Berada di kamar yang sama

1123 Words
Rasanya seperti jutaan tahun telah berlalu, tapi Kai masih tegang saja. Dia duduk diam di atas tempat tidur berukuran besar dan empuk milik bosnya. Rasanya seperti mimpi, tapi dia tidak bisa bergerak dalam mimpi itu. Dia bingung. Anima yang baru saja keluar dari kamar mandinya melihat Kai diam seperti patung, pandangannya kosong. Menatap pada lukisan besar yang menghadap tempat tidur. Anima berdehem, tapi Kai tidak juga merespon. Jadilah Anima mendekatinya, menepuk pundaknya pelan, hanya seperti sentuhan saja. "Kau sedang apa?" Kai terkejut saat tersadar dan rasanya dia mengalami serangan syok tak terkendali. Posisi Anima tepat berdiri di sampingnya, dan aroma wangi sabun menyeruak masuk mendobrak indera penciumannya. "Eh, em kenapa?" Kai berbicara gugup. "Kau menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan baru!" Anima berlalu menuju ruang penyimpanannya, yang sekaligus difungsikan untuk berganti pakaian. Tapi kemudian dia berbalik menatap laki-laki yang masih terlihat bingung. Kai tersenyum canggung, dia benar-benar tidak tahu harus berbicara apa. Duduk diam dengan gelisah, dia tidak tahu harus bagaimana kelanjutannya. "Kau akan terus menatap lukisan di sana, atau segera mandi. Ini sudah hampir petang bukan?" Anima melihat Kai dengan tatapan aneh. Kai sendiri tergagap berdiri dan langsung menuju kamar mandi. Dia malu, karena Anima mengetahui dia menatap lukisannya secara terang-terangan. Lukisan itu adalah gambaran cantik Anima yang hanya mengenakan pakaian tipis, tapi posenya tidak mengekspos apa yang seharusnya tidak terlihat. Begitu sudah berada di kamar mandi, Kai memegang dadanya yang sudah berdebar-debar. Rasanya jantungnya akan melompat jika dia tidak memegangnya. "Tenang Kai, calm down!" Kai sangat gugup, ini pertama kalinya dia berada satu ruangan dengan wanita, terlebih itu adalah bosnya yang memiliki penampilan jauh di atas rata-rata wanita biasa. Ini bukan tentang penampilan menarik, tapi tentang dia yang merasa sangat rendah jika dibandingkan dengannya. "Gue harus mandi yang bersih!" pikir Kai melihat penampilannya di cermin. Setelah selesai, Kai tidak membawa pakaiannya, maka dia harus mengambil dulu di tasnya. Tapi dia tidak menemukan lagi tasnya. Kai akan mencari, saat tiba-tiba pintu kamar terbuka. "Kau baru selesai, pakaianmu ada di lemariku. Aku tidak suka barang yang tergeletak di lantai, merusak pemandangan!" ucap Anima agak sarkasme, tapi Kai hanya dapat merasa bersalah, dan memberanikan diri masuk dalam ruangan lain yang difungsikan sebagai ruang penyimpanan. Ada kaca besar menyambut pandangan Kai. Dia melihat ada satu lemari besar dengan banyak pintu berderet. Pakaiannya hanya sekitar lima stel, lalu sekarang berada di mana? Kai membuka setiap pintu, dan menemukan satu ruang dalam lemari itu berisi pakaiannya yang sudah tergantung rapi. Ada juga pakaian dalamnya yang terletak di rak atas lemari gantung. Rasanya satu ruang itu jadi sangat kosong, karena hanya berisi sedikit pakaian miliknya dan beberapa lembar pakaian dalam. Telinganya memerah, memikirkan Anima mau meletakkan segitu miliknya di sana. Masih dengan rasa malu yang tidak terlukiskan, Kai buru-buru mengenakan pakaian santainya. Dia berbalik dan menatap pada cermin besar yang memantulkan bayangannya. Melihat apakah dia sudah tampak baik atau belum. Kai keluar dan berjalan menuju meja rias Anima. Dia tidak membawa apapun selain pakaian. Jadi jangankan parfum, dia saja lupa membawa yang gel rambutnya. Dia akan kesulitan menata rambut untuk penampilan kerja. Tapi mengejutkannya, dia melihat ada perlengkapan rias pria. Gel rambut, parfum dan bahkan deodorant pria juga. Dia berjalan menuju pintu kamar, mencari keberadaan Anima. Dan melihatnya sedang duduk menghadap laptop di meja makan. "Nona, maaf. Apakah anda tinggal dengan seorang pria?" Kai tahu dia lancang, hanya saja itu demi sekelumit kekhawatiran di benaknya. "Tidak, kau pikir aku wanita seperti itu?" Anima terlihat kurang suka dalam nadanya, tapi wajahnya tidak menampakkan ekspresi berarti. "Oh, bukan. Maksudku itu, emh parfum itu kupikir milik seseorang!" Kai menunduk, dia tidak berani menatap matanya. "Itu memang milik seseorang!" Anima memutar bola matanya malas, mengerti arah pembicaraan mereka. "Itu milikmu, dan kau bisa membuangnya jika tidak suka!" Anima adalah orang yang teliti, dia terbiasa menyiapkan semuanya dengan teratur, termasuk kebutuhan Kai selama tinggal bersamanya. Kai melebarkan matanya, dia merasa tersanjung, karena Anima memperlakukannya dengan baik. Dari mulai menempatkan pakaiannya di dalam lemari, lalu menyiapkan perlengkapan pribadinya. Dia pikir akan diperlakukan sebagai b***k, tapi Anima tidak memperlakukannya seperti itu. "Terimakasih!" Kai masuk kembali ke kamar. Anima terlihat acuh, kembali dengan kegiatan sebelumnya. Anima tinggal sendirian, kegiatannya tidak banyak selain mengurus pekerjaannya. Dia hanya bekerja dan terus bekerja bahkan di rumah. Itulah kenapa dia bisa sukses seperti sekarang, karena kerja keras tanpa rasa malas. Kai kembali menghampiri Anima di dapur. Dia duduk di depannya, dan tidak tahu akan melakukan apa. Hanya diam, tidak berani mengganggunya. "Bisakah kau pesankan makanan untuk makan malam kita?" Anima mengangkat pandangannya sekilas, dia merasa ada orang menganggur di depannya, dan kasihan melihatnya tidak tahu akan melakukan apa. Kai mengangguk cepat, dia sudah membuka ponselnya, saat tiba-tiba terpikirkan oleh sesuatu. Anima memperlakukannya dengan baik, dan dia ingin membalasnya. "Bolehkah jika saya masak untuk makan malam kita?" tanya Kai penuh harap. "Yah! Terserah!" Anima tidak menolak itikad baik seseorang. Dia bahkan sedikit mengangkat ujung bibirnya. Kai tersenyum senang. Akhirnya dia bisa melakukan sesuatu untuknya. Dia merasa sedikit berguna, dengan melakukan itu. Dia berjalan menuju kulkas besar, dan takjub melihat isinya begitu lengkap. Orang yang tinggal sendirian, memiliki banyak hal dalam kulkasnya. Tapi senyumnya luntur, karena bosnya itu tidak memiliki bahan makanan mentah. Hanya telor dan sosis saja. Isi kulkasnya berisi banyak buah dan beberapa bahan makanan pelengkap. Misalnya keju aneka jenis, s**u kotak, berbagai aneka minuman. Yang paling banyak adalah sisa dari beberapa makanan yang terlihat masih bagus. Kai mengambil telor dan satu paket daging asap. Dia meletakkan di atas meja pantry, dan mulai mengotak-atik kompor. Pertama dia memecahkan telor ke dalam mangkuk, lalu mulai mengiris daging asap sebagai isian. Kai terbiasa memasak, jadi meskipun dia belum pernah memadukan daging asap untuk isian telur kocok, dia berpikir itu pasti enak. "Nona, anda tidak memiliki beras?" Kai mengingat makanan pokok tersebut. Dia sudah mencari di laci-laci, dan tidak menemukannya. "Aku tidak pernah masak nasi. Kau bisa memesan saja!" Anima menyelesaikan kebingungan dengan cara instan. "Saya akan turun ke bawah untuk membeli beras?" Kai berpikir itu tidak sulit. "Terserah!" Anima berjalan menghampiri Kai, lalu mengeluarkan kartu dari kotak kecil dia tas meja. karena sering memesan makanan, Anima menyimpan kartu pembayaran dan ubah cash di sana. "Kau bisa menggunakannya suatu waktu untuk membeli makanan. Aku sengaja menaruhnya di sini!" Anima akan tinggal bersama Kai, maka tidak ada salahnya memberitahukan hal tersebut. "Baik!" Kai tidak mengambil kartu, tapi malah mengambil dua lembar seratus ribuan. Mematikan kompor, Kai akan pergi membeli beras, "Tunggu sebentar!" Kai langsung melangkah cepat menuju pintu keluar. Anima hanya melihat kepergiannya. Dia agak aneh dengan keadaan itu. Biasa tinggal sendiri, melihat Kai akan membeli beras, dia tidak pernah berpikir akan membeli bahan pokok tersebut. Jika bisa memesan, kenapa harus memasak. Tapi Anima tetap menghargai keputusan Kai yang ingin memasak. Dia tidak ingin merusak kebahagiaannya. Meskipun belum ada perasaan yang saling terkait antara keduanya, itu dapat dimaklumi karena mereka belum saling mengenal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD