6. BERPAMITAN

1422 Words
Stev mendapat petunjuk dari Kakek Chimon sebelum berangkat ke tempat turnamen, itu pasti sangat bermanfaat bagi Stev. Kakek Chimon juga meminjami sebuah pedang kuno dan selebaran peta, semoga dia berhasil menemukan gua dan kesatria hebat itu. *** Malam hari sebelum hari keberangkatan Stev. Terlihat Stev dan Khen sedang duduk bersama di sebuah gazebo sambil makan jagung bakar, tidak jauh dari tempat itu, beberapa penduduk memang sedang membuat api unggun sekalian membakar bahan makanan, seperti jagung, ubi, ketela, dan bahkan kelelawar untuk disantap. "Khen, kamu beneran sanggup kan menjaga desa ini?" tanya Stev masih ragu dengan sahabatnya tersebut. Khen mengehentikan makan jagung sebentar karena mendengar itu. "Uhmm, gak tau nanti. Mungkin aku gak sanggup," jawabnya bercanda, lalu melanjutkan makan jagung bakar. "Khen, aku serius," ucap Stev dengan menggerutu. "Hehe, maaf. Iya iya, semoga aku sanggup dan aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menjaga desa ini." "Baiklah, aku percayakan desa padamu sementara waktu. Tunggu aku kembali nanti," pinta Stev merasa lega, kemudian kembali menggigit jangung bakar. "Baiklah. Tapi ...," jawab Khen terhenti karena sebenarnya tidak ingin mengatakan itu. "Hah?" "Tapi ... Kamu pasti akan kembali kan? Apa kamu benar-benar akan ikut turnamen itu?" Khen merasa sedih, sepertinya merasakan sesuatu yang buruk, terutama yang akan terjadi pada Stev nanti. "Kenapa kamu masih meragukan aku? Kamu tenang saja, aku janji akan kembali ke desa ini dengan selamat." "Oke, aku pegang janjimu itu," balas Khen serius, dia sedikit lega juga. Stev tersenyum, lalu melanjutkan makan jagung lagi. Dia pasti akan merindukan desa ini, karena dia pasti akan pergi dalam jangka waktu yang cukup lama, bahkan lebih dari sebulan. Malam ini cuaca cukup cerah, meski ada sedikit awan putih yang terlihat. Stev dan Khen mengobrol santai di malam terakhir sebelum Stev berangkat turnamen. Stev dan Khen adalah sahabat sejati dan mereka akan saling mempercayai satu sama lain, meski terkadang bertengkar atau berbeda pendapat. Waktu terus berlalu, saat menjelang tengah malam, mereka semua termasuk pria lain yang di dekat api unggun kembali ke rumah masing-masing. Sebenarnya setiap malam, mereka selalu bergadang sekalian menjaga desa, karena siapa tahu ada bahaya saat malam hari. Entah itu binatang buas, orang jahat dari desa lain atau bahkan monster. Meski selama ini desa Blue-Sky selalu aman, apalagi monster, menurut mereka makhluk itu hanyalah mitos belaka. *** Pagi hari sudah tiba, semua persiapan, perlengkapan bahkan perbekalan Stev sempurna. Namun sebelum itu, dia memberi semangat dan nasehat pada sebagian penduduk yang terkena penyakit menghitam misterius itu. "Bu, kamu tenang saja. Aku akan berusaha mencari obat untuk semuanya. Aku berjanji," ucap Stev ditemani Khen. "Baiklah. Tolong ya Nak Stev! Aku benar-benar kesulitan dan ingin sekali bisa jalan kembali," jawab seorang ibu paruh baya. Stev menjawab dengan tersenyum dan mengangguk tanda bersedia. Wanita paruh baya tersebut akan selalu berdo'a untuk Stev, agar Stev berhasil menemukan penawar atau cara untuk menyembuhkan penyakit misterius mereka. Selanjutnya Stev menemui penduduk lain yang juga terkena penyakit misterius, namun tidak semuanya karena bisa memakan banyak waktu. Mereka yang ditemui Stev merasa senang dan berharap besar akan keberhasilan Stev, tentu saja mereka juga akan berdo'a yang terbaik untuk Stev. Setelah menemui para penduduk yang terkena penyakit misterius, Stev siap berangkat menuju turnamen, sekalian latihan dan mencari cara sebelum waktu turnamen benar-benar dimulai. Saat Stev dan Khen menuju rumah kepala desa, di sana sudah banyak para penduduk yang berkumpul sekedar untuk melihat dan memberi semangat pada keberangkatan Stev. Itu menandakan bahwa Stev sangat disegani oleh semua penduduk desa Blue-Sky. "Kalian? Berkumpul semua untuk melihat keberangkatan ku ya? Makasih semuanya," batin Stev tersenyum melihat mereka semua. Suara tepuk tangan terdengar sangat meriah, semuanya mendukung Stev, karena dia sangat pemberani dan bijaksana. Stev berjalan ditemani Khen menuju pintu depan kepala desa, beliau sudah menunggu di situ. Ada juga kedua orangtua angkat Stev dan Kakek Chimon di dekat Pak Kepala Desa. "Pak Kepala Desa, saatnya saya berangkat dulu. Mohon do'a-nya supaya berhasil," pinta Stev sambil memberi salam dengan kedua telapak tangan yang disatukan. "Kami akan selalu mendo'akan yang terbaik untukmu, Stev. Semoga kamu berhasil dan bisa menyelamatkan para penduduk desa ini," balas Pak Kepala Desa. "Aamiin." Setelah itu, berpamitan pada kedua orangtua angkatnya. Sejujurnya mereka tidak ingin Stev ikut turnamen, mereka sangat khawatir jika terjadi hal buruk pada anak angkatnya tersebut. Mereka sangat menyayangi Stev, terlebih dia belum dikaruniai seorang anak, jadi sejak dulu sudah menganggap Stev anak kandung sendiri. Namun tidak ada cara lain, selain ikut turnamen dan memenangkan hadiah, apalagi penyakit misterius itu sangat meresahkan, bisa jadi menyebar dan semakin parah. Hari kemarin, Stev juga memohon-mohon kepada kedua orangtua angkatnya tersebut, dan berjanji akan pulang dengan selamat. Akhirnya mereka memberi ijin Stev, meski Ibunya sudah meneteskan air mata. "Ayah, Bunda! Jangan khawatir pada Stev. Semua akan baik-baik saja," ucap Stev sambil berpelukan pada Ayah dan Ibunya. Stev juga mengaggap mereka adalah orangtua kandungnya sendiri, dia juga sangat menyayangi mereka berdua. "Hati-hati ya Nak. Aku bangga padamu," ucap Ayahnya saat berpelukan. "Makasih Ayah," jawab Stev. "Stev, kamu harus tepati janjimu ya! Aku gak mau kehilangan kamu, hiks," ucap Ibunya sambil memeluk, lalu mencium kedua pipi anaknya tersebut, bahkan air mata Ibunya sampai menetes. "Aku berjanji Bunda. Please, jangan menangis," pinta Stev sambil mengusap air mata Ibunya dengan jempol kanan. "Baiklah. Bunda akan selalu mendo'akan mu." Ibunya tersenyum, begitu juga dengan Stev. Para penduduk terharu melihat keluarga Stev yang harmonis dan penuh kasih sayang tersebut. "Baiklah, saya berangkat sekarang," pamit Stev, kemudian berjabat tangan dengan beberapa orang di situ, termasuk Kakek Chimon. Stev memutar badan lalu mulai melangkah pergi. Akan tetapi saat baru sekian langkah, terdengar suara panggilan. "Tunggu Stev!" suara seorang gadis membuat Stev langsung berhenti, lalu menengok ke belakang. "Vivi? Ada apa?" tanya Stev terheran. Dengan malu-malu Vivi datang perlahan sambil membawa sesuatu, wajahnya tampak merah merona, Stev memperhatikan itu. Ternyata gadis itu bernama Vivi, sebenarnya dia adalah anak gadis kepala desa, dia adalah anak satu-satunya beliau. Nama lengkapnya adalah Vivi Kiana Hinamori. "Stev, ja-jaga dirimu baik-baik ya! Aku ingin me-memberi hadiah ini, tolong dipakai. Siapa tau ini bermanfaat," ucap Vivi dengan tersipu malu, dia tidak berani memandang Stev, apalagi Stev mempunyai wajah rupawan meski dengan dua mata yang berbeda, yaitu warna merah dan biru. Orang-orang di sekitar memperhatikan mereka, terutama orang tua Vivi. Saat ini banyak yang berbisik, tapi entah apa yang mereka bisikan tersebut. "Vivi, mungkinkah dia ...," batin Pak Kepala Desa selaku Ayahnya Vivi, namun dia hanya menduga-duga. "Apa ini?" tanya Stev setelah menerima pemberian Vivi tersebut. "Itu gelang. Tolonglah kembali dengan selamat," pinta Vivi memberanikan diri, dia tampak tersenyum. "Deg!" Jantung Stev tiba-tiba berdetak kencang saat melihat wajah manis Vivi, entah itu kenapa. "Ba-baik. Aku pasti akan kembali dengan selamat!" jawab Stev tiba-tiba menjadi gugup. "Aaaa!" teriak Vivi tiba-tiba lari masuk ke kamarnya, dia memang gadis pemalu dan pendiam. Stev dan yang lain terheran melihat tingkah Vivi yang tidak biasa begitu. "Ada apa dengannya?" "Mungkinkah Vivi suka sama ...." "Vivi kok jadi aneh begitu. Biasanya gak pernah bicara sama pria." "Iya, aku juga heran." Suara-suara para penduduk, terutama Ibu-ibu dan teman sebaya Vivi. Stev memandang gelang pemberian Vivi tersebut. "Cantik, apa dia membuatnya sendiri?" gumamnya. Gelang itu terbuat dari kayu rotan dan diukir sangat cantik. Ada gambar sepasang burung merpati juga, meski tidak begitu jelas, tampaknya Stev tidak memahami itu. Selanjutnya Stev memakai gelang tersebut dan sangat pas, tampaknya keren dipakai oleh Stev, terlihat lebih macho. Setelah itu, Stev berpamitan pada semuanya, namun tidak bisa berjabat tangan pada semua. "Semuanya, aku berangkat dulu ya! Aku pasti akan kembali dengan kabar gembira! Mohon do'akan dan tunggu aku pulang!" teriak Stev pada mereka. . "Oke!" "Itu sudah pasti, tenang saja." "Aku akan merindukanmu!" "Semoga berhasil!" Perkataan para penduduk desa baik pria maupun wanita di situ, Stev dan Khen tersenyum mendengar itu. Stev lewat di tengah jalan dan ditemani Khen, sementara para penduduk berbaris di pinggir jalan. Stev dan Khen bagaikan para artis, namun ada yang terheran dan penasaran, kenapa Khen ikut bersama Stev. Banyak yang mengira Khen juga akan ikut turnamen. Ternyata Vivi mengintip keberangkatan Stev dari balik jendela kamarnya. "Aku mohon, pulanglah dengan selamat, Stev!" gumam Vivi penuh harap. Sebelum Stev benar-benar pergi, salah satu dari mereka bertanya, tampaknya dari kelompok pemburu binatang buruan. "Khen, jangan-jangan kamu ingin ikut turnamen juga?" "Iya, hehe!" "Apa??" kaget hampir semua penduduk yang dengar, bahkan Stev juga ikut terkejut. "Maaf, aku cuma bercanda, hahaha!" ucap Khen malah tertawa garing. "Tenang saja, aku hanya ingin menemani Stev hingga di seberang sana," lanjutnya. Khen berhasil membuat para penduduk panik sekaligus heran, tapi itu hanyalah candaan semata. "Dasar Khen menyebalkan!" "Sialaan kau, Khen!" Itulah ucapan kesal para penduduk, mendengar itu Khen hanya terkekeh. Setelah itu, Stev dan Khen memasuki hutan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD