Semua persiapan menikah besok sudah selesai, Chris memutuskan untuk menemui kekasih, Chris berniat ingin memberitahukan rencananya ini.
"Hai Honey, dari mana aja sih? Kok, baru kesini?" tanya Tasya, bergelayut manja di lengan Chris.
Chris tersenyum melihat tingkah manja kekasihnya itu, tingkah yang selalu Chris rindukan dari sosok kekasihnya, Tasya.
"Aku ada kesibukan sayang, bisa kita bicara sebentar?" tanya Chris, menarik tangan kekasihnya masuk ke dalam apartemen Tasya.
Tasya tersenyum menggoda ke arah Chris, melihat senyuman itu membuat Chris seakan kehilangan kendalinya.
"Kamu nakal!" bisik Tasya manja.
Chris hanya tersenyum, seraya membenarkan pakaiannya lagi. Diajaknya Tasya duduk di tepi ranjang, dengan menggenggam erat tangan kekasihnya, Chris menghela nafasnya berat.
"Aku besok menikah," ucap Chris, menutup matanya.
Mendengar pria yang dia cintai akan menikah besok, Tasya yang tadinya manja berubah emosi.
"Gila kamu ya! Kenapa menikah? Memangnya, kamu anggap aku apa?" bentak Tasya, berdiri di hadapan Chris.
Melihat kekasihnya berdiri, Chris juga ikut berdiri. Dipeluknya erat tubuh Tasya, sesuatu yang berat harus dia katakan hari ini.
"Aku tau kamu marah, kamu pasti kecewa. Tapi, aku harus melakukan ini sayang. Aku sudah sering mengajak kamu menikah, aku sudah melamar kamu. Tapi, kamu selalu menolaknya, kamu selalu beralasan ingin menggapai cita-cita kamu dulu, kamu bilang masih ingin bebas dan menikmati masa muda kamu. Sedangkan Mamaku, memintaku memberikan cucu untuknya secepat mungkin. Aku terpaksa menikah sayang, aku sungguh terpaksa. Kalau aku tidak menikah cepat, Mama akan menjodohkan aku dengan Tania. Aku tidak mau, sayang," jelas Chris, menggenggam erat tangan kekasihnya.
"Aku memang mengatakan itu semua, tapi tidak seperti ini juga caranya Chris. Memangnya, kenapa Tante Diana meminta kamu cepat-cepat menikah dan punya anak? Dia tidak bisa menungguku apa?" gerutu Tasya, membuang muka.
"Jangan bicara seperti itu sayang! Mungkin Mamaku hanya merasa kesepian saja, apa lagi teman-temannya sudah memiliki cucu. Mama pasti juga ingin seperti teman-temannya. Aku mohon kamu ijinkan aku, ini hanya pernikahan sementara, sayang. Setelah kamu siap nanti, aku pasti akan menceraikannya. Ini hanya pernikahan kontrak, dan saat kontraknya sudah habis. Dia pasti pergi untuk selamanya," bujuk Chris berusaha meyakinkan kekasihnya.
Cukup lama Tasya berdiam diri dan berpikir, akhirnya Tasya mengangguk setuju. "Aku akan memberi ijin, tapi dengan syarat, bagaimana?" tawar Tasya.
Chris menautkan kedua alisnya, hatinya seakan tidak karuan saat mendengar kekasihnya mengajukan sebuah syarat.
"Syarat apa?" tanya Chris gugup.
"Kamu hanya akan tetap milikku, semuanya. Semuanya yang ada di diri kamu adalah aku pemiliknya. Kalian menikah hanya sebatas status saja, tidak ada kontak fisik atau pun hal lebih. Ingat, setelah aku siap nanti, aku ingin kamu segera menyelesaikan semuanya!" perintah Tasya.
Mendengar syarat yang mudah dari Tasya, membuat Chris dengan cepat menyetujuinya. "Tenang saj, aku tidak akan mungkin menyentuh atau mencoba-coba bermain dengannya. Aku milikmu sayang," bisik Chris, memulai sesuatu yang seharusnya tidak pernah dilakukan.
Lain dengan Chris yang sedang sibuk memadu kasih, Mia saat ini sedang menangis dibalik selimut tebalnya. Air matanya jatuh berurai seakan menyesali takdir hidupnya sekarang, pernikahannya sudah ada di depan mata. Tapi, ini hanya pernikahan ganti rugi untuk menebus semua kesalahan Mia yang sudah merusakkan berkas milik Chris.
Kenapa aku harus seperti ini? Besok memang hari pernikahanku, tapi bukan pernikahan yang seperti ini yang aku mau. Pernikahan yang akan dijalani tanpa ada rasa cinta dan di atas perjanjian. Apa aku bisa? Apa hatiku bisa di ajak kompromi? Aku takut, aku takut jika hati dan perasaanku ikut bermain nanti. Aku hanya istri sementara, bukan untuk selamanya. Aku harus bagaimana? Gumam Mia, tangannya mencengkram keras selimut tebal itu.
Malam semakin larut, terlalu lelah menangis. Mia akhirnya tertidur pulas dibalik selimut. Sedangkan Chris masih terlihat terengah-engah di tengah malam dengan sinar sang rembulan yang terang menerobos masuk lewat celah-celah jendela apartemen Tasya.
Sang penguasa malam sudah berganti posisi dengan penguasa siang. Seberkas cahaya perlahan memaksa masuk melalui celah-celah kaca jendela Mia. Beberapa kali Mia harus mengerjapkan matanya saat sinar itu mengenai kedua matanya langsung.
Sudah pagi, ya? Gumam Mia, merentangkan kedua tangan ya ke udara. Kemudian beranjak menuju kamar mandi.
Baru saja Mia ingin menyiram air ke tubuhnya, suara ketukan pintu terdengar nyaring. Mia tidak mempedulikan ketukan pintu itu, dan mulai melanjutkan aktifitasnya.
Siapa sih, yang datang pagi-pagi sekali? Tanya Mia merasa kesal, ketika mendengar suara ketukan pintu lagi.
Setelah memakai pakaiannya, Mia merapikan rambutnya yang basah lalu melangkah menuju pintu.
"Dengan Nona Mia?" tanya seorang wanita kira-kira berusia 32 tahun itu.
"Be-benar, saya sendiri. Ada apa ya?" tanya Mia gugup.
"Saya Dewi, saya diperintahkan Nyonya Diana untuk ke sini, hari ini adalah hari pernikahan Nona kan?" tanya Dewi mengulas senyum ramah.
Mia mengangguk membenarkan, walaupun sebenarnya Mia tidak tau nyonya siapa yang sedang dibicarakan itu.
***
"Lama sekali Chris, kemana anak itu?" gerutu Mama Chris yang sudah tiba lebih dulu di tempat pernikahan bersama suaminya.
"Kita tunggu saja Ma, siapa tau dia lagi menjemput calon istrinya," ucap Papanya.
"Semoga saja begitu Pa, eh Pa. Itu bukannya Dika? Sepertinya yang di sampingnya itu adalah calon istri Chris," tunjuk Mama Chris ke arah Dika dan Mia yang baru saja sampai.
"Eh, iya Ma. Itu Dika, tapi dimana Chris?" tanya Papa Chris bingung.
"Dik, kamu hanya berdua dengan calon istri Chris? Chris mana?" tanya Mama Chris.
"Dika tidak tau Tan, kan Tante meminta Dika menjemput Mia. Dika kira, Chris sudah datang lebih dulu ke sini," Cerita Dika, benar-benar tidak tau apa-apa.
"Bagaimana kamu tidak tau Dik? Bukannya Chris tadi malam menginap di rumah kamu? Seharusnya kalian berdua datang bersamaan saat ini," ucap Papa Chris.
"Chris menginap? Jangan bercanda Om! Chris tidak menginap tadi malam. Dia juga tidak berkirim pesan padaku," bantah Dika.
"Keterlaluan! Lalu, kemana anak itu sekarang? Acaranya sudah mau dimulai, dia malam tidak ada kabarnya!" omel Mama Chris kesal.
Mia hanya bisa menunduk, pernikahan ini memang tidak pernah dia inginkan. Tapi, saat mengetahui calon suami yang tidak kunjung datang juga membuat hati Mia sedikit terasa sakit.
Riasan yang terlihat elegan dan natural itu hampir saja luntur saat air mata Mia menetes begitu saja.
"Jangan menangis, Chris pasti datang!" ucap Mama Chris yang menyadari calon menantunya tengah bersedih.
Mia hanya mengangguk. Bodoh, kenapa aku menangis seperti ini! Kalau dia tidak datang ke sini, berarti pernikahan ini batal. Aku tidak harus jadi istri kontrak dan sementaranya. Tapi, kenapa hati ini terasa sedikit sakit? Ingat Mia, ini hanya pernikahan sementara saja. Bukan sungguhan, jangan pernah melibatkan hati kamu! Batin Mia menguatkan hatinya.
***
Chris yang baru saja terbangun di kamar apartemen milik Tasya, langsung melirik jam dinding di kamar itu. Matanya terbelalak saat melihat jarum jam pendeknya mengarah ke angka sepuluh. Chris segera bergegas pulang, tanpa berpamitan dengan kekasihnya yang masih tertidur pulas di atas tempat tidur.
Sesampainya Chris di rumahnya, rumah terasa sepi lengang. Beberapa kali Chris berteriak memanggil kedua orang tuanya, namun tidak ada satu pun yang datang ataupun menyahut.
Lebih baik aku mandi saja, setelah itu baru bersiap menuju tempat acara. Sepertinya semua orang sudah berkumpul di sana, pasti setelah ini aku akan mendapatkan masalah dari Mama, batin Chris yang menyadari kesalahannya.
Chris mandi dengan kekuatan kilat, super cepat sekali. Dalam beberapa menit, Chris sudah siap dengan setelan jas berwarna putihnya. Rambut yang tersisir rapi, terlihat tampan sekali.
Chris memasuki mobilnya dan memacunya dengan kecepatan tinggi, acara lima menit lagi akan dimulai. Sedangkan jarak dari rumahnya menuju tempat acara lumayan jauh memakan waktu sekitar lima belas sampai dua puluh menitan.
Kedua orang tua Chris sudah mulai bosan dan kesal dengan tingkah Chris yang tidak kunjung datang. Acara yang seharusnya berlangsung pukul 11.00 kini sudah terlewat beberapa menit.
"Maaf, aku baru sampai!" ucap Chris yang datang secara tiba-tiba.
Chris yang ternyata berlari dari area parkir menuju ruangan, terlihat mengatur nafasnya yang tersengal.
"Dari mana saja kamu? Kenapa kamu baru datang?" geram Mamanya, menatap tajam Chris.
"Maaf Ma, aku tadi bangun kesiangan," jawab Chris, melirik ke arah Mia yang terlihat anggun dan cantik dengan balutan kebaya modern berwarna putih.
"Terlalu banyak alasan! Kata Dika tadi malam kamu tidak menginap di rumahnya, kemana saja kamu?" tanya Papa Chris, menahan emosinya.
Chris menatap tajam Dika, tapi yang ditatap hanya menampilkan ekspresi biasa saja."Kenapa Chris? Untung kamu cepat datang, kalau tidak. Beh, bisa-bisa aku yang menggantikan calon mempelai prianya," ejek Dika.
Hati Chris terasa panas mendengar ejekan Dika, ingin sekali Chris memukul mulut Dika. Tapi, gerakannya terhenti saat seseorang memanggil namanya.
Di dalam ruangan kini Chris dan Mia duduk bersebelahan, di hadapan mereka kini seorang pria berjas hitam dan berpeci hitam duduk.
Orang tua Chris dan Dika duduk di samping kiri Chris. Keduanya terlihat sudah tidak sabar ingin mendengar putra mereka mengucapkan kalimat sakral itu. Kemarahan dan emosi yang tadi memuncak, kini reda dan mereka simpan dulu.
Mia nampak menunduk malu, sedangkan Chris nampak gugup saat pak penghulu mulai menjabat tangan kanan Chris. Detak jantungnya seakan berdebar keras seperti genderang. Keringat mulai terlihat jelas di kening Chris.
"Sudah siap Mas?" tanya Penghulu, mengulas senyum ke arah Chris.
"Siap Pak," jawab Chris spontan.
Pak penghulu nampak membimbing Chris mengucapkan kalimat sakral itu. Chris mengucapkan kalimat itu dengan fasih dan dengan satu kali tarikan nafas. Tubuh Mia seakan bergetar mendengar kalimat itu terucap dari mulut pria asing yang ada di sampingnya.
Dika dan kedua orang tua Chris saling melempar senyum mendengar saksi berkata sah. "Selamat Chris," ucap Dika, menghampiri Chris.
"Dika, acara masih berlanjut. Duduk di sini saja!" omel Mama Chris yang melihat Dika menghampiri Chris yang masih belum selesai.
"Hehehe, maaf Tan. Terlalu senang aku melihat Chris akhirnya menikah, jadi tidak sadar kalau pak penghulu sedang membaca doa," sahut Dika, tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Chris menyodorkan telapak tangannya ke arah Mia, dengan ragu Mia meraih tangan itu dan mulai mencium punggung dan telapak tangan itu bergantian. Air mata Mia jatuh begitu saja mengenai telapak tangan Chris.
Chris yang menyadari jika Mia saat ini sedang menangis, spontan mencium puncak kepala Mia dengan lembut.
Dika hampir saja tertawa keras saat melihat Chris langsung mencium Mia tanpa diminta atau aba-aba.
"Jangan membuat keributan!" tegur Papa Chris.
Dika terpaksa diam, dan menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua tangannya.
Katanya tidak cinta, katanya hanya Tasya seorang yang ada di hati. Tapi, main nyosor aja tuh Chris. Dasar Chris sombong, sok jual mahal segala. Lihat saja nanti, kalau dari roman-romannya, diantara keduanya nanti pasti saling jatuh cinta. Dan, perjanjian kontrak itu, pasti akan dibuang begitu saja, batin Dika mentertawakan Chris dalam hati.
Mia terdiam saat bibir Chris mengecup puncak kepalanya hangat, kecupan yang seharusnya sebentar, entah mengapa tidak selesai juga. Chris seakan terhanyut dengan suasananya.
"Chris, udah dulu nyosornya! Nanti di rumah saja!" bisik Dika, berinisiatif menghampiri Chris.
Mendengar bisikan Dika, Chris dengan cepat menjauhkan dirinya. Dipandangnya semua orang, lalu tersenyum kikuk menahan malu.
Pak penghulu dan para saksi hanya tersenyum saja melihat tingkah Chris, mereka semua memakluminya dalam arti itu adalah hal yang lumrah.
"Selamat Mas Chris dan Mba Mia, kalian berdua sudah jadi suami istri yang sah menurut agama dan negara. Semoga rumah tangga kalian berjalan sesuai ajaran agama, sakinah, mawaddah, warohmah. Aamiin," ucap Pak Penghulu itu mendoakan kebaikan atas pernikahan Mia dan Chris.
Semua orang yang berhadir di acara sakral itu bersorak mengucapkan aamiin, tidak terkecuali Mia dan Chris. Keduanya tanpa sadar juga mengucapkan kata yang sama di dalam hati mereka masing-masing.
Tidak ada acara mewah, tidak ada pesta atau pun acara syukuran yang diadakan di kediaman Chris ataupun tempat lainnya. Setelah selesai acara nikah di kantor KUA, Chris membawa Mia untuk tinggal di apartemen miliknya.
"Kenapa tidak tinggal di rumah saja Chris? Kenapa kamu membawa Mia tinggal di apartemen kamu?" protes Mama Chris.
"Ma, aku hanya ingin hidup mandiri bersama Mia. Aku tidak ingin selalu merepotkan Mama dan Papa" bela Chris.
"Chris, semua yang kamu katakan itu memang benar dan bagus. Tapi, Mama kamu juga benar, masa baru saja menikah, kamu langsung keluar dari rumah? Paling tidak menginap di rumah satu atau dua malam dulu setelah acara ini. Setelah itu, kami juga tidak akan melarang atau mengatur kamu lagi," jelas Papa Chris.
"Kayaknya Chris sudah enggak tahan lagi Om, pengennya berduaan saja," ledek Dika, langsung mendapat sorotan tajam dari Chris.
"Apa yang Papa kamu katakan benar! Biarkan kami mengenal lebih dekat lagi menantu baru kami, jangan seenaknya kamu saja Chris!" omel Mamanya.
Dengan sangat terpaksa Chris hanya bisa mengalah, dirinya memang sudah berniat mengajak Mia tinggal di apartemennya, Chris berpikir itu pasti akan lebih baik untuknya dan bisa lebih leluasa lagi.
"Baiklah Ma, tiga hari ke depan aku dan Mia akan kembali ke apartemenku, dan untuk sementara ini, kami tinggal di rumah Mama dulu," sahut Chris.