BAB 2 - Holiday [2]

1063 Words
"Ingat! Waktu bukan oreo, yang bisa kita putar dan kita balik sesuai keinginan. Waktu, itu ibaratkan pedang! Jika kau tak menebasnya, maka ia yang akan menebasmu. Hatimu, jika tak kau sibukkan dalam kebaikkan, maka ia yang akan menyibukkanmu dalam kebatilan." _________ Kriiing!!!! Kriiing!!!! Bunyi alarm yang sebelumnya ku setel di ponselku terdengar begitu nyaring hingga berhasil membangunkanku. Yaa... mau bagaimana lagi, karena kebiasaan tidurku yang kadang suka over, aku mau tidak mau harus menyetel alarm tepat ketika waktu salat Ashar tiba. Jika tidak, mungkin aku sudah tidur kebablasan sampai malam, Mungkin larut malam? entahlah. Se-mengerikan itu, memang. Aku langsung bergegas menunaikan salat ashar dan kegiatan lain setelahnya seperti yang biasanya aku lakukan. Aku berjalan gontai menuju dapur kecil yang ada di ruangan ini. Aku menimbang - nimbang apa yang akan aku makan setelah seharian, perutku yang tadi pagi hanya diisi roti mulai bergemuruh, terasa cacing - cacing di dalam sana sedang demo. Akhirnya kuputuskan untuk memesan makanan delivery. Ya... hasil menimbang - nimbangku tadi berakhir dengan memesan makanan, karena aku tak yakin aku bisa memasak makanan yang layak dimakan. Kemampuan memasamkku cukup payah. Mengingat aku yang sangat jarang melakukan aktivitas memasak di rumah. Bagaimana tidak, aku jarang bahkan tidak pernah memasak dirumah, karena semua makanan di masak serta disajikan oleh asisten rumah tangga kami. Tak menunggu lama, pesananku pun datang. Sebab bel apartemen sedang memanggil manggil. "Attendez une minute [tunggu sebentar]," jawabku sedikit berteriak. Akubpun beranjak dari sofa tempatku bertengger sedari tadi menunggu pesanan dan saat aku membuka pintu, "Cette ordre[ini pesanannya]." ucap sang pengantar makanan dengan sopan dan pelan tanpa menatap ke arahku. "Merci[terima kasih]" balasku seraya mengambil kantung yang berisi pesananku. Lelaki itu tersenyum seraya mengangkat kepalanya yang semula menunduk. Aku tersentak, sebelum akhirnya mengutarakan apa yang ada di dalam benakku saat ini. "Tunggu! bukankah kau lelaki yang bekerja di minimarket dan, kalau tidak salah tinggal di penginapan ini juga! Bagaimana mungkin ..." kalimatku mengambang di udara. Belum sempat kulanjutkan kata - kataku diapun langsung membuka mulut untuk menjelaskan. "Ah, iya nona yang bertemu dengan saya beberapa hari yang lalu di mini market dan di lorong menuju kamar ini ya? Maaf kalau nona terkejut karena lagi - lagi melihat saya." Jelasnya cukup panjang dan tak lupa senyum tipis yang bertengger di wajahnya. "I-iya tidak apa - apa, dan terima kasih untuk ini". Akupun tersenyum padanya sambil mengangkat plastik makanan yang berada di tangan kananku dan beranjak masuk. "Tunggu! aku belum tau siapa nama nona. Namaku Zain," Tujasnya yang membuat langkahku terhenti. Aku pun terdiam membisu dalam beberapa detik, sampai akhirnya akupun menjawabnya. "Oh, ya. Namaku Nurjannah." balasku ramah. "Nama yang indah. Semoga kita dipertemukan lagi dilain waktu dan tempat". "Semoga kau selalu dalam lindunganNya." Balasnya dengan senyuman tipis yang masih terukir di wajah itu, dia pun beranjak pergi meninggalkanku yang terdiam membisu di depan pintu kamarku. Oughhh!! Akupun menupuk jidatku pelan. Mengapa aku sampai melongo seperti ini hanya karena dia menyebutkan namaku indah dan tersenyum padaku? Istighfar Nur! kau tidak boleh seperti ini. Batinku mengingatkan. Segitu gampangnya kamu baper wahai hati. _______ "Alhamdulillah perutku sudah tenang dan sepertinya, cacing - cacing di dalamnya tak protes lagi" Ya! setelah menyantap makanan pesananku tadi, perutku tidak protes lagi. Sepertinya cacing-cacing pendemo tadi sudah mendapatkan apa yg mereka butuhkan. Aku kembali memikirkan tentang pertemuanku dengan laki - laki tadi. Entah ini pertemuanku yang ke berapa dengannya?, coba ku ingat! Pertama, aku bertemu dengannya di minimarket. Disana dia sebagai penjaga kasir. Kedua, dia berada di lorong menuju kamarku entah apa yang sedang ia lakukan, dan ketiga sekarang dia sebagai,,, PENGANTAR PESANAN MAKANAN!! Aku pun baru menyadari bahwa dia memiliki dua profesi, atau mungkin lebih banyak lagi? Entahlah, mungkin dia pekerja part time?. Tapi kenapa aku merasa kota Paris begitu sempit, sampai aku sangat sering bertemu dengannya. Ehmm entahlah mungkin ada suatu alasan yang dapat menjelaskan semua ini. _______ Hari ini terasa begitu cerah, setelah mengabiskan waktu selama beberapa hari disini aku merasa bahagia dan sekaligus sedih dalam waktu bersamaan. Mungkin karena hari ini aku akan pulang ke Jakarta, dan aku harus meninggalkan tempat ini. Akan tetali, sebelum itu aku tak lupa pergi ke toko yang menjual berbagai ole - oleh khas dari Paris untuk keluarga dan sahabatku supaya mereka tidak begitu marah lagi padaku, hihi. Aku mengempaskan tubuhku di kasur empuk ini untuk terakhir kalinya. Ya, karena beberapa jam lagi aku akan kembali ke Jakarta dan meninggalkan romantic city ini "Jakarta.. i'm coming!" Pekikku dalam hati bersemangat. Aku pun berjalan menuju taksi yang akan mengantarkanku menuju Airport Paris-Charles de Gaulle, yang baru saja tiba. "Prenez-moi à Aéroport Paris-Charles de Gaulle[antarkan saya ke bandar udara Paris-Charles de Gaulle]." Pintaku sambil merapikan posisi dudukku di jok mobil taksi yang aku tumpangi. "Oui tout droit[baiklah segera]" Kata sopir taksi itu sambil menoleh ke belakang dengan senyuman tipis yang tak asing bagiku. A-apa mungkin di-dia Zain? Ooh tidakk!tidak!. "Ayolah Nur ini masih pagi jangan suka halu deh!" batinku mengingatkan dan segera aku mengibaskan tangan di depan wajahku. Seolah membuang jauh pikirin absurd itu. Entah mengapa sejak sering bertemu dengannya aku jadi paranoid seperti ini. Akupun beralih memikirkan bagaimana hiruk pikuk kota Jakarta yang selama seminggu ini tak ku rasakan. Taksi yang membawaku pun melaju cukup cepat, membelah jalanan kota Paris dan meninggalkan penginapan Novotel Paris tempat penginapanku yang lokasinya tak jauh dari Bandar Udara Charles de Gaulle. Akhirnya kami pun sampai di bandara CDG, setelah 6 menit perjalanan sejauh (4,5 km) lewat Rue de Paris. Yah... kuakui si sopir ini cukup cerdas, karena memilih jalan ini yang memakan waktu jauh lebih singkat dibanding jalan yang lain untuk sampai ke bandara CDG. Aku menikmati perjalan di udara menuju Jakarta dengan cukup nyaman. Bagaimana tidak, aku bahkan tertidur cukup pulas. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih empat belas jam. Hingga aku pun sampai di bandara Soekarno-Hatta dalam keadaan setengah menganuk. Katakan saja, kalau aku ini tukang tidur. Namun sebelum itu, kalian harus tau. Bagaimana lelahnya aku saat harus begadang semalaman penuh karena tuga laporan praktikum yang menumpuk dan harus ku selesaikan malam itu juga. Bukan! bukan karena aku malas mengerjakannya lalu akhirnya bertumpuk. Akan tetapi, itu karena dalam sehari, bisa ada tigak mata kuliah praktikum yang harus ku jalani dan ketiga - tiganya harus dibuat laporan hasil praktikum. Jangan bayangkan bagaimana aku mengerjakannya, karena itu sama sekali tak mudah. Hanya saja, segala pekerjaan akan terasa ringan dan selasai jika dikerjakan dengan niat dan usaha yang tak main - main. _____
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD