BAB 7

3568 Words
Bangunan bernama Solomon ini tiba-tiba saja menyala terang, menyinari seluruh tempat di antara pepohonan bambu ini, termasuk aku yang berdiri di dalamnya, sinarnya lebih terang di ruangan mungil ini, membuat mataku menyipit secara reflek karena terlalu silau. Kemudian, secara perlahan, cahaya terang ini meredup, dan akhirnya lenyap tak tersisa, aku pun bisa membuka mataku kembali, dan tempat ini tidak ada yang berubah sama sekali, kukira akan ada keanehan lagi seperti sebelum-sebelumnya, dari dalam, aku bisa memandang Sun yang menungguku di luar sambil berdiri memperhatikanku, senyuman tipisnya menghiasi wajahnya. Setelah keluar dari ruangan mungil ini, aku menghampiri Sun, kemudian, dengan pelan-pelan, aku mencoba membuka mulutku untuk berbicara padanya. Semoga kemampuan bicaraku bisa sembuh. Sebenarnya saat mulutku terbuka, aku agak kaku untuk menggerakkan bibirku. "Ayo, sekarang, cobalah bicara padaku, Biola. Aku yakin, penyakitmu sudah sembuh." ucap Sun padaku berniat menyemangatiku, aku senang mendengarnya. "Te-Te-Terima ka-kasih." Astaga! Aku berhasil! Aku berhasil! Aku tidak menyangka akan berhasil dengan secepat ini! Kukira akan sedikit lebih sulit dan lama untuk bisa berbicara, tapi ternyata sangat mudah dan cepat! Aku bahagia sekali! Melihat diriku yang gembira karena bisa berbicara membuat Sun menyilangkan tangannya di d**a dengan tertawa kecil, ikut bergembira atas apa yang terjadi padaku. "Benar, kan? Solomon tidak pernah sekali pun membuat kesalahan dalam menyembuhkan penyakit makhluk hidup selama beribu-ribu tahun, tulangku juga dulu pernah hancur tak tersisa, tapi setelah aku disarankan untuk masuk ke dalam Solomon oleh rekan-rekanku, tanganku yang hancur dengan secepat kilat sembuh seperti tak terjadi apa pun." "Aku sangat berterima kasih padamu, Sun, berkat pertolonganmu, aku bisa masuk ke dalam dunia ini dan penyakit bisuku bisa sembuh." Ini adalah pertama kalinya aku bisa berkata panjang lebar, mendengar ucapanku, Sun menganggukkan kepalanya. "Aku tak pantas menerima ucapan terima kasihmu, Biola, karena aku tidak melakukan apa pun. Daripada itu, karena kau sudah bicara, mari kita pergi ke rumahku. Aku sangat lapar soalnya." Aku terima ajakannya dan berjalan di samping Sun, di perjalanan kami mengobrol panjang lebar mengenai segala hal, aku senang, akhirnya aku bisa berinteraksi dengan orang lain secara normal. Dan di dalam obrolan tersebut, ada satu pembahasan yang membuatku sedikit malu untuk meresponnya. Dimulai dari pertanyaan yang dilontarkan oleh Sun padaku, "Ngomong-ngomong, aku penasaran, apa yang kau teriakkan di dalam hatimu saat kita akan membuka portal menuju dunia ini, Biola?" Lantas, mendengar hal itu, aku langsung gugup dan kikuk, bingung untuk menjawab pertanyaan itu, apakah aku jujur saja? Tapi itu sangat memalukan! Apakah aku bohong saja? Sayangnya, aku tak pandai berbohong. "Mengenai itu... Aku pikir, kau tidak perlu mengetahuinya, Sun, soalnya--" "Kumohon! Biola! Aku berjanji tidak akan menertawakanmu atau pun membeberkan hal ini pada siapa pun! Ayolah, kumohon! Aku berjanji!" Mukaku seketika memerah, bagaimana ini!? Aku malu mengungkapkannya! Apa memang harus, ya? Aduh! Aku malu sekali jika Sun mengetahuinya! Tapi, baiklah, karena dia memaksaku, apa boleh buat, tapi kuharap Sun langsung lupa apa yang kukatakan, semoga saja. "Saat itu, aku berteriak 'aku ingin punya enam kesatria yang bisa melindungiku setiap saat', itulah yang kuteriaki." Aku mengatakannya sambil menundukkan kepala saking malunya, tak mampu menegakkan kepalaku lagi setelah mengungkapkan hal memalukan itu pada Sun. "Wa-Wah! I-Itu hebat sekali! HAHAHAHAHAHAHAA!" Dan ternyata, janji yang dia ucapkan barusan telah diingkari, Sun tertawa terpingkal-pingkal mendengar ungkapan jujurku. Dia bahkan terus-terusan memegangi perutnya yang kesakitan karena tertawa. Bibirku langsung cemberut, dan mataku melototi tanah, karena kesal mendengar Sun menertawakanku sampai berlebihan begitu. Sudah kuduga, harusnya aku tidak mengatakannya! Aku terlanjur malu! Bodohnya diriku! Tapi, ketika aku sudah mampu kembali menegakkan kepalaku, dan mencoba tak mendengarkan gelak tawa dari Sun untuk tetap berjalan serta menatap ke depan, tiba-tiba ada pemandangan yang mengejutkan jauh beberapa meter di depan kami. Sun mungkin tak menyadarinya karena dia masih tertawa terbahak-bahak, hanya aku yang melihatnya, empat lelaki, tidak, enam lelaki yang menunggangi kuda. Mereka berenam memakai baju zirah dengan warna yang berbeda-beda, dan keenam lelaki itu mempunyai wajah yang rupawan. Sesaat ketika kuda mereka melewati Sun dan aku, aku bisa mendengar hembusan napas mereka yang terengah-engah, aku terus memandanginya walau mereka sudah jauh di belakang kami dan hanya punggungnya saja yang bisa kulihat, tapi serius! Aku merasakan sesuatu dari enam lelaki yang menunggangi kuda itu, seperti suatu saat nanti, aku akan kembali bertemu dengan mereka. Tapi lupakan! Mungkin itu hanya firasatku saja, tak ada yang perlu diseriuskan, karena tidak mungkin juga aku akan kembali bertemu dengan mereka, apalagi kelihatannya mereka adalah orang-orang dari kalangan bangsawan, terlihat dari penampilannya. * * * "Kita telah sampai! Biola!" Kami sudah tiba di depan sebuah rumah berbentuk jamur, diantara pepohonan raksasa yang menjulang tinggi. Aku terpukau dengan bentuk rumahnya yang unik, persis seperti ciri khas rumah dari dunia dongeng yang sering kulihat di film. Sun mempersilakanku untuk memasuki rumah jamurnya, dan aku pun masuk ke dalamnya, dan woah, tidak pernah kukira kalau di dalamnya sangat luas, padahal rumah ini jika dilihat dari luar tampak sempit dan kecil. Aku duduk di bangku empuk berbahan jamur, sepertinya semua perabotan rumah milik Sun terbuat dari jamur. "Indah sekali rumahmu, Sun! Aku suka pada bentuk rumahmu dan semua perabotannya, tak pernah kubayangkan jika jamur bisa diubah menjadi berbagai aneka benda seperti sofa, lemari, meja, dan sebagainya. Bagaimana caramu membuatnya, Sun?" Sun hanya mengedikkan bahu mendengar ucapanku, seraya berjalan mendekati lemari es dan mengambil sebuah minuman segar, dia berikan sebotol minuman padaku dan dia pun duduk berdampingan denganku di bangku. "Mudah, kok. Asal kau tahu ilmunya, benda apa pun bisa dibuat hanya dari sebuah jamur, Biola. Tapi ini masih belum seberapa jika dengan rumah orang lain, kau akan terkejut jika memeriksa tiap rumah di sini, karena banyak hal unik yang akan kau lihat nantinya." Aku mengernyitkan alis mendengarnya. "Benarkah? Aku jadi ingin mengunjungi tiap rumah, bolehkah aku melakukannya sekarang?" "Jangan, Biola! Aku hanya bercanda, jangan dilakukan, itu akan membuatmu disangka pencuri oleh pemilik rumah jika kau masuk seenaknya." ucap Sun padaku dengan memasang wajah menyeramkan. "Mau tidur? Sepertinya kau lelah sekali, Biola." "Aku tidak lelah," jawabku dengan singkat, lalu aku kembali melanjutkan, "Bolehkah aku bertanya padamu mengenai suatu hal, Sun?" "Silahkan, selama itu menyangkut dunia dongeng." Aku menarik napas panjang sebelum bertanya, karena aku yakin dia pasti akan tertawa lagi jika mendengar hal ini. "Saat di perjalanan, ketika kau sedang menertawaiku, aku sempat melihat enam lelaki berzirah yang menunggangi kuda melewati kita. Siapa sebenarnya mereka?" "Hah? Enam lelaki berzirah? Jangan bilang ini terhubung dengan harapanmu yang itu, Biola? Hahahaha!" Lagi-lagi Sun menertawaiku, tapi aku langsung berkata, "Bukan! Ini benar-benar nyata! Aku melihat mereka! Enam lelaki itu menunggangi kuda, mereka terlihat kelelahan seperti baru pulang dari sebuah misi yang berat!" Seketika, Sun menghentikan tawanya dan menatapku dalam-dalam, kemudian ia berbisik ke telingaku, "Oh, aku ingat sekarang, mereka adalah enam kesatria muda yang memimpin squad-squad terkenal di kerajaan. Dan katanya, hanya enam squad saja yang diakui oleh raja, dan mereka berenam lah yang menjadi kapten dari squad-squad tersebut!" Aku mengangkat sebelah alisku dengan terheran-heran. "Tunggu-tunggu, apa itu 'squad'? Aku tidak mengerti!" Sun kembali berbisik padaku, "Squad adalah sebuah kelompok penyihir yang mengabdikan diri mereka pada kerajaan untuk menjalankan berbagai misi yang diberikan oleh sang raja!" kata Sun dengan antusias. "Oh, Biola, apakah kau juga ingin masuk ke dalam sebuah squad?" "Masuk ke dalam sebuah squad? Bagaimana caranya?" Sun menyeringai mendengar pertanyaanku. Cahaya terik matahari memasuki celah-celah jendela rumah jamur milik Sun, membanjiri lantai dengan sinarnya, debu-debu yang ke sana kemari, beterbangan di garis cahaya hingga bersembunyi di balik tirai jendela. Suara burung yang bercuit-cuit saling menyahut dengan teman-temannya menjadi musik latar belakang yang indah di dalam rumah ini, sedangkan penghuninya tengah berbincang-bincang dengan seorang gadis pendatang, yaitu diriku sendiri, Biola Margareth. Kami berdua membahas tentang sebuah squad penyihir yang ada di kerajaan, dan aku tertarik untuk menjadi seorang penyihir agar bisa bertemu dengan enam kesatria--ah, tidak, maksudku, agar bisa berguna bagi dunia ini, tidak mungkin jika aku hanya menikmati keindahan dunia dongeng tanpa melakukan apa pun di sini. Karena itulah aku memantapkan diri untuk menjadi seorang penyihir, dan Sun mendukungku. "Bagaimana caranya agar aku bisa menjadi seorang penyihir dan masuk ke dalam squad di kerajaan, Sun?" Mendengar pertanyaanku, Sun langsung menyeringai dengan sangat mengerikan, dia seperti telah mendapatkan hal yang sangat dinantikannya selama ini. "Pilihan yang bagus, Biola!" Sun berseru dengan sangat antusias, dia kelihatan bersemangat sekali. "Ayo, minum dulu air yang kuberikan padamu, Biola. Karena sebentar lagi, aku akan mengajarkan dirimu untuk menjadi seorang penyihir seutuhnya!" Aku langsung meneguk botol minuman yang kugenggam dengan cepat dan kusimpan benda itu ke meja setelah dirasa habis, kemudian bertanya, "Jadi, pertama-pertama apa yang harus kulakukan untuk menjadi seorang penyihir seutuhnya?" Sun tiba-tiba beranjak dari sofa dan menarik lengan kananku agar aku mengikutinya ke sebuah tempat yang tak kuketahui. Kami berjalan melewati lorong sempit yang sepertinya mengarah ke dalam perut pohon raksasa yang ada di belakang rumahnya. Ketika sampai, aku terkagum-kagum dengan tempat ini, ruangan ini bentuknya bulat, lantainya terbuat dari lumut-lumut yang menjamur di seluruh tempat, sedangkan atapnya sangat jauh dan tinggi, lubang-lubang yang memutari tubuh pohon raksasa menjadi jendela bagi ruangan ini, cahaya yang masuk berubah jadi berwarna hijau. "Semuanya hijau, ya? Dan atapnya terlalu tinggi untuk dicapai." ucapku dengan terbinar-binar memperhatikan tiap sudut tempat ini. "Karena cukup luas, aku pikir ruangan ini bisa dijadikan sebagai tempat latihan menari." "Hah? Menari? Kau suka menari? Dari pada membahas itu, ayo kita mulai untuk melatihmu menjadi seorang penari--ah, bodoh, maksudku, penyihir!" kata Sun dengan tatapan semangat yang bergelora. "Sekarang, berdirilah di hadapanku, Biola!" Aku menuruti permintaan Sun untuk berdiri di depannya, kemudian, aku menatap matanya dengan intens, sedangkan yang ditatap, hanya tersenyum tipis. "Mula-mula, aku akan menjelaskan syarat-syarat untuk menjadi seorang penyihir! Pertama! Kau harus punya tujuan jelas mengapa kau mau jadi seorang penyihir! Kedua! Kau harus punya kekuatan sihir! Ketiga! Jika kau ingin jadi penyihir resmi, maka harus mendaftar di kerajaan, tapi jika kau ingin jadi penyihir liar, kau tak perlu mendaftar ke sana. "Keempat! Kau harus bergabung dalam sebuah squad penyihir agar bisa berinteraksi dengan penyihir selain dirimu! Mau kau penyihir resmi atau liar, sebuah squad sangat penting untuk kehidupanmu sebagai seorang penyihir! Dan yang terakhir! Kau harus mengabdikan dirimu kepada sang raja, tidak peduli kau penyihir resmi atau pun liar!" Aku terkejut mendengar penjelasan dari Sun, jadi begitu, ya, penyihir pun ada yang resmi dan liar, tapi, walau aku seorang penyihir liar pun, aku tetap diwajibkan untuk mengabdikan diri kepada sang raja. Sungguh mengagumkan. "Bolehkah aku bertanya sesuatu?" "Silahkan." jawab Sun dengan cepat. "Tadi kau bilang, seorang penyihir harus punya kekuatan sihir? Tapi seperti yang kau lihat, aku tidak memiliki kekuatan sihir sedikit pun, apakah aku bisa menjadi seorang penyihir dengan keadaan begini?" "Sayangnya, tidak bisa, Biola," Mendengar itu langsung membuat wajahku murung seketika. "Kecuali kau mau untuk membangkitkan kekuatan sihirmu, pasti bisa!" Mukaku kembali segar kembali setelah mendengar hal itu. "Benarkah? Apakah aku bisa membangkitkan kekuatan sihirku? Tapi bagaimana caranya?" "Tentu saja kau bisa membangkitkannya! Caranya dengan mengalahkan makhluk yang paling kau takuti dari mimpi burukmu!" Saat mendengar itu, mataku langsung terbuka lebar, karena ini pasti akan sangat berat. Dari sekian mimpi buruk, aku ingat sekali, ada satu mimpi yang bahkan membuat diriku hampir sekarat dan dibawa ke rumah sakit karena tegang yang berlebihan, kejadiannya saat aku masih berusia lima tahun. Di dalam mimpi itu, aku bertemu dengan manusia aneh yang memiliki rambut perak di sekujur tubuhnya sampai menutupi wajahnya, tapi dia tidak memiliki tubuh bagian bawah yang meliputi p****t, paha, dan kaki, walau begitu, dia bisa berdiri dengan melayang di udara. Dan, dia selalu bergumam "Aku ingin membunuh!" berkali-kali. Di dalam mimpi, saat itu aku berada di sebuah perkampungan yang sepi dan menyeramkan, dan keadaanku sedang bersembunyi di rumah warga, aku mengintip dari jendela, melihat makhluk mengerikan itu dengan kaki yang gemetar saking takutnya. Puncak dari mimpi itu adalah saat dia menoleh padaku dan masuk ke rumah yang kutempati karena sadar ada yang selalu memperhatikannya, dan dia berhasil menemukanku yang bersembunyi di kolong ranjang. Dengan bergumam 'Aku ingin membunuh!' terus menerus sambil memandangiku yang ketakutan berhasil membuatku bangun dari tidur dengan keringat yang membanjiri seluruh tubuhku. Dan sekarang, aku diperintahkan oleh Sun untuk mengalahkan makhluk yang paling kutakuti di mimpi burukku untuk mendapatkan kekuatan sihir? Apa yang harus kulakukan! Soalnya aku yakin dia akan menjadi lawanku! Karena hanya mimpi itu yang sampai saat ini membuatku ketakutan! "Bagaimana? Apa kau siap, Biola?" Aku mengerlingkan mataku ke arah lain mendengar Sun bertanya padaku, aku bingung harus menjawab apa, soalnya aku tidak ingin bertemu lagi dengan manusia aneh itu, tapi jika aku menolaknya, maka aku tidak bisa menjadi seorang penyihir. "Ba-Baiklah, aku siap." "Hm? Nada suaramu tiba-tiba gugup, ada apa? Apakah kau sudah menyerah duluan sebelum bertarung, Biola? Aku tak tahu makhluk seperti apa yang membuatmu ketakutan, tapi aku yakin kau bisa mengalahkannya, karena mau semenyeramkan apa pun, makhluk itu hanyalah hasil dari imajinasimu saja, tidak ada yang perlu dicemaskan!" Aku menghembuskan napas, menatap wajah Sun dengan memasang muka khawatir. "Apakah aku harus membunuhnya untuk dapat mengalahkannya?" Sun segera menanggapi pertanyaanku. "Tentu saja, entah memakai cara apa, itu terserah padamu, yang penting, kau harus bisa membunuhnya!" "Lalu, jika aku tidak bisa mengalahkannya atau bisa dibilang 'kalah' darinya, apakah aku terbunuh dalam pertarungan tersebut?" Seketika, Sun tidak langsung menjawab pertanyaanku, dia diam sejenak dalam beberapa detik hingga akhirnya berkata, "Kuharap, kau bisa memenangkannya, Biola." Dengan wajah serius dia berucap demikian padaku. Dari jawabannya saja, aku bisa tahu apa maksudnya, jika aku kalah dalam pertarungan, maka aku akan terbunuh. Pasti itu yang Sun maksud dalam ucapannya. Bagaimana ini!? Saat ini aku tak tahu apa yang harus kulakukan. "Ba-Baiklah, aku paham sekarang, kita mulai saja, Sun, aku akan segera mengalahkan makhluk dari mimpi burukku agar bisa menjadi seorang penyihir dan bertemu dengan enam--ah tidak, maksudku---" "Jangan mengelak, Biola. Katakan saja apa yang kau inginkan agar bisa menyemangati mentalmu! Aku tidak akan menertawakanmu kali ini!" "Be-Begitu? Baiklah! Aku akan berjuang demi bisa bertemu dengan ENAM KESATRIA KERAJAAN!" Tiba-tiba, Sun berlari menjauhiku, dia berdiri di sudut ruangan, sepertinya ritual ini akan segera dimulai, aku harus siap untuk melawan makhluk menyeramkan yang muncul di hadapanku nantinya. Aku menunggu, terus menunggu kedatangan makhluk dari mimpi burukku, tapi masih belum muncul juga. Ada apa ini? Mengapa dia belum muncul-muncul juga? Apakah ada kesalahan? Aku menoleh pada Sun yang berdiri di sudut ruangan, tapi dari wajahnya, dia berkata padaku 'tenang saja, dia pasti muncul, bersabarlah sebentar lagi', begitulah yang dapat kusimpulkan dari raut muka Sun. Setelah itu, dengan samar-samar, aku seperti mendengar seseorang yang bergumam tanpa henti. "Aku ingin membunuh! Aku ingin membunuh! Aku ingin membunuh! Aku ingin membunuh! Aku ingin membunuh! AKU INGIN MEMBUNUH!" Astaga! Akhirnya dia muncul! Ini mengerikan! Saat ini, aku bersama Sun sedang berada di dalam perut pohon raksasa, tujuan kami pergi kemari adalah untuk melatih diriku agar bisa membangkitkan kekuatan sihir, aku diwajibkan untuk menghadapi makhluk yang paling kutakuti di dalam mimpi burukku, jika aku kalah, maka aku akan terbunuh di sini. Satu-satunya cara untuk mengalahkan makhluk tersebut adalah dengan membunuhnya, entah pakai cara apa, itu terserah padaku, yang penting lawanku harus mati di tanganku. Astaga! Tapi itu benar-benar mustahil, bayangkan saja, melihat wujudnya saja pasti membuatku ketakutan, apalagi untuk membunuhnya? Sayup-sayup, aku bisa mendengar sebuah gumaman aneh yang diulang terus-menerus, suaranya semakin dekat dan dekat, hingga akhirnya tampaklah sebuah makhluk yang sangat kutakuti, tepat beberapa meter di depanku, dia melayang-layang dengan tubuh yang seluruhnya tertutupi oleh bulu berwarna perak, ia menggumamkan 'aku ingin membunuh!' berkali-kali hingga telingaku hampir pecah. Belum apa-apa, keringatku sudah bercucuran sampai membasahi pakaianku, kedua kakiku bergetar, mataku melotot saking kagetnya melihat penampakan makhluk tersebut yang muncul secara mendadak di depanku. "Biola!" Sun yang mengamati pertarunganku dari sudut tempat ini berseru padaku. "Kalahkan rasa takutmu! Anggap saja dia itu hanya boneka jerami! Jangan takut! Biola!" Aku mencoba mengepalkan tanganku dan menganggukkan kepalaku, mengisyaratkan pada Sun bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan, aku pasti akan mengalahkannya, bagaimana pun caranya. "Jika kau sangat ingin membunuh, cobalah bunuh aku, makhluk jelek!" raungku pada makhluk aneh itu, kepalanya yang dipenuhi bulu berwarna perak menoleh padaku, kelihatannya dia sedang memperhatikanku dengan serius. "Aku ingin membunuhmu!" Dengan cepat, makhluk aneh itu terbang, melesat padaku, aku yang kondisinya sedang tak begitu siap, langsung meloncat ke samping, alih-alih terjatuh ke lantai, perutku malah ditubruk oleh kepala makhluk berbulu itu sampai terbatuk-batuk dan ambruk ke lantai dengan meringis kesakitan. Tidak puas, makhluk aneh itu segera terbang tinggi, lalu dengan ekstrim, dia jatuhkan tubuhnya secara sengaja agar bisa menindih tubuhku dengan keras, sadar akan terkena bahaya, aku cepat-cepat merangkak untuk menghindari bantingan dari tubuh makhluk tersebut. Aku terus merangkak secepat mungkin agar bisa selamat dari tindihan tubuhnya yang jatuh, karena aku bisa membayangkannya kalau rasanya pasti akan menyakitkan. "Semangat Biola! Jangan sampai kalah dari makhluk menjijikan itu!" Sun berteriak-teriak dari sudut ruangan untuk menyemangatiku, aku senang mendengarnya, karena itulah aku tidak boleh kalah dari pertarungan pertamaku. Jika aku kalah, aku tidak pantas menjadi seorang penyihir! BRAK! "URGH!" Ini sakit sekali, aku berani bersumpah. Tubuh makhluk itu berhasil mengenaiku, dia jatuh tepat di punggungku, padahal aku yakin sudah berpindah posisi, tapi mengapa? Rasanya sangat menyakitkan ketika punggungku tertimpa tubuh yang jatuh dengan begitu kencang, aku bahkan mual karena isi perutku jadi sedikit berantakan. "Apa kau baik-baik saja, Biola!?" Aku segera melirik pada Sun dengan tersenyum padanya, menandakkan kalau aku baik-baik saja, walau sebenarnya aku sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Perut dan punggungku sedang kesakitan, rasa nyerinya masih belum hilang, tapi jika aku terus-terusan tidak bisa bergerak, maka aku pasti akan terkena serangan lawanku lagi. Setelah menindihku, makhluk berbulu perak itu melayang-layang kembali di langit-langit ruangan, sembari bergumam, "Aku ingin membunuh! Aku ingin membunuh!" Tanpa henti. Kedua tanganku bergetar, tapi aku mencoba bangkit dari posisi terbaring di lantai karena aku tidak bisa terus-terusan seperti ini. Aku harus memberikan perlawanan padanya! Ya, aku harus membalas perbuatannya padaku, walau aku takut melihat wujudnya yang menyeramkan. Rambut merahku yang panjang tergerai dengan kusut, seluruh tubuhku lecet di sana-sini, rasa nyeri masih bergejolak di dalam perutku, tapi aku tidak akan diam saja, ini sudah sangat keterlaluan. Sekarang, aku harus membuat rencana agar bisa mengalahkannya sampai dia mati! Ayo! Berpikirlah! Berpikirlah! Kumohon, berikan aku sepercik cahaya agar aku bisa menemukan jalan keluar dari pertarungan ini. Aku tersentak, secara mendadak, aku mendapatkan suatu ide brillian yang dapat mengalahkan makhluk aneh itu dengan cepat, baiklah, aku akan ambil ide itu! Aku menoleh pada Sun yang berdiri di sudut ruangan, "Apa tipe sihirmu, Sun!?" seruku pada Sun dengan raut muka serius. "KEGELAPAN!" sahut Sun dengan berteriak kencang padaku. Aku tersenyum mendengarnya, bagus, sesuai rencana! "Bisakah kau selimuti ruangan ini dengan kegelapan sampai kau sendiri tak bisa melihat apa pun?" pintaku dengan nada yang memohon. "Eh? Aku bisa sih, tapi untuk apa, Biola!?" tanya Sun dengan polos karena dia tak paham apa yang kurencanakan. "LAKUKAN SEKARANG! KUMOHON!" Sun langsung mengangguk mendengar teriakanku, kemudian, dia segera merapalkan suatu mantera di mulutnya dan perlahan-lahan cahaya dari sinar matahari lenyap dan semakin menghilang, sampai akhirnya ruangan ini gelap gulita. Saat ruangan ini sudah gelap, aku bisa mendengar kalau makhluk dari mimpi burukku itu kebingungan, dari nada gumamannya saja, dia terdengar seperti orang yang terheran-heran mengapa tempat ini jadi gelap gulita. Aku bersyukur karena makhluk yang paling kutakuti ini termasuk tipe makhluk yang sangat bodoh, karena yang ada dipikirannya hanyalah keinginannya untuk membunuh sesuatu, selain hal itu, dia tidak memikirkan apa-apa lagi. Inilah kesempatanku untuk menunjukkan kalau makhluk kuat pun akan kalah saat melawan makhluk cerdas! Aku berlari memutari ruangan ini yang kebetulan bentuknya bulat, sengaja menimbulkan bunyi langkah kaki agar makhluk itu terkecoh dengan suara tersebut. Aku ingat, saat makhluk aneh itu terbang, pasti akan ada suara angin sekelebat, dan sekarang, aku menunggu munculnya tanda suara itu. Sambil menunggu, aku terus berlarian, memutari tempat ini, dengan mengencangkan suara langkah kakiku secara sengaja. SWUSH! Aku mendengarnya! Suara itu muncul! Itu artinya dia telah terkecoh dengan suara langkah kakiku. BRUK! Kemudian, aku mendengar bunyi sesuatu yang menabrak dinding, suara itu pasti berasal dari makhluk aneh itu yang tertabrak tembok karena terbang dengan kecepatan tinggi secara berlebihan di tempat yang gelap seperti ini. "NYALAKAN LAGI TEMPAT INI! SUN!" Perlahan-lahan kegelapan yang menyelimuti tempat ini mulai menghilang, tergantikan dengan cahaya matahari yang masuk melalui lubang-lubang kecil di dinding. Dan dugaanku benar, ketika tempat ini nyala kembali, dengan jelas, aku bisa melihat kalau makhluk menyeramkan itu telah menabrak tembok hingga dirinya kini sedang terbaring di lantai, menahan rasa nyeri pada tubuhnya. Aku melangkahkan kakiku, menghampirinya. Entah kenapa, rasa takutku pada makhluk itu sudah menghilang, digantikkan dengan rasa benci karena dia sebelumnya telah menyakitiku. "Ini waktunya pembalasan." ucapku dengan tegas sambil mataku terus memandangi tubuh makhluk itu yang masih tak berdaya di lantai. "Aku ingin membunuhmu! Aku ingin membunuhmu! Aku ingin membunuhmuuu!" Makhluk itu masih tak mau berhenti untuk menggumamkan keinginannya yang ingin membunuh, dan kali ini, dia ingin membunuhku. "Maaf saja, aku tak bisa menyerahkan nyawaku secepat ini padamu, karena aku masih punya urusan di dunia ini! Sekarang, aku akan membebaskanmu dari penderitaan itu, kau akan kulenyapkan tanpa rasa sakit." Aku langsung berlari mengambil sebuah ranting pohon yang tergeletak di sisi ruangan, kebetulan sekali, ujung rantingnya sangat runcing dan tajam, aku yakin sekali jika manusia tertusuk oleh benda ini, akan langsung mati. Karena itulah, aku akan menggunakan cara tersebut. "Jangan membunuhku! Jangan membunuhku! Jangan membunuhku! Jangan membunuhku!" Tiba-tiba saja, gumamannya berubah menjadi permohonan untuk tidak dibunuh olehku. Aku mengayunkan ranting itu pada makhluk menyeramkan itu, kemudian, ZRASH! Aku berhasil menghunuskan ranting tajam itu tepat di jantung makhluk tersebut. "AAAAAAARGH!" Makhluk itu menjerit kesakitan, darahnya yang keluar dari dadanya yang kutusuk muncrat mengenai wajahku, akhirnya mukaku ternodai oleh cairan kental berwarna merah ini. "Selamat tinggal dan jangan pernah muncul lagi di mimpiku, Wahai Makhluk Berbulu." Dan pertarungan ini berakhir dengan kemenanganku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD