BAB 4 - Tentangnya

1015 Words
"Hal yang paling berarti dan berharga yang semua orang memilikinya, namun tak semua orang menyadari betapa berarti dan seberapa pentingnya hal tersebut. Ia adalah Waktu." ______ Aku berjalan gontai menuju dapur yang ada di lantai bawah, sambil meneguk air putih, kulirik jam yang bertengger di dinding yang ada di dapur menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Yaa, ini sudah tengah malam dan aku belum bisa tidur, kebiasaan insomniaku ini sudah cukup lama. Semuanya dimulai dari tugas kuliahku yaitu laporan praktikum yang harus ditulis tangan, karena menumpuk dan harus selesai dalam satu malam, jadi mau tidak mau akupun begadang untuk menyelesaikan semuanya sampai pukul empat pagi. Bayangkan betapa sedikitnya waktu tidur yang ku punya waktu itu. Hampir setiap setelah menyelesaikan praktikum, akupun harus mengerjakan laporan, dan hasilnya kebiasaan tidur larut malamku semakin ter-asah dan aku sukses mengidap insomnia. Tentu saja. Tak semua mahasiswa yang sejurusan denganku mengidap insomnia, sebab mungkin aku saja yang tak pandai memanfaatkan waktu yang ku punya, alhasil akulah yang rugi. Kekurangan waktu tidur. Setelah menyelesaikan aktivitas minumku di dapur, akupun melangkahkan kaki menuju kamarku. Sepertinya semua orang dirumah ini sudah terlelap. Aku merebahkan tubuhku dikasur sebentar, dan akhirnya aku memilih mendirikan solat tahajud. Alhamdulillah setelah melaksanakan salat tahajud kemudian berdzikir dan membaca Al-Quran, Hatiku menjadi lebih tenang dan untuk terlelap pun aku tak sulit lagi. ______ "Dek, udah bangun belom?" samar - samar suara seseorang yang tak asing terdengar oleh indera pendengaranku. Kemudian disusul dengan suara ketukan pintu yang cukuo keras. Aku mengusap mataku dengan kedua tanganku, mencoba menetralkan penglihatanku agar lebih baik. Kak Azam sepertinya sedang menahan kekesalannya di luar kamarku, karena sedari tadi dia mengetok - ngetok pintu kamar, namun tak ada respon sedikit pun dariku. Bagaimana aku mau merespon? orang aku nya baru bangun saat suara kethkkan pintunya mulai terdengar keras. Aku pun membuka pintu kamarku dan mendapati kak Azam yang masih mengerutu tak jelas dan langsung mengacak rambutku. "Kamu tu yaa...kebo banget sih! Kamu tuh cewek, dek. Jangan biasain bangun kesiangan. Salat subuh nggak tadi? Hah? Jam segini baru bangun," omelnya panjang kali lebar dengan menggebu - gebu. Ah! aku lupa mengatakan, kalau kakakku ini sangat senang mengomeliku. "Iya kak iya, aku salat subuh kok," belaku seraya mendudukkan diriku dengan sempurna. Yaa Allah... kakak ku satu ini bawelnya kadang - kadang melebihi ibu kos yang nagih uang kossan, kalau kata Fatimah sih gitu! "Cepet mandi dan sarapan di bawah. Nggak pake lama!", titah kak Azam dengan penuh penekanan di setiap kata - katanya. Selain suka mengomel, kak Azam kadang bersikap bossy dan aku sangat tidak suka. Pandanganku tertuju di luar jendela. Sekarang di luar sedang hujan cukup deras. Hufft pantas saja mataku sulit untuk terbangun. Aku bergegas menuju kamar mandi dan setelah siap, akupun ikut sarapan bersama keluarga tercintaku. _______ Aku menuruni anak tangga dan menuju meja makan. Mereka semua sepertinya sedang menungguku. "Pagi ma, pa, kakakku yang paling tampan, bi Endang". Sapaku kepada mereka yang sekarang sedang menatapku sambil menyernyitkan alis mereka. Kenapa? Ada yang salah dengan penampilanku pagi ini? "Pagi juga non, non kok cantik sekali hari ini?", Sapa bi Endang beserta pujiannya. "Pagi juga adikku yang cantik tapi kebo kalau tidur suka ngalahin orang pingsan", Ya ampun kak,, kalau cantik ya cantik aja sih. Jangan pakai embel-embel kebonya segala. "kakak mau ke rumah sakit? Lagi ada pasien kah? Kok rapi sekali?". Tanyaku pada kak Azam yang sedari tadi hanya fokus melahap sarapannya. "kamu jawab dulu pertanyaan bi Endang! Mau kemana dandan cantik seperti itu?" "ehh,, iya bi. Nur cuma mau ketemu sama Fatimah. Sudah cukup lama kami nggak ketemu, sekalian mau ngasih ole ole juga". "jadi, sekarang giliran kakak yang jawab, kakak mau kemana?". "kerumah sakit". "banyak pasien yang harus kakak cek ya kak?". "ehm" Ya ampun, mulai deh kambuh! Penyakit bicara iritnya kak Azam. Bicara kan nggak bayar kak? Setelah kami menyelesaikan sarapan pagi, kami pun kembali ke aktifivitas kami masing-masing. Papa berangkat ke kantor karena bakalan ada meeting bersama beberapa pemilik saham di perusahaan yang bergerak di bidang properti. Mama, katanya mau pergi kerumah tante Sabrina- sahabat karibnya, karena,, yaa biasalah ibu-ibu ya, paling berdiskusi atau sekedar curhat soal anak-anak mereka atau masalah materi di pengajian. Mungkin kurang lebih seperti itu. Kak Azam? Jangan ditanya, dia sudah berangkat duluan sebelum mama sama papa. Maklum, kak Azam seorang konsulen di salah satu rumah sakit swasta yang ada di Jakarta. Pastinya dia sibuk mengobati atau sekedar mengecheck keadaan pasiennya atau... ah! entahlah. ______ Sekarang aku sudah sampai di sebuah cafe bernuansa Korea. Fatimah-sahabatku mengajakku bertemu di sini. Aku mengedarkan pandanganku sebelum aku duduk di bangku dekat kaca di bagian pojok cafe ini. Fatimah baru saja mengirimkan pesan padaku, bahwa dia sedang terjebak macet. Yaa,, namanya juga ibu kota ya kan, pastinya identik dengan kata 'macet'. Aku menatap layar handphoneku yang wallpapernya fotoku berasama Fatimah, Fatimah sudah seperti keluarga sekaligus saudara perempuan bagiku. "Assalamualaikum Nur." Ternyata Fatimah sudah sampai. Aku bahkan baru menyadari keberadaannya, karena sedari tadi aku hanyut dalam lamunanku mengenai masa SMP--ku bersama Fatimah. Lucu kalau ku ingat, waktu itu dia menyukai anak baru di sekolah, cowok itu blasteran Korea-Jawa. Aku masih ingat sekali kalau Fatimah sering mengirimi cowok itu banyak surat cinta, yaaa surat cinta. Surat cinta yang berisi tulisanku, kok tulisan aku? Ya asal kalian tau Fatimah begitu menyukai gaya tulisanku, walaupun menurutku tulisanku itu biasa saja. "Nur!!! ihhhh, kok senyum-senyum sendiri gitu sih? Ngelamunin apa hayo?", Tanya Fatimah dengan penuh selidik. "Ehh,, gak kenapa-kenapa kok Fa, heheh", jawabku sambil nyengir kuda. "ya udah kalo gitu pesen minuman apa kek, oh iyaaa aku lupaaa," yailah ni anak lupa apaan lagi? "mana ole-oleh dari Paris buat aku? Awas kalo gak ada! Aku bakalan ngambek ni", ancamnya dengan tingkah kekanak-kanakan sambil mengerucutkan bibirnya. "Tenang aja, ada kok di dalam tas. Entar aja ya, kita makan dulu ya, Adek pinter harus nurut ya sama kakak cantik." Jawabku sambil mengidipkan mata ke arahnya, Fatimah hanya mencebikkan bibirnya tanda tak setuju dengan kalimat akhir yang aku ucapkan tadi, namun akhirnya dia hanya mengangguk. Selanjutnya, kami tenggelam dalam obrolan seputar kesibukkan satu sama lain. Sesekali membhas masa lalu yang manis dan tertawa bersama. ______
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD