3. Operasi

1505 Words
Meisya terbangun dari tidurnya dan mendapati bahwa Ando kini telah siap dengan mengenakan kemeja dan celana berbahannya yang berwarna hitam dengan kemeja berwarna putih. "Kakak mau ke mana?" Meisya yang baru terbangun dari tidurnya, mencoba bertanya pada Ando yang telah memakai pakaian rapi saat waktu masih menunjukkan pagi hari. "Aku akan pergi ke rumah sakit." "Rumah sakit?" Meisya yang masih berusaha mengumpulkan nyawanya mencoba mencerna maksud perkataan Ando. Kemudian setelah ingatannya telah terkumpul sepenuhnya, barulah ia sadar dan langsung menepuk keningnya keras menyadari kebodohannya. "Astaga! Bukannya hari ini jadwal operasinya Mika dilaksanakan? Bagaimana mungkin aku lupa. Tunggu sebentar kak, aku akan bersiap-siap dan ikut dengan kakak ke rumah sakit!" Meisya segera beranjak turun dari ranjang yang ditempatinya dan bersiap akan memasuki kamar mandi sebelum suara datar Ando menghentikan langkahnya, membuat Meisya berbalik badan ke arahnya. "Tidak perlu, aku akan berangkat sendiri." Dengan panik Meisya mencoba membujuk Ando agar mau menunggunya untuk ikut ke rumah sakit. "Tunggu! Kumohon ijinkan aku ikut, aku ingin berada di samping Mika sebelum ia menjalani operasi." Ando menarik napas sejenak sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya, membuat Meisya memekik senang dan dengan refleks langsung memeluk Ando dengan erat. "Terima kasih kak!" "Lepaskan pelukanmu dariku, badanmu bau." Meisya yang mendapati sikap cuek Ando hanya menunduk dengan malu atas sikap spontannya tadi. Tanpa pamit, Meisya langsung berlari ke kamar mandi tak lupa mengunci pintunya dengan keras dan langsung melakukan mandi kilat, karena takut jika ia terlalu lama mandi maka akan membuat Ando marah, lalu meninggalkannya ke rumah sakit sendirian. Bukan tanpa alasan Ando mengatakan bahwa badan Meisya bau, karena sebenarnya aroma tubuh Meisya tidaklah bau. Hanya saja Ando beralasan seperti itu saat tanpa sengaja Meisya memeluknya dengan erat, membuat kedua gundukan dadanya menempel erat dengan d**a bidangnya yang hanya terbungkus kemeja putih. Dimana hal itu membuat aliran darah Ando berdesir dengan cukup kuat saat kelebatan bayangan tubuh telanjang Meisya kembali berkeliaran dalam benaknya. Sehingga ia menggunakan alasan itu agar dirinya tidak lepas kontrol dan melakukan hal yang tidak-tidak. Setelah selesai dengan acara mandi kilatnya, Meisya segera mengenakan dress selutut berwarna putih simpel, yang membalut tubuhnya. Disertai dengan sweater rajut berwarna hitam, untuk meminimalisir hawa dingin di pagi hari pada tubuhnya yang memang hanya mengenakan dress tanpa lengan. Meisya segera melangkahkan kakinya ke ruang tamu dan mendapati Ando telah menunggunya dengan sebal di ambang pintu, sebelum akhirnya segera masuk ke dalam mobilnya ketika mendapati Meisya telah keluar dari kamarnya. Tak lama kemudian suara deru mesin mobil tampak keluar dari pekarangan rumah Ando dan melaju membelah jalanan padat ibu kota menuju rumah sakit. Suasana hening di dalam mobil, tanpa adanya satu pun suara dari keduanya yang berinisiatif membuka mulut untuk mencairkan suasana canggung yang melingkupi mobil saat ini. Ando yang fokus dengan kegiatan menyetirnya, sementara Meisya yang hanya diam saja tidak tau harus berkata apa. Sehingga selama perjalanan menuju ke rumah sakit tersebut hanya diisi dengan keheningan tanpa suara. Tak lama kemudian tibalah mereka di parkiran rumah sakit, dan setelahnya mereka segera berjalan keluar dari parkiran menuju ke ruang rawat Mika saat ini. Meisya sedikit berlari kecil guna mensejajari langkah lebar Ando yang begitu cepat tanpa adanya niatan untuk menunggu Meisya yang tertinggal jauh di belakang. "Tidak bisakah dia menungguku," gerutu Meisya sebal mendapati sikap cuek dan datar Ando yang selalu ditunjukkan padanya. Akhirnya Meisya menghentikan berlarinya dan berjalan dengan pelan karena takut akan mengganggu pasien yang lain jika ia berlari mengejar langkah lebar Ando, dan tetap membiarkan Ando berjalan mendahuluinya untuk sampai ke ruangan Mika terlebih dahulu. "Lelaki tak berperasaan!" Ketika telah hampir sampai di depan ruang rawat Mika, dapat Meisya lihat Ando yang masih berada di ambang pintu kamar rawat Mika dan belum masuk ke dalamnya. "Mengapa kau lama sekali, ayo cepat masuk." Ando langsung menarik tangan Meisya agar masuk ke dalam kamar rawat Mika saat ini. Membuat Meisya bertanya-tanya apakah sedari tadi alasan Ando tidak langsung masuk ke kamar rawat Mika karena dia masih menunggunya agar masuk bersama? Setibanya di dalam kamar rawat Mika, Ando langsung berjalan menuju ranjang tempat Mika berbaring lemah saat ini dengan masih menggandeng tangan Meisya erat. "Sayang, Papa ada disini." Ando mengusap kepala Mika dengan satu tangannya yang bebas lalu mengecup kening Mika dengan sayang. "Papa, Mama." Mika tersenyum senang, mendapati bahwa akhirnya dia bisa memiliki keluarga yang utuh sama seperti teman-temannya yang lain. Tatapan mata Meisya kini tertuju pada tautan tangan Ando yang masih menggenggam jemarinya dengan erat. Setelah Ando menyadari bahwa sedari tadi ia masih menggenggam tangan Meisya dengan erat, perlahan ia melepaskan genggaman tangannya dan mengalihkan perhatiannya pada Mika. "Mika senang deh, akhirnya Mika punya Mama sama Papa. Mika senang, akhirnya kak Meisya bisa jadi mama Mika." "Iya sayang, Papa juga bahagia kalau kamu bahagia." Ando tersenyum sayang pada Mika yang seketika membuat Meisya terpana. Bagaimana tidak, selama kini yang Meisya tau Ando adalah pribadi yang dingin, cuek, dan datar sifatnya. Tapi ia akan tampak berbeda dan memberikan perhatian berlebih pada seseorang yang begitu ia sayangi, seperti yang Meisya lihat saat ini. Perlahan, Meisya berjalan ke sisi lain ranjang tempat Mika berbaring saat ini dan menggenggam sebelah tangan Mika dengan erat. Tak lupa memberikan ciuman sayang di kedua pipi gembil Mika, membuat Mika tertawa senang. "Mika sayang, Mama mau kamu berjanji satu hal sama Mama dan Papa, kamu mau?" Mika dengan mata bulatnya perlahan mengangguk patuh pada Meisya, membuat Meisya melirik Ando sebentar sebelum akhirnya melanjutkan perkataannya. "Mama sama Papa mau Mika berjanji, kalau Mika akan bisa dan kuat menjalani semua ini. Agar kita bisa berkumpul bersama dan menjadi keluarga kecil yang bahagia. Mama, Papa dan Mika, janji?" Meisya mengulurkan jari kelingkingnya ke arah Mika, tetapi tak ada balasan dari Mika membuat Meisya yang tadinya tersenyum, kini perlahan memudarkan senyumnya mendapati respon Mika. Ando pun tak kalah gusarnya mendapati respon Mika yang hanya diam saja. 'Apa maksud Mika diam saja dan tidak mau berjanji pada Meisya? Atau jangan-jangan ini pertanda, tidak.. tidak.., itu tidak mungkin.'  Ando sebisa mungkin mengusir pikiran negatif yang bermunculan di kepalanya dengan menggelengkan kepalanya berulang kali. "Mika..," "Kenapa hanya Mama, Papa, sama Mika? Adek bayinya mana? Mika kan mau punya adik bayi kayak teman Mika." Perkataan polos yang diucapkan Mika seketika mampu membuat Meisya dan Ando menghela napas lega, karena pasalnya pikiran mereka tadi bahkan terlalu buntu untuk menerka maksud perkataan Mika. Dan ketika menyadari maksud perkataan Mika, seketika wajah Meisya memerah perlahan. Berbeda dengan Ando yang terlihat biasa saja dan malah ikut menimpali ucapan Mika dengan enteng. "Tentu saja sayang, kita akan membentuk keluarga bahagia yang di dalamnya ada Mama, Papa, Mika, dan tentunya adik-adik bayi untuk Mika." "Horeee! Kalau begitu Mika janji akan sembuh biar bisa main sama adik bayi." Jemari mungil Mika menaut jari kelingking Ando, dan setelahnya menaut jemari kelingking milik Meisya. Mendapati sikap ceria Mika kembali hadir mau tak mau membuat Ando dan Meisya tersenyum senang, lalu secara serempak mereka bergerak untuk memeluk Mika layaknya keluarga bahagia. "Papa akan pegang janji kamu!" "Mama juga!" Meisya ikut menimpali perkataan Ando, sebelum akhirnya mereka tertawa bersama. Sebenarnya sedari tadi ada yang mengganjal pikiran Meisya, perkataan Ando yang mengatakan adik-adik bayi untuk Mika mau tak mau membuat Meisya terus memikirkan kata itu. Adik-adik bayi. Yang dimana artinya lebih dari satu, apakah dia tidak salah dengar? Bagaimana mungkin dengan entengnya Ando mengatakan hal itu pada Mika? Sementara hubungan mereka saja saat ini masih tergolong buruk untuk pasangan suami istri. Bagaimana mungkin mereka bisa memberikan adik pada Mika, jika sama sekali tak ada cinta di antara keduanya? *** Kini para suster telah memindahkan Mika ke ruang khusus untuk operasi. Dalam hati Meisya terus berdoa semoga operasi Mika dapat berjalan dengan lancar, karena bagaimana pun ia telah menyayangi Mika seperti putrinya sendiri. Ando pun tak kalah cemas ketika mendapati lampu operasi telah menyala pertanda bahwa operasi Mika sedang dilakukan. Para pihak dari keluarga Ando juga ada di depan ruang operasi ikut menunggu jalannya operasi. Perasaan mereka semua cemas menunggu hingga operasi selesai dilakukan, Ando yang begitu panik sampai tidak bisa diam dan terus berjalan bolak balik di depan pintu ruang operasi. Meisya yang melihat hal itu mencoba menghampiri Ando dan menggiringnya agar duduk dengan diam. "Kak duduklah, kita semua juga cemas menunggu hasil operasi Mika. Tapi kakak sebagai seorang Ayah harus bisa tetap tenang disaat seperti ini, yang bisa kita lakukan disini hanya berdoa pada Allah untuk kelancaran operasi Mika." Ando yang mendengar perkataan Meisya akhirnya mau duduk dan menundukkan kepalanya dengan kedua tangan yang disatukan menopang keningnya di antara kedua sikunya. Meisya yang mengerti perasaan Ando saat ini mencoba mengelus pelan punggung tegap Ando yang saat ini tampak begitu rapuh. "Jadikan aku sandaranmu disaat seperti ini kak, aku siap menopangmu." Meisya berkata pelan pada Ando, lalu secara perlahan tangan Meisya terulur untuk memeluk tubuh tegap Ando yang kini tampak begitu rapuh dan lemah. Tanpa perlawanan Ando membiarkan Meisya memeluk tubuhnya saat ini, karena memang ia membutuhkan seseorang untuk dijadikan sebagai sandarannya kini. Tanpa terasa setitik air mata jatuh dari mata Ando, ia begitu takut, takut bahwa ia akan kehilangan Mika sama seperti saat ia kehilangan istrinya. Saat ini yang dimiliki Ando hanya Mika, putri kecilnya. Bahkan alasannya untuk tetap bertahan hidup selama ini adalah Mika, jika tidak ada Mika entah seperti apa hidupnya. Tak lama kemudian ruang pintu operasi dibuka oleh suster, dan setelahnya tampak keluar dokter yang melakukan operasi pencangkokan ginjal Mika tadi. Seketika Ando segera bangkit dari pelukan Meisya dan menanyakan keadaan Mika. "Bagaimana keadaan anak saya dok?" "Operasinya berjalan dengan lancar, kita hanya perlu menunggu sampai anak bapak siuman." "Terima kasih Ya Allah."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD