Bab 6 - Ide Baru?

1250 Words
Siang harinya, di kediaman Nana. “Rena! Kamu tolong jagain rumah ya, Mama sama Papa mau keluar sebentar.” Rena sontak meletakkan ponselnya ke atas meja, menatap kedua orangtuanya yang tampak sudah rapi, memperhatikan penampilannya dari atas hingga ke bawah. Revan yang terlihat rapi dengan setelan jas biru tuanya, dalaman kemeja putih dengan rambut undercut hitam yang ditata rapi, sementara Yanti yang tampak rapi dengan gamis biru muda dengan motif bunga-bunga yang berwarna pink, dan kepalanya juga tampak ditutup dengan kerudung yang senada dengan gamisnya namun dengan warna yang lebih pekat. “Loh, Mama sama Papa mau ke mana? Apa ada kondangan? Sekarang 'kan bukan hari Minggu Pa, Ma? Biasanya kalau kondangan hari Minggu." “Memang buka mau ke kondangan. Papa sama Mama mau ketemu sama Orangtua Max.” jawab Revan. “Max itu pria yang mau dijodohkan sama Kak Nana ya Pa?” Revan mengangguk mengiyakan. “Oh, mau bahas soal perjodohan ya? Memangnya kapan Kak Nana mau nikah Pa?” Revan reflek mengalihkan pandangannya ke arah istrinya. “Kamu belum kasih tahu Rena?” tanyanya dengan suara pelan. Yanti menggeleng, “Belum Pa, Rena aja juga baru pulang sekolah, tadi pagi dia juga buru-buru pergi ke sekolah.” “Ada apaan sih Ma, Pa?” “Oh, ngga ada apa-apa. Iya kami mau bahas tentang perjodohan kakakmu, tapi belum tahu juga nanti hasilnya bagaimana. Kamu bisa 'kan jaga rumah?" “Ohh. Bisa dong Pa, 'kan masih siang juga hehe ..." “Ya udah Papa sama Mama pergi dulu ya,” “Oke, hati-hati Pa, Ma~” “Nanti semua pintu jangan lupa dikunci, kamu itu kadang suka teledor. Hp terus yang kamu pegang sampai lupa sekitarnya.” “Siap Mama~” jawab Rena mantap disertai dengan senyum lebar yang menampilkan deretan giginya yang rapi. Revan dan Yanti akhirnya keluar dari rumah, mereka segera pergi ke rumah orangtua Max untuk membicarakan masalah perjodohan anak mereka dan sebelumnya mereka sudah mengadakan janji sehingga Orangtua Max pasti ada di rumah. Setibanya di rumah modern minimalis yang bangunannya didominasi dengan warna hitam putih itu, Revan lalu memarkirkan mobilnya di halaman rumahnya yang cukup luas. Saat keluar, mereka langsung disuguhi dengan kolam ikan kecil yang berada di pinggir dan juga tanaman-tanaman hias yang tertata rapi di raknya membuat pemandangan menjadi asri di mata. Batu-batu alam yang didominasi warna putih juga tampak berserakan rapi di depan teras. Keduanya tampak menghirup udara dalam-dalam. “Segar banget ya Pa di sini, padahal sudah pernah ke sini, tapi rasanya selalu sama setiap datang ke sini, adem dan indah. Bu Shanty memang bisa banget jaga keasrian lingkungan rumahnya." “Iya Ma, Mama juga rawat banyak tanaman dong supaya rumah kita itu selalu kelihatan asri.” “Mama kalau ngurusin tanaman suka mati tanamannya Pa, udahlah ayo pencet belnya malah sibuk di sini.” Revan tersenyum lalu melangkahkan kakinya ke depan pintu bersama istrinya, dan memencet bel. Ting! “Orangnya ada di rumah ngga ya Pa?” “Katanya ada sih Ma, tadi 'kan sudah buat janji dulu sebelumnya. Pak Jack juga tidak terlalu sibuk di kampus hari ini, jadi dia bisa bertemu dengan kita siang ini.” Yanti mengangguk paham. “Kok belum ada yang keluar ya Pa?” “Coba pencet lagi belnya Ma.” Yanti lalu kembali menekan bel. Ting! Dan tak lama kemudian, pintu terbuka dan tampak seorang wanita paruh baya yang mengenakan gamis rumahan hijau tua dengan model rempel di bawahnya, ia juga terlihat mengenakan kerudung yang senada dengan gamisnya. “Eh, Pak Revan, Bu Yanti sudah datang. Ayo Pak, Bu silakan masuk.” “Makasih Bu Shanty.” Keduanya pun masuk dan dipersilakan untuk duduk di ruang tamu. “Pak, Bu silakan duduk dulu ya di sini. Saya mau ke belakang dulu sekalian manggil suami saya.” “Oh iya ya Bu, terima kasih." jawab Yanti dengan senyum ramah lalu mengambil duduk di sebuah sofa panjang coklat muda itu bersama suaminya. Tak lama kemudian Shanty datang bersama Jack ke ruang tamu beserta dengan teh dan kue kering yang dibawa olehnya. “Pa, Bu ini diminum dulu, maaf ya ngga ada apa-apa.” “Iya, makasih banyak ya Bu, ini aja juga udah lebih dari cukup kok.” “Maaf tadi saya ada urusan sebentar di belakang, jadi membuat Pak Revan dan Bu Yanti menunggu.” Revan membuka suaranya, sedikit berbasa-basi. “Oh, ngga apa-apa Pak. Kami juga baru aja datang.” jawab Revan disertai dengan senyum kecilnya. “Oke. Jadi gimana-gimana nih, apa yang harus kita bicarakan sekarang? Apa kita akan menentukan tanggal pernikahan anak kita?” Jack tampak bersemangat untuk membahas mengenai perjodohan anak mereka. Revan dan Yanti saling berpandangan dengan wajah gugup mereka, dan pada akhirnya Revan sebagai kepala keluarga membuka suaranya. “Sebelumnya saya dan istri saya mau minta maaf dulu Pak Jack, Bu shanty.” Kedua tuan rumah sontak mengernyitkan dahinya. “Ada apa Pak? Kenapa harus minta maaf?” “Hm, maafkan kami Pak karena anak saya Nana meminta untuk membatalkan perjodohan ini dan kami juga sudah menyetujuinya.” “Iya Pak Bu, saya dan suami saya benar-benar tidak bermaksud untuk membuat rencana perjodohan ini hancur, tapi keinginan Nana kuat sekali untuk membatalkan perjodohan ini.” tambah Yanti sembari meremas-remas tangannya gugup. Alis Jack sontak menukik, ia menatap ke arah lain lalu menghembuskan napasnya kasar. “Kenapa Bapak dan Ibu tidak bertanggung jawab seperti ini? Bukankah ini juga permintaan terakhir Omanya Nana? Jadi kalian mau mengabaikan permintaan terakhirnya? Dan kalian juga mau mempermainkan kami?" “Kami bingung Pak, kami masih memikirkan soal ini karena Nana sampai mau melakukan hal yang nekat bila perjodohan tidak dibatalkan.” “Apa kalian tahu bila saya belakangan ini sudah mulai mencari jasa WO untuk di booked saat pernikahan Max dan Nana nanti, kenapa akhirnya jadi seperti ini? Apa kalian ingin membuat saya malu?!” suara Jack sudah mulai meninggi, hingga membuat Shanty, istrinya mengusap lengan suaminya untuk menenangkannya dan juga lebih menjaga sikapnya. “Pak, saya benar-benar mohon maaf Pak. Saya akan bertanggung jawab untuk berbicara pada WO yang sudah bapak hubungi.” “Pak, Bu. Saya minta maaf sebelumnya sebenarnya saya mempunyai ide untuk membuat perjodohan ini tetap dilaksanakan tapi saya tidak yakin bila ini akan berhasil atau tidak. Namun, kalau Bapak dan Ibu berkenan untuk mencoba saya akan memberitahukan idenya.“ tiga lainnya sontak menatap Yanti dengan wajah penasarannya. “Ide apa ya Bu?” tanya Shanty. *** “Mr! Stop!” saat berjalan di koridor kampus, Nana menghalangi jalan Max yang tampak sedang berjalan berlawanan arah dengannya. “Ada apa? Kamu tidak lihat saya mau mengajar? Kamu seperti tidak ada kerjaan saja menghentikan orang lewat.” Nana tampak memperhatikan Max yang tampak membawa dua buku tebal di tangannya. “Saya mau bicara sebentar Mr, boleh ya?” “Tidak. Kalau mau bicara nanti saja di ruangan saya.” Nana menghela napasnya. “Aku hanya ingin bicara sebentar Mr. Aku tidak mau harus mengantri lama lagi. Aku cuma mau mengatakan bila perjodohan kita akhirnya dibatalkan, Orangtuaku menuruti keinginanku.” “Benarkah?” “Iya. Jadi, kamu tidak perlu susah payah lagi untuk berusaha membatalkan perjodohan ini. Aku sudah membantumu Mr.” lanjutnya dengan senyum manisnya. “Oke, itu saja yang ingin aku beritahukan. Silakan lewat kembali.” Setelah menunduk sejenak dan memberikan akses lewat untuk Max, Nana pun pergi dari sana dengan langkah cerianya. Sementara Max seketika berbalik menatap punggung Nana yang semakin lama semakin menjauh dengan tatapan tanpa ekspresinya, dan sekian menit kemudian ia kembali berbalik lalu melangkahkan kakinya menuju tujuannya ke ruang A6 untuk mengajar di sana. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD