "Bagus, kamu boleh pergi."   Pelayan itu kembali berjalan keluar, tidak lama Etienne pun bangun dari duduknya. "Aku akan menghadiri jamuan makan siang itu, apa yang wanita licik itu rencanakan, aku ingin melihatnya." Etienne berkata sebelum akhirnya pergi keluar ruangan bersama dengan ksatrianya yang selalu mengikutinya kemanapun dirinya pergi.   Ksatria Etienne bernama Darius. Seorang Adipati muda dari keluarga Nightingale yang terkenal dengan kesetiannya pada keluarga kerajaan dan melahirkan pewaris-pewaris berbakat. Darius sendiri merupakan komandan pasukan kerajaan Centurra di umurnya saat ini yang masih 16 tahun.   Etienne melewati lorong-lorong istana pangeran dengan langkah cepat beraturan, tanpa berniat melihat sekelilingnya sedikitpun, karena walaupun ia melihat lorong istananya sesering apapun, lorong-lorong istana itu akan tetap sama. Lorong berwarna putih-abu dengan beberapa bagian tiang lorong yang di lilit tanaman merambat panjang karena usia istana yang sudah tua. Tidak ada hiasan apapun di dinding istana pangeran karena Etienne tidak menyukainya sama sekali. Etienne membenci jika ada lukisan tertempel di dinding istananya. di lorong hanya ada lilin-lilin yang tertempel di dinding dan beberapa patung ksatria besi disisi-sisi lorong Taman, lorong maupun ruangan istana pangeran tidak bisa lebih sepi dari ini.   Keluar dari istana pangeran, menuju istana utama yang merupakan tempat tinggal raja-ratu kerajaan Centurra, begitu sampai pada gerbang istana utama, Etienne bisa melihat ratusan prajurit yang berjaga, saat sudah memasuki kawasan istana, jumlah prajurit yang ia lihat terus semakin bertambah, apalagi ditambah dengan banyaknya pelayan yang sejak tadi berlalu lalang. Berbeda sekali dengan istana pangeran dan putri yang hanya memiliki beberapa pelayan dan penjaga yang bahkan bisa dihitung dengan jari, kecuali dihari mereka membersihkan istana pangeran dan putri yang dilakukan besar-besaran seminggu sekali.   Etienne memperlambat langkah kakinya saat berjalan di lorong istana utama yang akan membawanya pada pintu ruang makan utama. Untuk sekian detik kaki Etienne berhenti melangkah saat melihat saudari tirinya, putri Chiarina berjalan bersama empat pelayan yang mengikutinya dibelakang. Mata Etienne tidak lepas menatap wajah Chia yang memeliki raut wajah murung. Etienne tidak merasa heran lagi, karena setiap melihat adik tirinya itu, wajah dia selalu seperti itu. Etienne menduga-duga apa yang terjadi dengannya di istana putri? namun itu hanya beberapa saat dan Etienne kembali melupakannya seolah dia tidak pernah memikirkan itu, tidak pernah memikirkan Chiarina barang untuk sesaat.   Chiarin datang dari taman dan berjalan di depan Etienne, sesuai aturan kerajaan, putri tidak boleh berjalan di depan pria. Etienne mempercepat langkahnya dan berjalan mendahului Chia.   Saat angin berhembus kencang setelah Etienne melewatinya, Chiarina baru menyadari keberadaan kakaknya. Kaki Chia terhenti sesaat dan menatapi punggung Etienne dengan lekat dan sedih. Selalu seperti ini, ia selalu melihat punggung dingin Etienne, kakaknya, tanpa memiliki kesempatan untuk berdiri di sampingnya barang sedikitpun. Chia tidak pernah tahu kenapa Etienne bersikap begitu dingin padanya dan seakan membenci dirinya. Tapi untuk mendekat dan bertanya pun Chia tidak memiliki keberanian itu.   "Apa ada sesuatu yang menganggu anda, putri?" seorang pelayan bertanya setelah melihat Chia yang terlalu lama terdiam, kepala Chia menggeleng pelan menjawab pertanyaan pelayan di belakangnya lalu kembali berjalan. Kini punggung Etienne bahkan sudah menghilang dari pandangannya di balik pintu.   Sampai Chia telah sampai di depan pintu ruang makan, dua penjaga membukakan pintu untuknya sambil berkata, "Yang mulia putri Harriet Chiarina memasuki ruangan."   Saat itu tubuh Chia membeku sesaat, saat melihat mata ayahnya, raja Valens yang menatapnya datar dan lurus, ibunya-ratu Victoria-menatapnya dengan kehangatan penuh kepalsuan dan kakaknya Etienne menatapnya dingin. Tubuh Chia gemetar dan dia tidak pernah terbiasa dengan tatapan mereka meski sudah berpuluh-puluh kali melihat dan merasakannya. Chia mengepalkan tangannya erat di samping gaunnya yang mewah dan indah. "Maaf aku terlambat, ayah, ibu." kata Chia dan Etienne mencibir, sudut matanya yang tajam mengejek Chia.   Chia berjalan perlahan ke kursi meja makannya yang berada di samping Etienne dan mendudukkan tubuhnya perlahan. Etienne melihat lurus kedepan seakan tidak peduli dengan keberadaan Chia. "Chiarina, kamu memang belum dewasa, tapi selanjutnya jika kamu masih terlambat dan kamu harus memperbaiki tata bahasamu, kamu paham sayang? Ibu akan menambahkan jadwal pelajaran etika mu setelah ini."   "aku mengerti, ibu."   "Lalu kita bisa mulai makan," Kata Victoria, merekapun memakan menu pembuka, dan utama, namun sebelum makanan penutup disajikan, Victoria mulai berbicara.   "Aku ingin menyampaikan beberapa kabar, ini mengenai putri Chiarina, jadi aku berpikir alangkah baiknya jika aku menyampaikan ini saat makan siang dan memiliki waktu keluarga setelah sekian lama. dan rupanya putra mahkota juga setuju dengan ide ku dengan kehadirannya bersama." Victoria melirik Etienne yang menatapnya penuh kebencian yang sangat jelas tanpa berusaha ditutupi. Etienne mendengarkan Victoria dari awal sampai akhir.   "Putri Chiarina sudah berumur 10 tahun, sudah waktunya bagiku sebagai ratu sekaligus ibu untuk memastikan masa depan putri. Jadi, aku telah merencanakan pertunangan putri dengan putra mahkota kerajaan Ecryphia, pangeran Arzachel Levi calisto dengan putri." Chia maupun Etienne sama-sama terkejut dengan ucapan Victoria yang tidak mereka duga. Kata-kata yang Victoria lontarkan begitu halus dan mulus seakan dia sudah merencanakan hal ini sejak lama.   Tangan Etienne mengepal dibalik meja makan yang besar, ia tidak tahu mengapa, tapi dia merasa sangat kesal dengan keputusan sepihak ratu, Etienne menoleh kearah Chiarina, menatap gadis itu dengan lekat penuh ancaman. "Jadi, bagaimana menurut kamu? Chiarina. Apa kamu menerima perjodohan ini?" Victoria bertanya sambil menatap putrinya penuh harapan.   Chia menggigit bibirnya gugup, matanya memelas melihat kearah ratu lalu ayah dan kakaknya dan kembali lagi melihat ratu, melihat tatapan ratu yang seakan memaksanya membuat Chia tidak memiliki pilihan lain selain menerimanya. Kepala Chia sedikit menunduk saat ia menjawab, "Aku menerima apapun keputusanmu, ibu. Aku menerima perjodohan ini."   Mendengar jawaban Chia yang sesuai dengan harapannya, Victoria tersenyum puas, "Ah.. putri Chiarina terlalu baik, dia sudah menjalankan kewajibannya sebagai putri Centurra dengan sempurna." berbeda dengan reaksi ratu, mendengar jawaban Chia membuat wajah Etienne mengeras, darahnya menjadi dingin, dia mengepalkan tangannya sampai kuku-kuku jarinya memutih dan dingin.   "Yang mulia ra--" Ucapan Etienne terhenti begitu saja karena Victoria memotongnya.   "Silahkan menikmati hidangan penutupnya, hari ini aku benar-benar bangga dengan putri ku. Jadi makanlah cukup banyak hari ini, Chiarina." Ucap ratu pada Chia, Chia mengangguk dengan wajahnya yang merona malu saat mendapati perhatian dari ibunya yang sangat jarang ia dapatkan.   Etienne yang melihat itu, mengejek kebodohan Chia yang tidak menyadari jika dirinya hanya dimanfaatkan oleh ratu, ibunya sendiri. Etienne menertawakan adik tiri bodohnya itu. Tapi kenapa dia malah bertambah kesal?   Selanjutnya, Etienne sama sekali tidak nyaman dengan suasana makan siang, makanan penutup yang ia makan semuanya terasa hambar. Apalagi melihat wajah adik tirinya yang duduk disampingnya, Etienne semakin muak berada di ruang makan yang mencekik dirinya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD