Demam

1106 Words
Anima saat ini berada di resort utama. Dia hadir dalam acara yang diadakan di sana. Padahal hari ini di resort cabang juga sedang ada acara. Acara pelelangan yang diadakan di resort tersebut mengundang banyak orang penting. Semua pihak penyelenggara berusaha sebaik mungkin agar acara berjalan lancar. "Tama, kenapa mamaku ada di sana?" Anima melihat melalui layar monitor, seorang Maya Lampauta tengah mengambil posisi duduk di kursi VVIP di lantai dua. "Nyonya mendapatkan undangan khusus dari pihak penyelenggara!" Tama menunjukkan daftar tamu yang diberikan oleh pemilik acara. "Mamaku biasanya kurang suka dengan acara seperti ini. Jikapun ada barang yang dia mau, biasanya meminta orang lain untuk datang!" Anima mengenal mamanya tidak terlalu tertarik menghabiskan uang dalam acara lelang. Baginya bersaing dan berakhir kalah itu menyebalkan. "Apakah anda ingin menemuinya?" Tama melirik bosnya, dan nonanya itu menggeleng. "Biarkan saja, dia mungkin ingin menghabiskan uang dengan cara yang berbeda!" Anima hanya akan memantau. Acara berlangsung lancar, hingga akhirnya sampai di puncak acara. Yaitu barang terakhir yang ditawarkan adalah gelang unik dari dinasti Yuan. Gelang yang rumornya mengatakan milik seorang ratu pada jaman tersebut. Ratu itu terkenal cantik, banyak pelamar datang untuk mempersuntingnya, yang pada masa itu dia masih berstatus sebagai putri dari seorang raja yang sedang memerintah. Mendengar deskripsi tentang gelang tersebut. Anima menjadi sangat hijau. Mamanya sangat terbuka sekali menunjukkan kalau dia ingin segera menikahkan anaknya. Lihat saja saat para peserta lelang mulai berebut menawar, mamanya sudah menjadi penawar tertinggi. Tama hampir tidak bisa menahan tawanya. Dia sangat takjub dengan orang-orang di keluarga Lampauta. Selain terpelajar, jiwa bersaingnya juga sangat tinggi. Nyonya Maya tidak membiarkan gelang itu jatuh ke tangan orang lain. "Ayo pergi! Kita sudah tahu hasilnya!" Anima yang sudah merasa badmood tidak lagi ingin melihat sampai akhir. Mamanya benar-benar bisa menjatuhkan moodnya sampai ke dasar. Tama mengikuti di belakangnya. Dia menatap kasihan punggung bosnya. Beban menjadi anak tunggal memang agak berat. Dia menanggung tanggung jawab menjaga perasaan orangtuanya, juga secara bersamaan diharuskan menjalankan kewajiban sebagai anak tanpa dukungan orang lain. "Nona, apakah kita akan ke resort cabang?" Tama melihat bosnya bukannya memencet tombol lift naik, malah turun ke lobby. "Tidak, aku hanya tidak mau terlibat perdebatan lagi dengan mamaku. Dia pasti akan mengunjungi ruanganku sebelum pulang dari sini!" Yang dikatakan Anima tidaklah salah, karena sekarang Maya menemukan putrinya tidak ada di ruangannya. Sekretaris Anima dibuat pusing dengan kekesalan Maya yang tidak menemukan putrinya. Dia benar-benar kesal, karena Anima sangat sulit ditemui. Dia selalu sibuk, hingga sangat jarang pulang ke rumah utama. Di dalam mobil, Anima belum juga sampai apartemen, berita tentang Maya Lampauta memenangkan sebuah lelang, gelang dari dinasti Yuan, menyebar cepat. Benar-benar menakjubkan. Media langsung heboh menyandingkan dengan foto Anima dan sosok Anggar Anggoro. Tama pertama melihatnya, dan hanya bisa menghela nafasnya. Artinya dia harus segera menutup berita dengan berita lainnya. Bukan hal mudah, butuh banyak uang dan usaha. Dia langsung menghubungi orang-orang yang ahli dalam hal itu. Seperti biasanya, berita itu pada akhirnya akan tenggelam dalam satu kali dia puluh empat jam. Anima memilih untuk menjamkan matanya, karena dia sedang tidak enak badan. Karena kelelahan dan selalu tidur larut malam, dia jadi terkena demam. Tapi setelah tadi pagi minum obat, demamnya mereda. "Nona, apa tidak sebaiknya kita ke rumah sakit?" Tama khawatir, bagaimanapun kesehatan adalah hal yang sangat penting. "Tidak perlu. Aku akan beristirahat di apartemen saja!" Anima menolak dengan suara lemah. Itu sudah sore saat Anima sampai di apartemennya. Tama mengantarkan sampai depan lift. Dia melihat bosnya yang angkuh kini berwajah lesu. Anima tahu dia sedang sangat buruk. Dia ingin langsung merebahkan badannya. Bayangan tidur menjadi hal yang begitu dinantikan. Dia selalu kekurangan tidur akhir-akhir ini. Berjalan menuju kamarnya, Anima melihat seseorang berdiri di sebelah pintunya. Dia mengernyitkan keningnya, kenapa Anggar Anggoro ada di sini? "Kau baru pulang?" tanya Anggar dengan senyum manisnya. "Yah, dan kenapa kau ada disini?" Anima tidak melakukan basa-basi. Dia langsung bertanya dengan tatapan aneh. "Aku punya hadiah!" Anggar menjawab sambil memperhatikan wajah Anima. Karena wanita itu terlihat sangat pucat. Juga, nada dalam suaranya agak terdengar lemah. "Dalam rangka apa?" Anima melihat Anggar mengeluarkan kotak dari kemejanya. "Buka dulu!" Anggar menyerahkan kotak tersebut, dan tanpa sengaja bersentuhan dengan kulit tangan Anima. "Kau demam?" Anggar langsung mendekat dan memegang tangan itu lagi. "Yah!" Anima tersenyum tipis, padahal dalam hatinya dia sangat ingin mengusir Anggar pergi, agar dia bisa istirahat. "Ayo kuantarkan ke dokter!" Anggar agak panik dalam nada suaranya, ada ketegasan juga di sana. Anima menggeleng, dia membuka kotak yang diberikan oleh Anggar. Dan matanya langsung melebar melihat isi di dalamnya. Itu adalah gelang dari dinasti Yuan. "Kenapa ada, Padamu?" Anima melawan rasa kantuknya, karena rasa penasaran. Anggar melihat Anima terlihat sangat terkejut, tapi sebenarnya dia lebih terkejut, saat melihat Anima terlihat lemah, hampir menjatuhkan kotak tersebut. Dia akan menyuruhnya masuk, tapi Anima sudah keburu pingsan. Laki-laki tampan itu menangkap wanita cantik dalam dekapannya. Posisinya duduk sambil memegang Anima di lengannya. Kemudian matanya melihat gelangnya hampir terjatuh, jika saja tidak tersangkut di jarinya. Maraih gelang tersebut. Anggar memasangkan di pergelangan tangannya. Mengusap pipinya yang hangat, Anggar tersenyum melihat wajah cantiknya yang memucat. "Kau seperti singa betina, tapi kau lupa kalau kau masihlah seorang wanita!" Orang-orang di luar sana begitu mengagumi sosoknya yang mandiri dan cerdas. Tapi Anggar mengagumi kekuatannya. Melihat sosok kuatnya, dia sangat ingin merengkuhnya dalam dekapan, dan memberitahukan kalau semua akan baik-baik saja untuk sesekali menunjukkan sisi lemah. Karena melihatnya membuatnya ikut lelah. Mencari kartu akses masuk. Anggar menghargai keinginannya untuk tidak kedokter. Dia mengangkatnya dengan satu tangan yang berada di bawah lutut Anima menggesekkan kartu dengsn susah payah. Hingga pintu itu akhirnya terbuka. Keduanya menghilang, masuk ke dalam. Menyisakan keheningan. Di balik tembok, seseorang berdiri diam dengan mata terpejam erat. Dia sudah ada di sana sejak tadi. Karena dia pulang hampir bersamaan dengan Anima. Dia sampai gerbang depan, bersamaan dengan keluarnya mobil Tama. Menyaksikan hal tersebut hanya bisa tersenyum getir. Ada orang yang lebih layak untuk memperhatikannya. Dia berjalan menuju lift, tidak mungkin untuknya masuk ke apartemen. Tadinya dia memang buru-buru untuk pulang. Karena ingat kalau tadi pagi Anima terkena demam. Dia berpikir kalau Anima juga mungkin akan pulang lebih cepat. Tapi siapa sangka kalau dugaannya memang benar, tapi ada orang yang satu langkah lebih cepat darinya. Di dalam apartemen. Anggar menidurkan Anima di tempat tidur. Membenahi posisinya, dia tersenyum melihat gelang itu sangat cocok dipakai oleh Anima. Anggar akan menelpon anak buahnya, untuk membawakan obat penurun demam. Tapi dia kemudian melihat obat di atas meja. Melihatnya dan ternyata itu obat penurun demam. Dia membangunkan Anima, agak sulit tapi akhirnya Anima tersadar. Anggar langsung membantu minimum obatnya. Obat itu disiapkan oleh Kai, sebelum dia berangkat kerja. Anima berangkat sangat pagi sekali, sehingga Kai tidak tahu apakah Anima sudah meminum obatnya. ___
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD