BAB 3 - Khitbah

1052 Words
"Jodoh itu unik. Kadang yang awalnya yakin, bisa jadi ragu, dan sebaliknya. Kadang yang dipertahankan mati-matian malah pergi tanpa pamitan, kadang juga yang ditolak mati-matian bertahan tanpa jaminan." ________ Mengendap - endap seraya menyapukan pandanganku ke sekeliling setiap sudut rumah. Tak ubahnya aku seolah seperti maling yang sedang beraksi. Tidak! tentu saja aku bukan maling. Sebab saat ini aku sedang mengendap - endap di rumahku sendiri. Syukurlah tidak ada orang di rumah, kecuali bi Endang. Pikirku dengan lega seraya berjalan dengan gontai. Bukan apa - apa aku hanya belum siap menjelaskan alasanku ingin liburan sendiri ke Paris. Mereka pasti lagi sibuk dengan urusan mereka masing - masing, udah hafal. Sesampainya di kamar, ku hempaskan tubuhku di atas kasur yang selama beberapa hari ini aku tinggalkan. Baru beberapa menit aku memejamkan mata terdengar ketukan di luar pintu kamarku. Itu pasti bi Endang, siapa lagi kalau bukan? Tok!tok!tok! "Yaa, masuk bi. Nggak di kunci kok," titahku pada bi Endang. Aku masih setia dalam keadaan berbaring. Rasanya aku begitu merindukan kasurku. "Non, non mau mandi dulu atau saya antarkan makanan untuk non terlebih dahulu?" tanya bi Endang dengan begitu pelan. Aku merubah posisiku menjadi duduk saat menyadari kehadirannya di kamar. "Ahh, iya bi kenapa?" Bi Endang tersenyum lalu mengulang pertanyaannya. "Non mau mandi dulu atau saya antarkan makanan untuk non terlebih dahulu? non ngelamun ya, makanya nggak denger bibi ngomong tadi," Aku hanya nyengir kuda seraya menggeleng pelan. "Ah nggak kok bi. Nur mau mandi aja dulu," terangku seraya bangkit dari posisi dudukku dan melangkah mendekati handuk yang terjuntai di gantungan besi dekat lemari kayu. "Kalau begitu saya siapkan air hangat dulu untuk non mandi," Saat bi Endang ingin berbalik dan beranjak, aku kembali membuka suara. "Eh, enggak kok bi. Nggak usah, Nur mandi air biasa aja," Bi Endang mematung sebentar lalu mengangguk tanda meng-iyakan. "Baiklah non. Kalau begitu, saya permisi ke bawah dulu," pamit bi Endang dan berlalu melangkah meninggalkan kamarku setelah aku mengangguk sebagai jawaban. Akupun bergegas ke kamar mandi untuk berendam dan membersihkan tubuhku, sekaligus menghilangkan penat di pikiranku belakangan ini karena kemunculan laki - laki misteruis itu. Lelaki misterius dan abstrak. Kemunculannya seolah membuatku merasa ada sesuatu yang entah apa sebagai alasan kedatangannya di hidupku. Bukankah setiap orang yang datang ke hidup kita, itu untuk suatu alasan. Ada yang hanya mampir, lalu menorehkan luka. Ada juga yang sebaliknya. Mampir untuk melukiskan kebahagiaannya lalu pergi membawa kenangan. Setelah selesai dengan kegiatan membersihkan tubuh, aku lagi lagi merasakan kantuk amat menggelayuti mataku. Bagaimana lagi? Sepertinya tidur siang akan meredakan kantukku ini, dan bangun ketika ashar lalu tidur lagi. Entahlahh kenapa aku punya porsi tidur yang cukup lama seperti ini. _________ "Hei!!! kebo bangun! Udah mau maghrib nih!" sayup - sayup aku mendengar ocehan yang berasal dari suara yang sangat familiar di telingaku. Pukkk! "Aaaaah, apaan si kak? nyebelin banget tau nggak!" pekikku pada kak Azam, Yaaa,,, dia berhasil membangunkanku dengan menimpukku menggunakan bantal berbentuk kepala Doraemon. Sungguh kakakku tidak ada manis - manisnya bukan! "Apa? Kakak gak salah denger nih? Yang ada kamu tuh yang nyebelin! Dari tadi kakak coba bangunin, tapi kamu nggak bangun -bangun. Dasar K E B O". Jelasnya dengan mengeja kata kebo dan sambil mengacak - ngacak rambutku. "Udah bangun gih, solat maghrib dulu, terus ke bawah, makan malem bareng. Ehh tapi, ngomong - ngomong, kamu nggak nglewatin solat Ashar kamu gara - gara ketiduran kan? Kalo iya, kakak jitak tu jidat jenong". Tanya kak Azam panjang lebar, dan dengan ancaman itu. Ihhh menyebalkan bukan?. "Yee, kek kakak nggak jenong aja!, Iya nggaklah, aku nggak ninggalin solatku kok!". Jawabku memutar bola malas. "Biarin kakak jenong, yang penting ganteng", dari pada kamu, urakan kek nggak keurus" Ejeknya sambil memeletkan lidahnya. Lihatlah, tak ada yang tau kalau, dia, kakakku, Azam si dokter tampan dan mapan. Namun kelakuannya, masih kekanakan. "Ya udah sekarang cepetan salat dan langsung ke bawah," titah kak Azam seraya meninggalkan kamarku. Asal kalian tau saja, kak Azam itu kakak laki - laki yang juga merangkap sebagai kakak perempuan yang siap mengomeliku kapan saja. _________ Karena liburanku ke Paris yang tiba - tiba bahkan tanpa didampingi oleh keluargaku, baik mama, papa ataupun kak Azam. Jadi bisa dibayangin sekarang situasi di meja makan terasa mencekam, ok ini mungkin agak lebay tapi itulah yang aku rasakan. Huaaa... pengen kabur aja dari sini, tapi kakiku terasa di lem-- tidak bisa bergerak. Mama yang sedari tadi hanya sibuk membubuhkan nasi dan lauk di piring kami masing - masing, papa yang saat ini sedang menatapku dengan tatapan sarkartis dan kak Azam yang hanya mengedikkan bahu ketika aku menatapnya dengan ekspresi yang seolah - olah bertanya "apa mama sama papa masih marah padaku kak?". Seolah mengerti apa yang ingin aku tanyakan, mamapun membuka percakapan. "Mama sama papa nggak marah sama kamu, tapiii,, kamu jangan ngulangin kelakuan kamu yang serba ingin sendiri itu!, bukan apa - apa hanya saja kami semua khawatir sekaligus merindukanmu. Mama percaya kamu bisa menjaga dirimu dan Allah akan selalu bersama kita". Jelas mamaku panjang lebar yang hanya ku balas dengan anggukan. Setelah makan malam selesai akupun berniat membantu bi Endang membereskan meja makan, tapi bi Endang menolak dan lagi mama menyuruhku untuk langsung ke kamar, karena ada yang ingin ia bicarakan. Sesampainya kami di kamar. Suasana hening sejenak, sebelum mama memulai pembicaraan ku putuskan untuk bertanya terlebih dahulu. "A-ada apa ma?", tanyaku agak gugup. "Mama mau ngomong serius sama kamu, tapi kamu jangan salah paham atau gimana". Hening seketika, seolah - olah kami berbicara tanpa suara.. "Kami akan mendengarkan keputusan dan alasanmu dan kami tidak akan memaksamu. Bagaimana?". "Ma,, aku boleh minta waktu untuk berpikir nggak? beberapa hari lagi aku akan kasih jawabannya, ya ma ya?", Aku sedikit memelas kepada mama agar mama memberiku waktu untuk berpikir lebih lama. "Tentu saja sayang. Baiklah,,, tapi kalau bisa jangan lama - lama ya, kalau bisa Lusa mama akan minta jawabannya. Kamu jangan lupa minta petunjuk sama Allah, sholat istikhoro jangan lupa". "Iya maa, insyaAllah aku nggak lupa," jawabku dengan senyuman meyakinkan. Padahal di dalam hati, rasaya seperti tersengat aliran bertegangan tinggi. Tau rasanya itu seperti apa? Ok mungkin terdengar lebay, tapi kurang lebih seperti itu lah yang aku rasakan saat ini. Malam ini sepertinya aku akan tidur sangat larut, ya karena memikirkan permintaan mamaku tadi. Permintaan yang mengharuskanku menguras pikiran. Berdoa lebih giat untuk mengetuk pintu - pintu langit. Meminta jawaban terbaik dan dengan jalan penyelesaian yang terbaik pula, kepada Allah. Sebab, Allah lah tempat meminta segala sesuatu. _________
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD