Part 1 Awal Kerja

1616 Words
Hari ini adalah hari pertama ku bekerja. Ini bukanlah pengalaman pertamaku, saat kuliah dulu, aku sudah pernah bekerja part time di sebuah cafe. Setelah lulus SMU aku memang sudah mulai mandiri karena tuntutan kehidupan. Kedua orang tuaku bukanlah orang berada. Mereka hanya pegawai negri biasa dan memiliki perkebunan teh di kota asalku. Dan orang tuaku sudah meninggal sesaat setelah aku lulus kuliah. Untungnya adikku yang umurnya 3 tahun dibawahku, sudah bekerja juga saat itu. Agung, adikku bekerja di sebuah bengkel mobil yang cukup punya nama di ibukota. Karena dia mendapat mess dari kantornya, akhirnya kami jarang bertemu. Bahkan aku tinggal disebuah rumah kos di daerah yang tidak begitu jauh dari kantor. Jadi jarak antara aku dan Agung cukup jauh. ====== Aku berjalan dengan langkah yang percaya diri saat memasuki kantor baruku ini. Kantornya cukup besar, ada 10 lantai disini. Aku segera menuju lantai 3. Di sanalah aku akan memulai pekerjaan baruku. Aku diterima sebagai reporter acara outdoor disini. Ini bukanlah pekerjaan yang sulit. Karena aku sudah terbiasa berbicara di depan umum. Bahkan saat aku SMU, aku pernah menjadi penyiar radio di kotaku dulu. Saat memasuki lift, kulihat hanya ada 2 orang di dalamnya. Seorang pria muda, kutaksir umurnya 30 tahunan, dia berpenampilan rapi sekali, menggunakan setelan jas dan dasi berwarna hitam. Penampilannya berkelas. Aku yakin, dia orang kaya. Lalu 1 orang lagi adalah seorang wanita paruh baya, dari kostum yang dia pakai, sepertinya dia salah 1 karyawan OB di sini juga, karena dia memakai seragam yang sama seperti beberapa orang yang tadi kutemui di Lobby. Lift pun ditutup. Hening. Mungkin karena kami tidak saling mengenal, sehingga tidak ada obrolan apapun yang keluar. "Mbaa nya lantai berapa?" tanya ibu itu pelan, sambil masih menunduk ke bawah. "Saya lantai 3 bu. Ibu ke lantai berapa?" tanyaku sambil menoleh ke arahnya. "Saya lantai 5, mba. Karyawan baru, ya?" tanyanya lagi. "Iya, baru hari pertama ini, Bu," sahutku mencoba ramah kepadanya. Tapi pria yang satunya malah menatapku bingung sambil mengernyitkan keningnya, sesekali dia menengok ke ibu yang mengajakku ngobrol. "Maaf, anda bicara dengan siapa,.ya?" tanya pria itu tiba tiba. Maksud dia apa yah? Masa dia tidak melihat ibu yang ada di sebelahnya sih? "Lho sama ibu yang itu kok mas. Yang di sebelah nya mas. Kenapa, sih?" tanyaku heran. "Ibu? Ibu yang mana? Kita di sini hanya berdua saja. Kamu ngaco, ya?" katanya membuatku kaget. Apa? kami cuma berdua aja? Terus siapa ibu itu? Aku menoleh ke arah ibu yang ada di samping pria tadi. Dia masih ada disana. Dengan posisi yang sama, menunduk kebawah. Keperhatikan kembali dengan seksama, sekeliling ibu itu berjatuhan tanah. Astaga.. Jangan jangan dia makhluk halus. Kenapa aku tidak menyadarinya?Gumamku. Kakiku lemas, aku bersandar pada dinding lift sambil beristigfar. Ibu tadi menengok ke arahku dan kulihat wajahnya rusak parah, remuk bahkan mata dan hidungnya tidak berbentuk lagi. Wajahnya mengeluarkan belatung belatung kecil dan cairan yang menjijikkan. Aku makin lemas, bahkan sudah tidak sanggup lagi berdiri. Aku akhirnya terduduk di pojok lift ini. Pria tadi melihatku bingung. Lalu tiba tiba lift mati. Ya ampun lengkap sudah penderitaanku sekarang. "Siaal.. Kenapa mati?" katanya lalu mencoba menekan tombol darurat untuk minta pertolongan. Aku semakin merapatkan kaki ku dan menutupi wajahku dari makhluk itu. Aku benar benar ketakutan sekarang. Pria tadi masih tidak putus asa menekan tombol, lalu melihatku. "Hei-- kamu kenapa?" tanyanya panik. Aku tidak menjawabnya hanya terus menenggelamkan wajahku di antara lututku. Aku berkeringat dingin, tanganku gemetaran. "Hei... Mba... Kamu kenapa? kok pucet gitu? Aduh... Lama banget lagi ini. Mana sih orang orang !" gerutunya. Tak lama pintu lift terbuka dan ada beberapa satpam yang membantu kami. Aku digandeng ke luar. Akhirnya aku keluar juga. 'Astaga... Baru hari pertama disini sudah seperti ini. Sabar...sabar... Kamu harus kuat Lena' kataku menyemangati diriku sendiri. "Pak, tolongin tuh Mba nya. Dia kayanya sakit, pucet gitu. Saya naik lift lain aja. Tolong dibenerin ya liftnya, jangan sampai terjadi lagi seperti ini" kata pria itu sambil berlalu pergi. Aku kemudian ditolong satpam itu dan dia mengantarkanku ke lantai 3. Karena saat ini kami masih dilantai 2. Badanku sudah bisa digerakkan lagi. Hanya rasanya masih kaget dengan peristiwa barusan. Pak satpam menunjukkan ruangan yang akan menjadi kantor ku nanti. Tempatnya cukup luas. Ada beberapa meja yang di sekat membentuk bilik bilik seperti yang ada di warnet, dengan 4 deret meja yang diisi oleh 5 orang tiap deret nya. Beberapa orang kulihat sedang sibuk dengan tugasnya masing masing. Disini ada sekitar 20 orang yang bekerja. Aku segera menuju ruangan yang lebih pribadi lagi, yang letaknya ada diujung. Itu ruangan kepala divisiku. Tok tok tok!! "Masuk" suara dari dalam ruangan itu. Aku segera masuk sambil melemparkan senyum ke arah pria muda yang sedang duduk disana. Dia membalas senyum kepadaku Walau ditangannya ada gagang telepon yang entah sedang menghubungi siapa. "Silahkan duduk" katanya lalu menutup telepon nya. Dia menatapku sesaat. "Maaf pak, saya Alena.. Yang kemarin interview dan hari ini kata nya saya sudah boleh masuk kerja" terangku. "Oh iya-iya.. Saya baru ingat.. Alena Alena.. Sebentar sebentar" dia lalu membuka map biru yang ada disamping meja, lalu membacanya, sepertinya itu surat lamaran kerjaku kemarin. "Alena thalita putri? benar?" ucapnya lalu menatapku dan tersenyum. "Benar pak" jawabku. "Sebelumnya sudah pernah kerja ya?" tanyanya sambil masih menatap map biru yang ada ditangannya. "Sudah pak. Saat SMU saya sudah part time menjadi penyiar radio di kota asal saya, lalu saat kuliah saya bekerja part time juga di sebuah cafe dikota ini, karena kebetulan saya kuliah di salah 1 kampus negri disini. Setelah lulus saya bekerja selama 5 tahun di kantor notaris" terangku. "Hmmm.. Kamu pekerja keras rupanya. Baguslah kalau begitu. Kali ini berikan kinerja yang baik untuk perusahaan ini. Selamat datang Alena.." ucapnya lalu mengulurkan tangan menjabatku. Kusambut uluran tangannya. "Terima kasih pak.." "Oh iya, 1 lagi.. Jangan panggil saya pak. P anggil aja Mas Andre seperti yang lain ya. Lagian saya masih muda kali Len.. Belum tua tua banget" katanya mencoba melucu. "Iya Mas Andre" ucapku sambil senyum terus terukir dibibirku. Andre ini umurnya sekitar 30 tahun kurang lebih. Dia terlihat baik dan ramah. Lalu dia mengajakku ke luar untuk berkenalan dengan semua karyawan yang ada di divisi kami. Total karyawan yang ada diluar ada 20 orang. 15 orang laki laki dan 5 orang perempuan. Andre mengenalkanku kepada mereka semua. Sepertinya mereka juga dapat menerimaku dengan baik. Disini pekerjaan kami sama, reporter acara indoor dan outdoor stasiun tv ini. Kami bertugas menyiapkan segala sesuatunya. Dari survey lokasi, meliput sampai mengedit. ====== Aku duduk di bagian tengah. Dikanan ku adalah Rena, disebelah kiriku Diah. Mereka semua yang ada disini akan menjadi sahabatku nanti. "Len... Kamu tinggal dimana?"tanya Rena. "Aku ngekos, Ren.. Setengah jam dari sini lah kalau naik angkutan umum" ucapku. "Oh gitu.. Sama donk kalau gitu. Aku juga, Diah juga.. Kita kayanya sama sama perantauan deh ya" katanya cengengesan. "Kenapa kita nggak cari kos yang sama aja? biar lebih enak aja.. Aku denger denger nggak begitu jauh dari sini ada rumah kontrakan" saran Diah. Kupikir ada benarnya juga ya. Selain lebih dekat kantor, aku jadi bisa lebih akrab dengan mereka. Akhirnya kami putuskan akan mengontrak rumah itu, karena aku pun di kos lama sudah mulai bosan. Teman teman kos ku sudah mulai pindah karena alasan masing masing. Ternyata ide kami ini diterima juga oleh Nadia dan Laras. Akhirnya kami akan tinggal 1 atap mulai sekarang. ====== Sepulang kerja, kami akan melihat rumah itu. Pukul 16.00 jam kerja kami selesai. Kami berjalan keluar ruangan kami menuju lift. Semoga tidak terulang lagi ya allah.. Perlahan pintu lift terbuka. Kosong. Kami segera masuk kedalam lift. Masih dengan obrolan ringan membahas pekerjaan kantor & urusan pribadi masing masing. Rena sudah mempunyai kekasih, namanya Kukuh, dia juga bekerja diperusahaan yang sama dengan kami. Hanya di bagian lain. Diah, kekasihnya seorang pegawai bank swasta. Mereka bahkan sudah bertunangan. Nadia, dia jomblo. Lulusan psikologi, dia adalah tempat curhat kami semua. Laras, dia lulusan keperawatan, entah kenapa dia malah kerja di kantor ini. Salah jurusan kayanya nih anak.hehe. Dia sedang menjalani pdkt dengan seorang pria muslim yang taat. Padahal laras sendiri orang yang cablak, ceplas ceplos, lucu, dia ini yang paling gokil diantara kami. Sangat berbanding terbalik sekali dengan Yudha. Sedangkan aku? Aku jomblo setelah ditinggal pergi oleh kekasihku yang meninggalkanku karena wanita lain. Baguslah, aku memang tidak begitu menyukai pengkhianat. ======= Beruntung kejadian tadi pagi tidak terulang lagi kali ini. Kami sampai dilantai dasar. Kami keluar lift lalu berjalan ke luar. "Heh.. heh... Liat tuh Pak boss.. Keren banget....." ucap Laras heboh. "Len.. Kamu udah pernah liat Pak Adit belum? Bos kita, pemilik perusahaan ini?" tanya Laras masih menatap pria di sana. "Belom.. Yang mana sih?" tanyaku celingak celinguk. "Itu Len.. Yang lagi duduk di sofa lobby.. Sama beberapa orang itu loh" sahut Nadia. Aku pun menoleh dan mendapati seorang pria muda disana. Masih muda? pasti ini bisnis turun temurun keluarga. "Udah yuk ah.. Kita langsung liat rumahnya. Biar gak kesorean.."pinta Diah. Kami lalu ke parkiran kantor dan menuju mobil Nadia. Diantara kami ber 5, hanya Nadia saja yang mempunyai kendaraan pribadi. Kami segera menuju rumah kontrakan yang kami maksud. Hanya butuh 15 menit kami sampai. Pemilik rumah tinggal dibelakang rumah yang akan kami tempati nanti. Kamarnya juga pas, ada 5 dengan 2 kamar mandi yang letaknya di dekat dapur. Setelah kami sepakat dengan harganya, kami berencana pindah esok nya. Karena kami sudah membayar uang dimuka. ===== "Besok kita pindah ya guys... Ada yang butuh tumpangan?" tanya Nadia kepada kami. "Aku naik taksi aja, Na.. Kasian kamu, repot kudu nyamperin aku nanti"ucapku. Aku memang tidak ingin merepotkannya. Dia sudah terlalu baik. "Yakin Len?" "Iya, lagian barangku juga gak banyak kok. Kita ketemu disini aja ya besok" kataku lagi. Nadia hanya mengangguk sambil melemparkan senyumnya padaku. "Aku juga sama Fajar aja, Na" kata Diah. "Aku juga udah bilang Kukuh, kamu paling nyamperin Laras aja tuh" tunjuk Rena. "Cocok banget tuh.. Paling kamu nyamperin aku aja, Na" Itulah obrolan terakhir kami. Lalu kami segera pulang ke kos kami masing masing diantar oleh Nadia. ===== Sampai kos ku, aku segera masuk kamar. Lelah sekali rasanya. Aku pun memberi kabar adikku, Agung. Bahwa aku akan pindah kos mulai besok. Komunikasiku dengan Agung memang terbilang cukup dekat. Karena hanya dialah yang ku punya sekarang. Malam semakin larut dan mataku terasa berat. Aku pun tertidur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD