4. Masa Lalu

1273 Words
Masa lalu bukan dijadikan sebagai tolak ukur akan apa yang akan dilakukan, tapi jadikan hal itu sebagai sebuah pijakan untuk terus melangkah ke depan. *** Setelah operasi selesai dilakukan, terlihat Mika tengah dipindahkan menuju ruang rawat untuk pemulihan. Meisya dan Ando dengan teratur terus menunggui Mika di samping ranjangnya. Ando telah menyuruh Meisya agar pulang, tetapi Meisya tetap keras kepala dan memutuskan untuk tetap menunggui Mika di kamar inapnya. Hingga kini tampak Meisya yang tertidur di samping ranjang Mika dengan posisi duduk dan kepala yang ditelungkupkan di antara kedua tangannya. Melihat hal itu, Ando yang baru saja keluar untuk membeli minuman di minimarket terdekat hanya menghela napas panjang melihatnya. Merasa kasihan melihat posisi tidur Meisya yang tidak nyaman, akhirnya Ando memutuskan untuk mengangkat Meisya dan menidurkannya di sofa dalam ruang rawat Mika. Sementara Ando sendiri memutuskan untuk menghampiri ranjang Mika dan mencium kening Mika dengan sayang, sebelum akhirnya ikut tertidur di atas kursi menggantikan posisi Meisya sebelumnya. *** Perlahan Meisya mengerjapkan kedua matanya tatkala sinar mentari mulai menyilaukan pandangannya. Dilihatnya keadaan sekitar dan menyadari bahwa dirinya kini tengah tertidur di atas sofa, dengan sedikit heran Meisya bangkit dari sofa dan berjalan menuju kamar mandi. Kembali mengingat-ingat bagaimana bisa ia tertidur di sofa, sementara dia jelas mengingat bahwa semalam ia tidur di samping ranjang Mika dalam posisi duduk. Setelah selesai mencuci muka di kamar mandi, Meisya kembali keluar dan kini telah mendapati Ando sudah duduk di sofa dengan pakaian yang berbeda dari semalam. "Makanlah, aku tadi membelinya di depan." Dengan ragu Meisya mulai mendudukkan dirinya di samping Ando dan mulai mengambil makanan yang diberikan Ando padanya. "Kakak sendiri sudah makan?" "Hm." Mendapati jawaban tak jelas dari Ando membuat Meisya hanya membuang napasnya sejenak sebelum akhirnya memakan makanannya, karena memang perutnya sudah protes minta diisi sedari tadi. Berusaha sebisa mungkin mengabaikan Ando yang saat ini kembali duduk di samping ranjang Mika untuk menunggu Mika tersadar. "Mandi dan pulanglah, aku tau kamu merasa tidak nyaman dengan memakai bajumu yang semalam. Biar aku yang menjaga Mika disini." "Tapi kak, baiklah!" Meisya yang mendapati tatapan mengintimidasi dari Ando, akhirnya mengalah dan menuruti permintaan Ando yang menyuruhnya untuk pulang. "Kak aku pulang, nanti aku kesini lagi. Assalamualaikum!" Pamit Meisya pada Ando, tidak lupa Meisya menyempatkan diri untuk mencium punggung tangan suaminya. Meskipun sikap Ando sangat jauh dari yang diharapkan Meisya, tapi Meisya tetap berusaha menghormatinya sebagai suaminya yang sah. Ando tetap diam tidak membalas perkataan Meisya dan hanya membalas salam Meisya dalam hati. Matanya yang tajam terus mengamati punggung Meisya yang perlahan menghilang di balik pintu. Setelah kepergian Meisya, perlahan Ando menghembuskan napasnya dalam. Menghilangkan sedikit rasa sesak yang mengimpit dadanya saat ini. Pasalnya, Ando mengetahui bahwa perilakunya pada Meisya selama mereka menikah tidaklah baik sebagai seorang suami dan ia tidak menyangkalnya. Tapi entah mengapa, hatinya masih belum bisa menerima kehadiran Meisya di dalam kehidupannya. Bukan karena dia masih mencintai mendiang istrinya. Hanya saja, ia masih merasakan perasaan kosong. Perasaan kosong semenjak perginya wanita itu, wanita yang berhasil membuatnya jatuh cinta untuk pertama kalinya. Bahkan saat ia menikah dengan mendiang istrinya, hatinya masih tetap terpaut pada wanita itu. Wanita yang berhasil membuatnya merasakan jatuh cinta dan sakit disaat yang bersamaan. Memang ia menikah dengan istri pertamanya bukan atas dasar cinta, akan tetapi karena sebuah perjodohan yang direncanakan kedua orang tuanya. Dan disaat ia tengah mencoba untuk mencintai mendiang istrinya, nyawa istrinya malah tidak tertolong saat melahirkan Mika. Membuat Ando terlalu segan bahkan untuk mencoba membuka hatinya kembali pada seorang wanita. Karena disaat ia mencoba membuka hatinya dan berhasil menumbuhkan perasaan sayang pada wanita tersebut, seseorang tersebut justru pergi dari hidupnya untuk selama-lamanya. "Papa," Ando yang sedari tadi sibuk melamun mengenai kisah kehidupannya yang tragis kembali tersentak ke dunia nyata saat mendengar suara lemah Mika memanggilnya. "Mika sayang, kamu sudah bangun? Alhamdulillah!" "Papa, haus." Ando dengan gesit segera mengambilkan air putih di sisi ranjang Mika untuk membasahi kerongkongan Mika yang baru terbangun dari tidurnya. "Minum pelan-pelan sayang." Ando membantu Mika meminum airnya dengan telaten dan sangat hati-hati. "Mama mana Pa?" "Mama sedang pulang sebentar untuk mandi dan ganti baju sayang, sebentar lagi mama juga pasti akan kesini." "Mika pengen ketemu Mama, Pa..," "Papa tau kamu kangen sama Mama, tapi Mama mungkin capek terus nungguin kamu dari kemarin disini. Jadi Mama pulang sebentar untuk membersihkan diri, kamu yang sabar ya sayang." Mika menganggukkan kepalanya perlahan dan tak lama kemudian terdengar suara pintu yang dibuka menandakan bahwa dokter sudah tiba dan akan mengecek kondisi Mika pasca operasi. "Permisi pak, kami akan mengecek kondisi anak bapak sebentar." "Silakan dok." "Kondisi anak bapak stabil dan membaik, hanya tinggal menunggu selama proses pemulihan. Makannya harus dijaga dan jangan terlalu kelelahan." jelas dokter yang memeriksa keadaan Mika. "Baik dok, saya mengerti. Kira-kira, kapan anak saya akan sembuh total?" "Kalau untuk sembuh total, mungkin anak bapak akan bisa melakukan rutinitas seperti biasa selama kurang lebih satu bulan. Tapi untuk perawatan, jika memang tidak ada masalah, mungkin dalam minggu ini anak bapak sudah diperbolehkan pulang." "Terima kasih dok." "Kalau begitu, saya permisi untuk mengecek pasien yang lain." "Silakan dok." Setelah kepergian dokter tadi, kini Ando kembali duduk di sisi ranjang Mika dan membelai lembut rambut Mika secara perlahan. "Kamu dengar kan perkataan dokter tadi, jadi Mika harus mau makan dan enggak boleh kecapekan, Oke!" "Oke Pa! Tapi Mika mau makannya kalau disuapi sama Mama." ujar Mika kemudian sambil menundukkan kepalanya lesu. Ando yang melihat Mika menunduk lesu hanya bisa menghembuskan napasnya pasrah. Ia tau kalau sudah seperti ini, Mika pasti akan susah dibujuk dan hanya akan mau makan kalau Meisya yang menyuapinya. "Baiklah, kalau begitu Papa akan menelepon Mama agar ke sini untuk menyuapi Mika." "Beneran Pa?" seketika Mika merubah raut wajahnya menjadi ceria saat mendengar bahwa Ando akan menelepon Mamanya agar datang ke rumah sakit menemui Mika. "Iya sayang, tunggu sebentar ya." Akhirnya Ando memutuskan untuk menghubungi Meisya lewat ponselnya dan sedikit menjauh dari Mika. Dengan sabar Ando menunggu hingga sambungan telepon itu terhubung, lalu tanpa basa basi ia langsung mengungkapkan maksud dan tujuannya menelepon Meisya. "Apa kamu ada di rumah?" "Ini Kak Ando?" "Ya, kamu pikir siapa lagi." "Iya Kak, ini aku sedang ada di rumah. Sebentar lagi aku akan kembali ke rumah sakit." "Baguslah, karena saat ini Mika tidak mau makan jika bukan kamu yang menyuapinya." "Maksud Kakak, Mika sudah siuman?" "Hm, cepatlah." "Kak__" Tut tuttt Belum sempat Meisya melanjutkan perkataannya, Ando langsung memutus panggilan teleponnya secara sepihak. Sebelum akhirnya ia kembali duduk di samping Mika. "Sayang, Mama sedang dalam perjalanan ke sini, kamu yang sabar ya." "Iya Pa!" Tak lama kemudian terdengar suara kenop pintu yang dibuka dari luar, Ando sempat berpikir bahwa mungkin saja Meisya sudah tiba di rumah sakit. "Alan.." Deg! 'Suara ini..' perlahan Ando membalikkan wajahnya ke sumber suara itu berasal, dan seketika itu pula tatapan matanya bertumbukan dengan sepasang iris berwarna biru gelap yang juga tengah memandangnya kini. "Alena ...." Suara Ando terasa sedikit terdekat di tenggorokannya saat menyebutkan nama itu, nama dari seseorang yang cukup berpengaruh dalam kehidupannya. Dengan sangat terpaksa ia mencoba menampakkan senyumnya pada Alena, meski ia tau itu hanyalah senyum palsu. "Senang bertemu denganmu lagi, Alena. Bagaimana kabarmu dan juga suamimu?" dengan sangat terpaksa Ando menanyakan hal itu hanya untuk sekedar berbasa-basi. "Kabarku baik, dan mengenai suamiku, kami akan bercerai." Ando sedikit tersentak saat mendengar kabar tersebut, pasalnya ia memang sudah putus komunikasi dengan Alena semenjak beberapa tahun yang lalu. Entah ia harus berekspresi senang atau apa mendengar kabar ini. Apakah egois jika ia sedikit merasakan senang saat mendengar bahwa Alena akan bercerai dengan suaminya? "Maaf, aku tidak tau." "Tidak masalah." Setelahnya ia memutuskan untuk kembali beranjak ke ranjang Mika, sebelum suara Alena kembali menghentikan langkah kakinya, dan membuat tubuhnya semakin menegang. "Aku merindukanmu!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD