Memiliki rumah, uang, dan pekerjaan adalah impian setiap wanita. Aku sangat karena telah memiliki segalanya. Hari ini aku sedang mempersiapkan diri untuk berangkat ke kantor. Ketika menuruni tangga ibu menyapaku.
"Kamu mau pergi?"
"Iya ibu."
"Pulanglah lebih awal. Teman ibu akan berkunjung kemari bersama dengan putranya. Kalau tidak salah putra sulungnya seusia denganmu."
Sepertinya ibu ingin mengenalku dengan putra dari temannya.
"Maaf ibu. Sepertinya Irene akan terlambat pulang ke rumah."
Aku menolak permintaan ibu.
"Dia adalah pria yang baik. Kamu pasti akan menyukainya."
"Sudah beberapa kali ibu selalu memaksaku untuk mengikuti perjodohan."
"Usiamu sudah matang. Teman ibu banyak yang sudah memiliki cucu."
"Irene hanya masih ingin berfokus pada karir dan belum ingin menikah."
"Kenapa kamu tidak pernah mendengarkan perkataan ibu?"
Aku kemudian meninggalkan rumah. Kenapa ibu tidak mau memahaminya? Ibu selalu memintaku untuk segera menikah tetapi aku masih menyukai kebebasan. Jika seorang wanita sudah menikah dia pasti akan melepaskan karirnya. Mengabdi kepada suami. Aku tidak ingin hidup bagaikan burung dalam sangkar. Untuk sementara ini aku masih ingin berfokus pada karir. Menjadi sekertaris di perusahaan ternama seperti impianku. Aku kemudian berjalan menuju ke ruangan. Beberapa karyawan kantor sedang berkumpul.
"Selamat pagi, Irene."
Teman kantor menyapaku.
"Selamat pagi."
Aku kemudian menjawab sapaan mereka. Seorang wanita yang cantik datang mendekatiku dan kemudian membisikkan sesuatu.
"Apakah kamu mendengar jika perusahaan kita akan kedatangan direktur yang baru?"
Aku menggelengkan kepala perlahan menjawabnya. Beberapa hari yang lalu direktur yang lama keluar dari perusahaan Kim. Tetapi dengan cepat perusahaan mengisi kekosongan jabatan. Selama tiga tahun aku bekerja di perusahaan Kim. Alasan kenapa aku masih bertahan berkerja di sini karena perusahaan Kim memiliki direktur yang baik. Direktur yang dulu adalah orang yang ramah dan sudah banyak membantuku menyelesaikan pekerjaan. Aku berharap semoga saja direktur yang baru mempunyai sikap yang sama baik. Pekerjaan kantor kini semakin menumpuk. Aku harus bersemangat. Di kediaman keluarga Han. Suara telepon berdering.
"Halo. Apakah ini nyonya Alexia?"
Suara seorang wanita yang sangat tidak asing. Wanita itu adalah nyonya Victoria. Teman dari ibu kandung Irene.
"Iya. Ini aku."
"Bagaimana dengan keadaanmu?"
Ibu dari Irene kemudian menanyakan kabar temannya.
"Baik. Sudah lama tidak berjumpa. Oh, iya. Apakah nanti malam kamu ada di rumah? Kebetulan aku dan putraku ingin datang kesana."
"Benarkah itu? Kalau begitu aku sangat menantikan kedatangan mu."
"Iya. Lalu bagaimana dengan putrimu? Dia pasti sekarang sudah besar. Aku ingin sekali bertemu dengannya."
"Iya. Dia sekarang telah menjadi gadis yang cantik."
Nyonya Alexia kemudian menutup telepon. Dia lalu pergi ke dapur. Dengan penuh semangat dia membuat kue untuk temannya. Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Temannya bersama putranya sebentar lagi akan datang.
"Selamat malam."
Putra dari nyonya Victoria memberi salam. Sikapnya yang sopan membuat nyonya Alexia terkagum.
"Kamu memang sangat beruntung bisa memiliki putra yang tampan dan berperilaku sopan. Kalau begitu kalian silahkan masuk."
Nyonya Alexia memuji putra dari temannya. Mereka lalu masuk ke dalam rumah. Nyonya Alexia memperlihatkan kue hasil buatannya. Mereka semua bercerita dan tertawa bahagia. Tidak terasa hari sudah malam. Waktu berlalu dengan cepat. Aku masih berada di kantor. Dia lalu merenggangkan ke dua tangannya melepaskan rasa lelah. Berkas dokumen penting kemudian di letakkan ke dalam lemari. Setelah itu Irene mengambil tasnya kemudian meninggalkan ruangannya. Mobil berhenti di depan rumah. Lampu sudah di matikan. Aku berjalan mengendap-endap masuk ke dalam. Cahaya yang tadinya gelap menjadi terang.
"Kenapa kamu bertindak seperti pencuri?"
Sai yang merupakan kakak kandung Irene berbicara dengan adiknya. Aku tersenyum canggung. Sai kemudian menghela nafas setelah melihat sikap adiknya.
"Kakak ingin berbicara denganmu. Apakah kamu memiliki waktu?"
Irene menganggukkan kepala. Mereka berdua kemudian duduk di ruang tamu.
"Kapan kakak kembali?"
Irene bertanya kepada kakak. Sai menatap wajah adiknya. Irene yang menyadari tatapan itu lalu menundukkan kepala.
"Kakak kembali saat teman ibu datang ke rumah."
"Maaf Irene pulang terlambat. Perusahaan beberapa hari ini sedang sibuk."
"Jangan terlalu memaksakan diri. Kamu harus menjaga kesehatan dengan baik."
Sai menasehati adiknya. Dia sangat khawatir.
"Aku mengerti kak."
"Baiklah kalau begitu. Sekarang sudah larut malam. Lebih kamu beristirahat!" Sai berdiri kemudian berjalan menjauh. Irene membuang nafas dan memegang dadanya. Dia sempat membayangkan jika kakaknya akan menyuruh Irene untuk mendekati putra dari teman ibunya. Aku kemudian tersenyum manis. Sepertinya dia terlalu berfikir berlebihan. Kakaknya sangat menyayanginya. Dia tidak mungkin melakukan hal yang membuat adiknya terluka. Keesokkan hari. Nyonya Alexia memarahi putrinya karena tidak pulang tepat waktu. Dia memberi perintah kepada Sai untuk meminta izin kepada perusahaan tempat Irene bekerja untuk mengambil cuti sehari dengan alasan sakit. Hari ini Irene harus mengikuti perjodohan. Pemuda yang akan di temui adalah putra dari teman ibunya yang kemarin datang ke rumah. Sai juga berusaha untuk menenangkan amarah ibunya. Irene masuk ke dalam kamar. Dia memakai gaun yang baru di beli sekitar satu minggu yang lalu. Gaun yang cantik berwarna biru. Menunjukkan sisi dewasa seorang wanita. Rambut panjang di biarkan terurai. Lipstik warna merah menempel di bibir Irene. Sepatu berhak tinggi terpasang di kedua kakinya. Tas kecil kemudian di letakkan pada bahu. Irene pergi ke sebuah restoran. Setelah Irene pergi dengan membawa mobil. Nyonya Alexia kemudian menghubungi temannya.
"Irene sudah pergi menuju ke tempat yang sudah kita tentukan."
"Putraku berangkat lebih awal. Dia pasti sudah berada di sana."
"Bagus. Semoga saja perjodohan ini berhasil."
"Aku juga senang jika kita menjadi satu keluarga."
Sai berdiri di samping pintu kamar ibunya. Dia mendengar semua pembicaraan ibunya. Sai kemudian melihat ke arah atap langit. Dia sangat mengkhawatirkan adiknya. Bagaimanapun adiknya merupakan bagian keluarganya.
"Semoga saja kamu dapat hidup bahagia."
Doa tulus dari kakak kepada adik. Mobil berhenti di tempat parkir. Aku turun dari mobil dan melihat sebuah restoran yang sederhana. Di dalam perjalanan menuju ke restoran. Aku mengira jika tempat ini adalah restoran yang megah. Tidak di sangka ibu memilih tempat seperti ini. Irene kemudian masuk ke dalam restoran. Sesuai dengan perkataan ibunya mengenai penampilan pria yang akan bertemu dengannya. Pemuda itu bertubuh tinggi, besar, dan memakai jas berwarna hitam. Meja yang di pesan memiliki warna yang berbeda. Selama beberapa lama mencari pria itu. Akhirnya aku melihat punggung pria yang memiliki penampilan sama seperti yang di katakan ibunya. Meja tersebut juga memiliki warna berbeda. Irene lalu melangkahkan kakinya mendekati pemuda tersebut. Dia kemudian tersenyum lebar dan menyapanya terlebih dahulu.
"Maaf sudah membuatmu menunggu."
Pria itu mendengar suara wanita dari belakang. Dengan perlahan pria itu kemudian membalikkan tubuhnya.
"Tidak. Aku juga baru saja tiba. Perkenalkan namaku adalah William. Kamu bisa memanggilku dengan nama Liam."
Wajahku dan William saling berhadapan. Mereka berdua seketika terkejut. Aku tidak mengira jika pemuda yang mengikuti perjodohan. Putra dari teman ibunya ternyata dia adalah musuhku saat di sekolah.
"Kamu!"
Aku dan William saling menunjuk dengan jari mereka.