Bab 12 - Bekal Untuk Max

1442 Words
“Kamu tuh kalau jalan, lihat-lihat ke sekeliling juga. Hampir saja tadi ketabrak.” “Ya maaf Mr, lagian mobilnya tadi ngebut banget.” Max melirik Nana dengan tatapan tajamnya hingga membuat Nana menyunggingkan senyum canggungnya. Max kembali melanjutkan langkahnya menuju mobilnya, sementara Nana segera menyusul Max dengan langkah cepatnya. “Hm, aku mau keluar sebentar ya, mau buang cup es krim ini.” Saat sudah berada dalam mobil, Nana buru-buru turun dari mobil untuk mencari tong sampah terdekat. Sedangkan Max tampak memantau Nana dari dalam mobil, bola matanya bergerak ke kanan dan kiri memastikan tidak ada mobil yang lewat agar Nana tetap aman karena Nana sedikit teledor mengingat kejadian barusan. Setelah membuang sampah, Nana kembali masuk ke dalam mobil. “Sudah?” Nana hanya mengangguk. Max pun menjalankan mobilnya meninggalkan parkiran basement. Mereka tiba di rumah Nana saat malam hari dan itupun membuat Nana tertidur karena selama di perjalanan tidak banyak pembicaraan di antara mereka. Max mengalihkan pandangannya ke samping, mendapati Nana yang tertidur dengan posisi kepalanya miring hingga mengenai kaca mobil. Max menatap Nana cukup lama, menatapnya dengan tatapan khawatirnya, ia takut leher Nana akan sakit bila tidur dengan posisi seperti itu, perlahan ia memegang kepala Nana lalu memindahkan posisinya hingga ke posisi lurus. Sampai pada akhirnya, Max keluar dari mobil lalu pergi ke pintu mobil sebelahnya dimana Nana berada. Ia membuka pintu mobil lalu dengan hati-hati mengendong Nana bridal style, menatap wajah damai yang sedang tertidur itu sejenak lalu melangkah ke depan pintu, memencet bel rumah. Ting! Ceklek! “Eh, Max! Nana kenapa? Kok kamu gendong?” “Tidak apa-apa Tan, sepertinya dia mengantuk, jadi ketiduran pas di jalan. Aku tidak tega membangunkannya jadi aku mengendongnya.” “Ohh, ya ampun... Kalau begitu ayo masuk, tolong bawa Nana langsung ke kamarnya ya Max. Ikuti Tante,” Yanti mengarahkan Max menuju kamar Nana yang berada di lantai 2. Pintu kamar Nana berwarna putih di mana ada berbagai macam sticker yang ditempelkan di sana. “Ini kamarnya,” Yanti membuka pintu kamar, Max dan Yanti pun masuk ke dalam. Dengan hati-hati, Max membaringkan Nana ke atas ranjang queen size yang beralas sprei warna kuning tua itu lalu menyelimutinya hingga sebatas perutnya. Yanti yang sedang memperhatikan di belakang tampak menyunggingkan senyumnya dan setelah itu mereka pun keluar dari kamar Nana. “Maaf ya Max jadi merepotkanmu begini. Nana memang mudah tidur orangnya.” “Iya gak apa-apa Tante, tidak repot sama sekali kok.” “Iya, terima kasih ya sudah mengajak Nana jalan-jalan dan mengantarkannya dengan selamat.” “Sama-sama Tan, Oya sebentar Tan,” Max bergegas keluar ketika teringat sesuatu. Ia mengambil totebag belanjaan yang tertinggal di mobilnya lalu kembali masuk ke dalam. “Ini Tan, belanjaan Nana tadi.” “Dia beli apa?” tanya Yanti seraya menerima totebag yang diberikan Max tersebut. “Beli beberapa pakaian Tan.” Yanti tampak memeriksa isi dalam totebag tersebut. “Oke. Makasih ya kalau begitu.” “Iya sama-sama Tante, kalau begitu aku pulang ya,” Max mengambil tangan Yanti lalu menciumnya. “Hati-hati ya, jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya, apalagi sudah malam begini.” “Iya Tan, assalamu’alaikum.” “Wa'alaikumsalam.” *** Nana sontak membuka matanya ketika sinar matahari masuk menembus tirai jendela di kamarnya, ia menggerakkan bola matanya ke kanan dan kiri, memastikan tempat dirinya berada sekarang. Ia membulatkan matanya dan terbangun dari posisinya. “Aaaa!” Yanti yang mendengar teriakan anak sulungnya itu segera memeriksa Nana di kamarnya, Ceklek! “Nana, kamu kenapa?” tanya Yanti seraya memperhatikan Nana yang sedang memeriksa bagian tubuhnya. Nana bangkit dari kasurnya lalu menghampiri mamanya. “Ma, kok aku bisa di kamar? Seingatku kemarin aku—“ “Max yang mengendongmu sampai kamar, semalam kamu ketiduran di mobilnya.” Nana melebarkan matanya ketika mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi. “Apa! Jadi aku digendong sama dia?” “Iya, memangnya kenapa sih? Itu artinya dia baik loh, dia ngga tega bangunin kamu jadinya dia gendong kamu.” “Tapi dia ngga ngapa-ngapain aku 'kan Ma?” Tuk! Yanti memukul kepala Nana pelan, “Ya ngga mungkin lah Na. Mama juga lihat dia bawa kamu sampai ke kamar.” “Ohh, syukurlah.” “Ya udah sekarang kamu mandi gih, katanya pagi ini kamu ada kuliah 'kan?” “Ya Ma,” Yanti lalu berbalik meninggalkan kamar Nana. Sementara Nana segera mengambil handuk untuk mandi. ‘Aku baru tahu ternyata Mr. Max itu sweet juga ya,' pikirnya dengan bibir bawah yang dimajukan. Setelah mandi dan berpakaian rapi, Nana menuruni tangga dengan tas totebag kuning muda di tangannya, ketika sampai di bawah ia langsung pergi ke belakang menemui Mamanya. Ia mendapati Mamanya yang masih sibuk di dapur menyiapkan sarapan dan bekal untuk Rena. Nana sontak mencomot roti panggang yang dibuat Mamanya. “Na, kamu mau bawa bekal ngga?” “Ngga deh Ma, hari ini aku cuma satu mata kuliah.” tutur Nana sembari mengambil duduk di kursi, menuangkan air ke gelas lalu meneguknya sedikit. “Pagi Mama~ pagi Kak Nana~” sapa Rena dengan ceria ketika memasuki dapur. “Pagi Rena~ cepat itu sarapan nanti telat lagi kamu ke sekolahnya.” “Iya Ma,” Rena mencomot roti panggang itu, “Ma, banyakin lauknya ya untuk bekalku. Temanku suka minta lauk soalnya.” Yanti tersenyum, “Iya-iya nanti Mama bawain yang banyak.” “Asik! Makasih ya Ma,” Cup! Rena mencium pipi Yanti hingga membuat Yanti tersenyum sembari menggelengkan-gelengkan kepalanya. Rena mengambil duduk di kursi di hadapan Nana. “Kak, kamu ada kuliah pagi?” “Iya jam 8.” “Loh, 'kan sekarang baru jam 7, cepat banget.” ujar Rena seraya memeriksa jam di tangannya. “Gak apa-apa, malas buru-buru.” Rena mengangguk paham. Setelah semua selesai sarapan dan Rena sudah pergi sekolah dengan Revan. Nana dipanggil oleh Mamanya. “Na, kamu udah mau berangkat?” “Iya Ma, kenapa Ma?” tanya Nana yang tampak sudah memegang kunci mobilnya. Yanti tampak memberikan sebuah totebag hitam pada Nana. Nana mengernyitkan dahinya. “Ini apa Ma?” “Itu bekal untuk Max, kamu tolong berikan untuk dia ya nanti sekalian Mama titip salam buat dia.” “Hah? Ma, dia 'kan sudah besar, untuk apa dibawain bekal sih?” “Gak apa-apa Na, cuma sekali-kali juga. Pokoknya Mama ngga mau tahu, bekal ini harus sampai di tangan Max. Oke?” Nana akhirnya menghela napasnya, "Ya udah deh. Kalau begitu aku berangkat ya Ma,” Nana menadahkan tangannya, Yanti memberikan tangannya untuk disalim. “Assalamualaikum,” “Waalaikumsalam.” Nana keluar dari rumah dan tak lupa membawa totebag yang berisi bekal untuk Max itu bersamanya. *** Max baru saja memarkirkan mobilnya di parkiran jurusan sastra, ia memeriksa jam di tangannya yang telah menunjukkan pukul 7.35, “Untung saja tidak telat,” gumam Max lalu melepaskan seatbeltnya, memeriksa rambutnya dari kaca spion atas mobil lalu keluar dari mobil. Ia melangkahkan kakinya dengan langkah yang panjang dan tubuhnya yang tegap itu. “Pagi Mr!’ mahasiswa yang berpapasan dengannya juga menyapanya dan dibalas dengan senyum tipis darinya. Ketika sampai di ruangannya, ia mendapati ada beberapa dosen yang sudah datang. “Selamat pagi Pak, Bu. Apa rapatnya akan dimulai?” “Selamat pagi Pak Max, katanya rapat diundur jadi jam 9 Pak.” “Oh begitu, terima kasih ya atas informasinya.” “Ya, sama-sama Pak.” Max lalu memilih duduk di kursinya, 'Hm, ternyata rapatnya diundur jadi jam 9, padahal aku belum sempat sarapan tadi karena takut terlambat.’ pikirnya dan tak lama kemudian, ia memeriksa jam tangannya. “Hm, apa aku sarapan di kantin dulu aja ya?” gumamnya lalu bangkit dari kursinya, saat ia hendak keluar dari ruangannya, kebetulan ia berpapasan dengan Nana dan sedikit bertabrakan dengan tubuhnya. “E-eh,” “Ups sorry, kamu kalau mau masuk bisa ketuk pintu dulu ngga?” “Aku baru aja mau ketuk pintu,” “Memangnya kamu mau ngapain ke sini? Kamu mencari siapa?” “Aku mencari kamu. Aku mau memberikan bekal ini untukmu.” Max menatap totebag yang disodorkan Nana, “Untukku?” Nana mengangguk, “Dari Mama.” Max pun menerimanya, “Oh, terima kasih." “Iya sama-sama, jangan lupa dihabiskan ya Mr. Oya Mama juga kirim salam buatmu.” “Kirim salam balik untuknya, bilang terima kasih untuk makanannya.” “Oke, nanti akan aku sampaikan. Kalau begitu, aku pergi dulu ya, aku ada kuliah.” “Hm,” Nana pun keluar dari ruangan dengan langkah santainya. “Ah, aku lupa bilang terima kasih lagi, karena telah mengantarkanku dengan selamat semalam.” Nana baru teringat belum mengucapkan terima kasih pada Max, “Hm, nanti-nanti aja kali ya.” lanjutnya lalu bergegas pergi menuju ruang kuliahnya karena mata kuliah pertamanya pagi ini juga akan dimulai. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD