Issabella.

1012 Words
    Bella Pov.     Aku tidak bermimpi kan? Bagaimana bisa ada pria setampan ini berkeliaran di Manhattan tapi aku tidak menyadarinya. Apa gara - gara aku terlalu tenggelam dari kesedihanku akibat ulah Brian beberapa hari yang lalu. Cowok brengseek itu pasti mulai memikirkan bagaimana masa depannya setelah semua fasilitas yang membuatnya populer aku cabut.     Percuma saja dia memiliki b****g yang seksi tapi tak memiliki apapun. Dia tidak memiliki penyokong dana dari ayahnya yang seorang montir dan tiga adik. Dia juga tidak bisa menyewa apartemen dan harus tinggal di asrama. Dengan kata lain dia harus peminjam dana pendidikan dan memikirkan pelunasannya. Huh rasakan.     Ting.     Tanpa sadar, aku sudah berada di lantai hotel yang pria ini katakan. Bisa aku rasakan ototnya yang keras dari balik tuxedo yang ia kenakan. Dia menunduk tertutup surainya sehingga aku tidak bisa melihat wajahnya yang bisa membuat gadis - gadis melepaskan celana dalamnya.     "Tuan... mana kartu kamar hotelmu. Oh ya ampun kau berat sekali. Aku jadi berpikir bagaimana beratnya dirimu saat berada di atas tubuh gadis yang kau tiduri. Mereka pasti merasa sesak..."     Yeah, untuk saat ini aku bebas mengoceh karena dia sedang dalam keadaan setengah sadar. Mana mungkin aku berani mengatakan hal itu padanya ketika ia seratus persen sadar, itu namanya mencari kesenangan. Ups maksudku mencari masalah.     Astaga, padahal status jombloku hanya berumur seminggu tapi otakku tidak menunggu waktu untuk berpikir m***m. Aku tidak menyalahkan otakku karena berpikiran demikian, lihatlah betapa wow pria ini dia seperti kue lezat merlapis gula cair, coklat yang siap dijilat. Usianya terlihat matang jadi pasti lebih berpengalaman. Oh ya ampun kini aku mulai berfantasi membayangkan hal menyenangkan pada pria yang jatuh setengah sadar itu.     "Hei tuan, tuan..."     "Em..."     "Haus."     Kalau haus seharusnya kau memberiku kuncimu agar aku bisa membuka pintu hotelmu lalu membawakanmu minuman. Tsk terpaksa aku mengambil keuntungan meraba - raba dirimu. Hehe sebenarnya itu yang aku harapkan dari kemarin. Bagaimana lagi, kau terlalu tamoan untuk dilewatkan. Aromamu bahkan sangat lezat dan aku seolah ditarik feromon yang kuat.    Baiklah karena kau dalam keadaan tidak berdaya maka aku dengan terpaksa meraba - raba tubuhmu. Yah meski tidak sepenuhnya terpaksa karena kau adalah pria yang dianugerahi wajah dan postur tubuh untuk membuat gadis - gadis berlari telanjang ke arahnya atau para lesbi menjadi normal kembali. Ketampanan yang mematikan. Kini aku menyesal sudah bersedih untuk pria yang tidak bisa menyamai sedikit kelebihan fitur wajah pria ini. Perasaanku memberat karena menghabisakan waktu yang sia - sia untuk pria semacam Brian.     Perlahan tanganku menyusup di balik jasnya. Menahan malu akibat meraba - raba pria setengah sadar.     Bahan jasnya sangat nyaman di tanganku, tapi aku masih belum menemukan kartu untuk membuka pintu. Lalu tanganku memasuki saku di kemeja pria ini, hasilnya tetap sama. Hanya saja yang aku rasakan bulatan di dadanya mengeras.     Buru - buru aku menarik tanganku, sangat malu karena merasa sudah mengambil keuntungan dari pria tampan ini. Dan sekarang justru merasakan hal yang seharusnya aku rasakan.     "Ups maaf. Ga sengaja..."     Kini pilihanku menjalar ke tempat lain. Mana lagi selain saku celana panjangnya di mana saku celananya ada pantannya yang nampak keras dan di sisi agak dengat dengan pangkal paha. Semoga tanganku tidak kebablasan sehingga menyentuh barang ajaibnya.     "Narik nafas ... fiuuhhh...."     Yah, pertama aku harus berkonsentrasi sebelum memasukkan tanganku ke sakunya. Itu agar aku tidak meleset dan memegang barang terlarang.     Set.      "Ah dapat!" Pekikku senang.     Akan tetapi yang terjadi sama sekali tidak semudah yang seharusnya. Pria ini menggeser tubuhnya, membuatku menyentuh hal yang aku hindari ketika mengambil kartunya dari saku celana.     "Akh besar, keras ups," aku buru -buru menutup mulutku agar tidak ada yang mendengar. Sungguh sangat memalukan sebenarnya tapi pengalaman ini sangat bagus sekaligus menegangkan.     "Tsk apa yang aku pikirkan. Dia haus dan harus minum."     Tak menunggu lama pintu terbuka begitu kartunya aku tempelkan di handle pintu.     "Oh aku harus memapahmu lagi. "     Aku kembali membantunya berdiri meski ia sangat berat. Matanya berkedip - kedip seolah berusaha agar sadar. Mungkin ia merasakan tubuhnya terombang - ambing ke kanan dan ke kiri saat aku papah. Tentu saja, bagaimana mungkin tubuh besar, tinggi dan penuh otot sepertinya mampu aku papah dengan tegap. Otot terlatihku jumlahnya terbatas jadi tidak cukup kuat mengatasi berat tubuh pria ini.     Bruk!     Akhirnya... Ya ampun. Belum pernah aku berjuang sekeras ini dalam hal memindahkan beban. Pengalaman pertama kali ini lumayan menguras tenaga dan ketahanan mental.     Aku menyeka keringat yang menetes di dahiku. Lalu melangkah ke kulkas yang ada di samping televisi layar besar yang menempel di tembok depan ranjang.     Grep.     Aku berjengkit hebat kala cengkraman tangan berada di bahuku. Membuatku seketika berbalik dan mendapati pria tadi menatapku datar lalu aku tidak mengingat apa - apa lagi.     Bella Pov End.     Normal Pov.     "Hentikan Blair, kau tidak mau menghisap gadis yang menyelamatkanmu kan?"     Suara pria yang memiliki pahatan sempurna di wajahnya menghentikan gerakan Blair.     "Itu kesialannya karena menemukanku, Cresent. Seharusnya dia meninggalkan aku sendirian."     "Dan membuatmu mati terbakar matahari esok hari? Kau menghilangkan jimat perisai pelindung matahari kan?"     "Huh... tapi aku haus. Aku ingin mencicipinya sedikit, "ucap Blair.     Blair mengendus leher Bella. Merasa tertarik karena tahu jika aroma darah ini adalah darah yang masih virgin. Air liurnya terancam menetes karena harumnya aroma ini.     Pluk.     Cresent justru memberinya darah yang ia taruh di botol. Mau tak mau Blair mengambilnya dan minum.     "Kau bajingaan yang selalu menghalangiku meminum darah manusia," gerutu Blair.     Cresent memyeringai, "Bukankah kau sudah berjanji pada Issabela." Deg. Barulah Blair sadar aroma yang ada di tubuh Bella. Ini membuat Blair merasa kembali segar karena menemukan apa yang sudah lama ia cari sejak lima ratus tahun yang lalu. "Kau benar. Sekarang pergilah Cresent. Aku ada urusan yang harus aku lakukan..." Cresent mendengus jengkel. Pria ini memang sama sekali tidak mengenal terima kasih. Ciri khas klan Antonius yang menyebalkan. "Ya, ya. Lakukan sesukamu. Kau memang menyebalkan." Cresent pun menghilang dari hadapan Blair dengan kepulan asap menjadi seekor gagak. Seharusnya ia berubah wujud menjadi kelelawar tapi Cresent tidak menyukai hewan jelek itu. Dia memilih bertransformasi menjadi burung gagak yang eksotis. "Dasar cerewet." Pandangan Blair kini mengarah pada sepenuhnya pada Bella. Ada banyak emosi di matanya ketika melihat gadis yang membeku seolah menjadi patung itu. "Issabella... aku merindukanmu. "     Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD