Ajeng dan Celana Olahraga

684 Words
Ajeng Getaran itu sungguh menjadi mimpi buruk bagiku. Aku sering terbangun di tengah malam bahkan hanya karena gelombang tawa mereka. Sejak saat itulah aku memutuskan untuk selalu memakai celana olahraga. Sehabis mengitari lapangan lima kali, Ajeng Handayani memutuskan untuk duduk di pinggir lapangan itu, sambil mengatur napas yang morat-marit. Dia tampak kelelahan sekali. Wajahnya bahkan pucat. Dia benar-benar tak menyangka kalau apa yang dikatakan oleh ayahnya itu ternyata tidak terbukti. Kamu nggak usah khawatir, Nak. Kamu boleh, kok, kapan aja pake celana olahraga. Guru-guru di SMA Paradiso nggak bakalan ada yang marah. "Papa pembohong!" cetusnya kesal. "Pak Firman menghukum aku, Pah. Papa kan tau aku nggak bisa kalau nggak pake celana olahraga. Jadi ini gimana, dong?" Ajeng memukuli bagian-bagian samping pahanya yang kini tertekuk naik. Dia memikirkan bagaimana jadinya dirinya kalau sampai tak dibolehkan memakai celana olahraga? Tubuhnya gemetar. Dia seolah tak sanggup menerima semua ini. Tiba-tiba, seluruh pandangannya tertutupi oleh sebotol minuman dingin. Botol itu sepertinya dipegang oleh seorang cowok. Terlihat jelas dari punggung tangannya yang cukup berurat dengan tulang-tulang jari yang tegas. Ajeng tak langsung mengambil botol minuman itu. Dia justru mencari tahu dulu bagaimana wajah orang yang berbaik hati memberikannya ini. Pikiran yang cukup bagus. Cowok itu tersenyum waktu Ajeng menatapnya. "Udah, nggak usah banyak mikir, orang yang kebanyakan mikir biasanya banyak yang dipendam." Entah kenapa jantung Ajeng berdegup kencang mendengar kalimat dari cowok itu barusan. "Buruan ambil botol ini! Lo pasti haus, kan! Nggak usah malu-malu. Nyantai aja. Lagian ini cuma minuman murah, kok, nggak semahal dapetin hati gue." Ajeng mengernyit, tapi memilih tak menjawab. Seandainya dia menjawab, dia pasti akan berkata, pede banget, sih, ni cowok! Dia meraih botol minuman dingin itu. Senyuman cowok itu tak berhenti mengiringinya. "Gue Rama, Rama Dirgantara, anak kelas 10-1," pekik Rama kemudian. "Gue tau, tipe-tipe cewek kayak lo ini nggak bakalan mau ngenalin nama duluan, kan. Gue juga tau meski gue udah ngenalin diri duluan, lo pasti tetep nggak mau ngenalin diri lo, ya, kan!" "Sok tau banget, sih, lo." Rama malah tertawa. "Lagian, lo, baru dihukum keliling lapangan lima kali aja uda gemeteran kayak udah pasti cintanya gue tolak aja. Gimana kalo sepuluh kali, lima belas kali, bisa kejang-kejang kali, ya!" Ajeng memilih diam saja, meski dalam hati berpikir baru kali ini dia menemukan seorang cowok yang tingkat percaya dirinya hampir di atas rata-rata. Namun tak dapat dipungkiri, bagi Ajeng, Rama memang ganteng dan cool. "Lo ngapain di sini? Emangnya lo nggak dimarahin guru kalo nggak masuk kelas di jam pelajaran?" Rama tertawa kecil. "Gue baru aja didamprat habis-habisan sama pak kampret guru Fisika itu. Gue lupa ngerjain PR. Gue dihukum." "Jadi lo dihukum juga? Dihukum apaan? Keliling lapangan juga?" Rama malah meraih botol minuman dingin itu, lalu membukakannya untuk Ajeng. "Udahlah, sebaiknya sekarang lo minum ini. Entar kalo lo dehidrasi gimana? Bakal repot, kan, urusannya. Lo nggak usah mikirin hukuman gue, gue cowok, jadi gampang aja. Pikirin kesehatan lo aja. Lo cewek." Ajeng tak sadar tersipu-sipu. Dia meminum air dingin itu sambil sesekali menatap Rama. Sepertinya dia mulai terlihat malu-malu. "Nggak usah natap gue kayak gitu," Rama menangkap gerak-geriknya. "Entar lo naksir lagi." "Ih, apaan, sih." Rama tersenyum manis. "Udah, buruan minum yang banyak, biar lo nggak kekurangan cairan." "I-iya, makasih, ya, Ram," sahut Ajeng sambil menjulurkan tangannya. "Gue Ajeng Handayani." Rama menjabat tangannya. "Kelas?" Ajeng menarik kembali tangannya, lalu berpura-pura mengacuhkan pertanyaan Rama barusan itu. Dia tak ingin Rama tahu di mana kelasnya, entah kenapa. "Ya udah, Ram, gue harus balik ke kelas. Sekali lagi makasih, ya, minumannya." "Eh, eh, tar dulu, Jeng, main pergi-pergi aja, sih," Rama mencegat proses kepergian Ajeng. "Gue mau tanya, nih, kalo boleh tau kenapa, sih, lo pake celana olahraga? Padahal lo nggak ada pelajaran Penjas, kan, hari ini." "Nggak boleh!" Ajeng langsung beringsut pergi. Rama bergeming dalam tumpukan tanda tanya. Sampai kedatangan Andika yang mengangkatnya dari tumpukan itu. "Asem, lo, Ram, gue cariin dari tadi ternyata lo ada di sini. Nih, sekarang giliran lo bersihin toilet guru," Andika menyerahkan alat pel dan sikat kepada Rama. "Iya, iya." Dalam perjalanan menuju toilet guru, Rama masih bertanya-tanya, kenapa Ajeng memakai celana olahraga padahal bukan pelajaran Penjaskes? 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD