2. Dia Bukan Orang Hebat

1040 Words
Sean menatap gadis cantik yang menunduk di depannya tanpa kata. Masih ingat dalam ingatannya bagaimana gadis itu selalu tersenyum bahagia setiap kali mendapat rangking disekolah yang membuatnya merasa muak. Gadis yang dulu mendapat julukan little witch karena kecantikannya membuat banyak laki-laki jatuh cinta padanya tetapi selalu menolak setiap laki-laki yang menyatakan cinta padanya dan membuat mereka patah hati. Gadis itu ibarat ratu es yang tak tersentuh meski sangat indah. Sean masih ingat kalau gadis itu selalu membuang muka setiap kali bertemu muka dengannya dan menghindar sejauh mungkin darinya. Entah apa yang membuat gadis itu selalu begitu tapi hal itu tentu saja mengusik egonya dan membuatnya makin membenci gadis itu. Sean tersenyum sumbang, sepertinya ini adalah takdir untuknya untuk membalas rasa kecewanya dulu Moza karena gadis itu lah penyebab dia tak mendapatkan apa yang diinginkannya dulu. Sean mengabaikan semua tanda tanya yang berkelebat di kepalanya tentang kehidupan Moza yang tak seperti ekspektasinya, selama ini dia berpikir gadis itu hidup di luar negeri dengan segala pencapaiannya karena itu dia tak pernah terlihat di reuni sekolah mereka. Tapi melihat gadis itu berubah menjadi seorang gembel seperti yang dilihatnya membuatnya tak dapat menahan senyumnya. Sean yakin teman-temannya pasti akan sangat senang mengetahui Moza yang selalu menjadi juara sekolah dalam keadaan seperti ini, seorang pelayan yang baru saja dipecat karena perintahnya. "Ayo, makan! titahnya saat melihat Moza yang hanya diam. Moza tak menjawab perintah Sean, gadis itu masih menunduk sambil berusaha menahan air matanya sudah terkumpul di pelupuk. Moza tak menyangka kalau laki-laki yang ditabraknya adalah Sean, teman sekolahnya dulu. Laki-laki yang selalu dikaguminya dan sampai saat ini masih mengisi hatinya. Dia mengagumi Sean karena laki-laki itu tampan, jago basket dan pintar meski rangkingnya selalu berada di bawah rangkingnya. Tak seperti dirinya yang anak mantan orang kaya, Sean adalah anak orang kaya bahkan sangat kaya. Kalau dia harus bekerja keras untuk kehidupannya sehari-hari dan belajar keras mempertahankan beasiswa agar bisa terus bersekolah, Sean tak perlu melakukan semua itu. Sean menghabiskan waktunya dengan bersenang-senang, hang out, balap mobil dan hal lainnya. Hal itulah yang membuatnya harus menyimpan rapat-rapat perasaannya pada Sean apalagi Sean jelas-jelas menunjukkan rasa tak suka pada dirinya. Moza mengira Sean tak mengenalinya apalagi dengan penampilannya yang sekarang. Moza mencuri pandang ke arah Sean yang mulai menyantap makanan yang dipesannya. Laki-laki terlihat lebih dewasa dari yang dikenalnya dulu dan terlihat lebih tampan dari yang dibayangkannya. Moza buru-buru menundukkan wajahnya saat Sean kembali menatapnya, dia tak ingin Sean mengenalinya. Moza merasa malu pada dirinya yang hanya menjadi pelayan sedang Sean? Melihat penampilannya saat ini Moza yakin Sean bukan orang sembarangan. Moza yakin Sean akan menertawakannya kalau tahu dia hanya seorang pelayan padahal dulu mereka bersaing sangat ketat untuk mendapatkan juara satu tingkat sekolah. "Kamu datang saja ke tempatku satu jam lagi, ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan ke kamu," Sean bicara pada seseorang melalui telepon sambil menatap sekilas pada Moza yang akhirnya mau menyantap makanan setelah dipaksanya. "Pokoknya surprise! Kamu pasti suka!" katanya lagi setelah beberapa saat jeda karena temannya yang bicara. "Jangan gak datang, ajak yang lain juga!" Moza tak tahu Sean bicara dengan siapa tapi entah mengapa dia merasa ada sesuatu yang Sean rencanakan yang dia tak tahu apa. Selesai makan, Moza hanya menurut saat Sean membawanya ke tempat laki-laki itu yang ternyata sebuah showroom mobil mewah dan di sebelah showroom nterdapat sebuah bangunan yang lebih kecil yang digunakan untuk salon mobil yang sangat terkenal. Di bagian belakang dan dipisahkan dengan taman kecil terdapat bangunan lain yang merupakan tempat tinggal Sean. Laki-laki itu membawa Moza ke dalam ruang kerjanya yang ada di rumahnya dan di sana Sean memaksa Moza untuk menandatangani surat perjanjian yang intinya dia bersedia membayar ganti rugi atas kerusakan yang dibuatnya. "Kamu sudah membuatku dipecat dan menjadi pengangguran dan sekarang kamu ingin aku melakukan ini tanpa gaji?" Moza merasa hatinya geram, hanya karena sedikit noda di baju laki-laki itu dia harus bekerja layaknya pembantu rumah tangga tanpa dibayar. "Ralat, bukan tidak tidak digaji tapi gajimu kupotong untuk membayar ganti rugi!" balas Sean tak acuh. "Dasar pelit! Bilang saja kamu sengaja nyari pembantu gratis!" "Terserah kamu bilang apa. yang jelas kalau kamu menolak, aku akan menuntut kamu untuk membayar dua kali lipatnya," Sean menyeringai, dia telah bertekad untuk tidak melepaskan gadis itu untuk membalas rasa dendamnya. "Dasar gila!" gerutu Moza. "Terserah apa katamu yang jelas kamu harus menyelesaikan tugasmu!" Sean tertawa mengejek. Akhirnya Moza menandatangani surat perjanjian itu setelah beberapa perdebatan dengan Sean, Moza pikir toh cuma sebulan. Dia hanya perlu memikirkan akan bekerja apa dan di mana setelah perjanjian ini berakhir. Toh pekerjaan yang Sean berikan juga tak terlalu berat hanya saja mengharuskannya berada di dekat Sean 24 jam sehari selama 7 hari berturut-turut selama sebulan penuh yang artinya dia tak punya waktu sedikitpun untuk ayahnya saat ini berada di rumah sakit Moza mencuci kemeja dan jas milik Sean yang sudah diminta laki-laki itu untuk dibuang. Moza tak membuangnya karena merasa sayang untuk membuangnya, dia berharap dengan membuatnya kembali bersih, Sean akan mengurangi ganti rugi yang harus dibayarnya. Sementara itu di ruang tamu, Sean tengah tertawa dengan beberapa teman-temannya yang dia undang untuk datang ke rumahnya. "Tadi aku ketemu si Little Witch kita, coba kalian tebak apa pekerjaan dia sekarang?" Sean menatap ke 5 orang temannya satu persatu, dia yakin mereka tak akan ada yang bisa menebak pekerjaan Moza. "Si penyihir kecil? Maksud kamu si Moza?" Zaky menatap Sean untuk memastikan kalau little witch yang Sean maksud. "Siapa lagi," Sean terkekeh mengingat dia dan gengnya selalu menyebut gadis itu dengan sebutan little witch. "Manajer?" tebak Zaky dengan sangat yakin Moza berada di posisi itu bahkan lebih mengingat kepandaian gadis itu apalagi orang tuanya pemilik perusahaan besar jadi pasti gadis itu bekerja di sana. "No!" "Kalau bukan manajer pasti posisinya lebih dari itu. GM atau direktur?" sahut Roman. Sean menggeleng sambil mencibir. "Dokter, aku dengar dia ingin menjadi dokter," timpal Dony. Rendra juga mencoba menebak jawaban dari pertanyaan Sean tapi Sean selalu menggeleng setiap kali mereka menyebut jenis pekerjaan yang mungkin menjadi profesi Moza, hanya Rony yang tak membuka suaranya dari tadi dan mencoba menebak arah pembicaraan Sean. "Tebakan kalian salah semua, dia bukan orang hebat seperti yang kalian bayangkan. Dia hanya seorang pelayan dan kini dia pembantu di tempat ini," ucap Sean yang membuat teman-temannya ternganga kecuali Rony. *** AlanyLove
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD