Blair melayang ke arah ranjang di mana Bella terbaring. Mengamati sosok yang ia yakini reinkarnasi Isabella. Mengamati kesamaan antara Bella di masa lampau dan sekarang. Dia menatap bibir, hidung, mata dan seluruh tubuh yang sekarang menjadi wadah dari Isabella. Menimbulkan keinginan untuk menyentuh, yang ia wujudkan dengan mengusap bibir Bella, dengan ujung larinya. Menyesapi betapa kenyal bibir lembab nan indah itu. Lalu beralih meletakkan telapak tangannya di pipi Bella yang hangat. Ia sangat menyukai kehangatan pipi Bella di tangannya, mengagumi sesuatu yang tidak dimiliki oleh bangsa vampire yang dingin.
Desiran darahnya mulai menjadi cepat. Matanya memerah menuntut hasratnya dipuaskan. Dia tahu harus pergi sebelum kehilangan kesadaran dan menyakiti Isabella di saat bulan purnama. Yang mana gejolak pemangsa dari dirinya akan melukai Isabella yang rapuh berwujud manusia biasa.
Kita pasti bertemu lagi Isabella, dan kau tidak akan lolos nanti.
Pria itupun menghilang dari pintu kamar hotelnya. Namun kesan yang ia tinggallah tidak pernah pergi dari pikiran Bella. Gadis itu secara naluriah masih terhipnotis daya tarik Blair yang berbahaya dan menantang.
Bella Pov.
"Eh?"
Aku terbangun seolah mendapatakan kejutan. Otakku yang melakukan kejutan itu, dia mengutukku karena tertidur di kala ada pria setampan Adonis di sampingku tapi aku justru tertidur. Sangat memalukan, dan Trisa pasti akan menertawakanku jika tahu aku melewatkan pria hot dan beroma lezat yang mengundang wanita itu. Aku bahkan enggan membayangkan senyum mengejeknya karena kebodohanku.
"Tsk lupakan."
Harapan pria yang berferomon tajam ada di sisiku ketika bangun tidur kandas dengan realita. Harapan agar bisa meraba - raba dia dan mencuri sedikit kesempatan juga seperti asap yang mengepul.
Sekarang aku harus kembali pada realita di mana ayahku menuntutku untuk membuktikan kemampuan ku sebelum memimpin sebuah perusahaan. Sebab kakakku yang tampan, mapan, seksi dan hot sudah melakukannya di Eropa. Kini tinggal ayahku yang akan menuntut aku untuk membuktikan jika aku menuruni darahnya. Dia ingin aku membuktikan padanya jika aku bukan mesin menghabis uangnya. Sebuah julukan karena aku sudah melakukannya selama ini. Tanpa batas karena belas kasih cinta dari orang tuaku yang menginginkan aku bahagia. Baik aku membicarakan tentang si bodoh Brian yang sudah membuatku meneyedot uang ayahku. Dan aku menyesalinya akibat pukulan kenyataan yang lumayan memalukan, diselingkuhi.
Sadar jika hari ini aku harus melakukan sesuatu, bokongku pun meninggalkan ranjang hotel dengan cepat.
"Oh tidak, aku tidak boleh terlambat bertemu dengan bos baruku."
Aku memperbaiki pakaianku yang kusut, memakai Jimmy cho, mengambil tas Gucci lalu bergegas ke pintu. Setelah menaiki lift aku melihat ponsel, ada puluhan panggilan tak terjawab dari Trisa. Dia pasti gila karena kekhawatiranju yang menghilang mendadak tadi malam.
To Trisa bawel.
Aku bertemu pria yang membuatku basah hanya dengan menatapnya tadi malam.
Kita lihat bagaimana respon dari Trisa saat aku mengungkit seorang pria. Mungkin saja dia ikut berbahagia dan menyalakan lilin atas menghilangnya Brian dari otakku.
From Trisa Trace bawel.
Bohong. Kamu pasti menangisi si bodoh Brian.
Lihat apa yang dikatakan Trisa. Bisakah aku cemberut melihat bestie ku tidak percaya apa yang aku katakan.
To Trisa bawel.
Aku serius. Aku mengantarkan dia ke hotel karena ia dalam kondisi tidak sehat. Dan aku baru saja kehilangan momen merayunya karena tertidur. Sungguh bodoh.
Yah satu satunya yang aku sesali adalah tertidur tanpa tahu identitas dari pria yang wow itu.
'Bisakah aku lebih bodoh,' batinku merana. Hilang sudah pria jantan yang aku impikan. Melihatnya membuatku merombak seleraku pada pria. Kurasa aku sekarang menyukai pria dingin yang nampak berbahaya seperti yang aku tolong tadi malam.
Pengalamanku yang sudah rugi banyak dengan memberi semua kemewahan pada pacar yang menganggapku rendah dan manja mengajari jika tidak bisa percaya dengan pria yang suka tersenyum dan nampak ramah. Di mana otakku saat itu karena cukup bodoh dengan mempercayai omong kosong tentang persahabatan sejak kecil.
'Tak heran jika ayahku mengataiku stupid golden red,' batin Bella.
Memang harus aku akui jika selama ini hanya bersenang- senang di universitas. Aku tidak merasa mempelajari semuanya tidak penting karena ada Brian yang akan menjalankan usaha ayah jika kakak menolak untuk pulang ke Manhattan. Impianku untuk bersantai, bersenang - senang, menguap sehingga harus berdiri di atas kakinya sendiri saat sadar jika memang memiliki status yang tinggi memiliki resiko sendiri. Salah satunya adalah rencana licik seseorang untuk mengusai apa yang aku miliki.
From Trisa Bawel
Kau selalu kehilangan moment wow dalam hidupmu. Kurasa waktunya kau menjadi dewasa Bella.
Yah itu nasehat yang tidak buruk, tapi aku tidak tahu caranya untuk menjadi dewasa. Dan menjadi sekertaris magang di perusahaan yang memiliki koneksi dengan perusahaan ayahku adalah salah satu cara agar aku menjadi dewasa, itu kata ayahku. Karena aku sama sekali tidak yakin jika tetap tenang ketika melihat pria cool berbokong keras dan seksi.
Di mansion aku membuat kehebohan dengan berlari seperti kuda liar. Aku menuju ke kamar dan bersyukur ayah tidak mencegatku karena tidur di luar. Pasti Trisa yang membuat alasan padanya.
Jangan heran jika aku sedari tadi hanya membicarakan tentang ayah. Aku memang tidak memiliki ibu. Dia sudah menjadi almarhum dan wanita - wanita yang berada di sisi ayah adalah pacarnya. Ayahku tidak cukup percaya pada siapapun untuk menjadi istrinya di usianya yang sudah tua. Tentu saja mereka hanya menginginkan uang ayahku, itu wajar karena itu yang ayahku miliki karena aku yakin juniornya bahkan tidak berfungsi dengan baik tanpa obat perangsang. Dia tidak ingin pacarnya membuat masalah untuk anaknya dan membuat mereka mengerti posisinya yang hanya sementara.
Selesai dandan dengan waktu tercepat yang pernah aku lakukan, aku menuruni tangga menuju ke ruang utama yang seluas lobi hotel. Ini tempat favoritku masa kecil karena bisa berlarian dan bergantungan di lampu kristal besar yang menggantung di langit - langit. Lalu membuat semua pelayan panik karena takut aku jatuh. Sedangkan aku seperti monyet yang memanjat tirai tinggi berkanopi besar.
"Di mana ayah, Leo?" tanyaku pada kepala pelayan. Aku mencintai sekutuku yang satu itu. Dia tim yang bagus agar aku bisa lolos dari omelan ayah.
"Dia berangkat pagi - pagi sekali Bella. Sekarang katakan padaku apa yang kau butuhkan untuk mengisi perutmu? jangan bilang kau diet," tanya dan gerutu Leo.
"Tidak. Ambilakn sandwich karena ini adalah hari dimulainya taruhan ayah."
Alisnya mengangkat dan tahu apa yang aku maksud.
"Aku mengerti nona."
"Oh satu lagi. Apa Mr Jack sudah siap di mobil?" tanyaku.
"Ya."
"Bagus."
Saat aku melangkah ke luar pintu, ada keributan yang dibuat oleh seseorang di depan pagar ganda yang memiliki penjaga pintu. Dia berteriak - teriak memanggil namaku. Dan hanya satu orang yang akan melakukan itu semua. Siapa lagi kalau bukan Brian.
"Apa yang harus saya lakukan padanya nona?" tanya Leo.
"Apa lagi, usir dia. " Memangnya apa yang akan aku lakukan pada pengkhianat ini.
Aku sudah sangat muak dengan pria yang ternyata benalu di hidupku. Akan tetapi dia begitu nekat hingga menghentikan laju mobilku yang akan pergi ke perusahaan rekan ayahku untuk magang.
"Bella, please dengarkan aku. Bella..." Dia mengetuk kaca jendela mobilku dengan tangannya. Aku tahu dia dalam keadaan tidak baik. Sudah pasti ia datang ke sini karena diriku melainkan karena uang ayahku.
"Lanjutkan Mr Jack. Dia bukan lagi seleraku." Mata coklat keemasan melintas di mataku. Menghapus semua sisa sisa kekaguman untuk Brian. Aku memang tidak bisa menyangkal jika pria yang aku tolong sudah mengalihkan duniaku.
Teriakan Bryan mengembalikan ku dari lamunan kekaguman. Penjaga pintu tentu tidak akan tinggal diam. Dia menyeret Brian dari mobilku sehingga aku bisa pergi.
Jujur saja aku saat ini hampir menangis karena ingat jika mengingat semua yang sudah ia lakukan. Ternyata perlakuan istimewa itu karena dia memang mencintai gadis yang ia bilang teman masa kecilnya. Dan aku sangat bodoh tidak menyadarinya.
Flashback On.
"Bella, kenalkan dia Ceris," ucap Bryan yang menggandeng gadis cantik di tangannya. Bella agak tidak suka cara Bryan menggandeng Ceris sebab ia tidak melakukannya padanya
"Hai, Bella. Aku banyak mendengar tentangmu." Ceris dengan senyum manis mengulurkan tangannya ke arah Bella.
"Hai Ceris. Tapi dia tidak pernah bercerita tentangmu padaku."
"Aku memang tidak penting. Makanya dia tidak pernah cerita tentangku padamu."
"Hei, kau sangat penting Ceris. Kau kan sahabatku."
Seperti seorang peri, sikap manis Ceris berhasil mendapatkan kepercayan Bella meski kadang itu mengganggu.
Apalagi di awal pertemuan mereka, Bryan begitu perhatian pada Ceris. Dia seolah lupa ada Bella di sisinya.
"Ayo kita masuk. Filmnya akan dimulai," ajak Ceris.
"Ayo..." ucap Bryan.
Bella setuju dan akan menggandeng tangan Bryan, tapi pacarnya itu justru menarik Ceris masuk. Dia seolah lupa jika Bella adalah kekasihnya.
Akan tetapi Bella yang tidak memiliki pemikiran negatif mengira jika mereka berdua terlalu merindukan satu sama lainnya. Jadi memberi mereka kesempatan untuk bernostalgia.
Sampai ketika kedua gadis itu kedinginan tapi Bryan justru memilih memberikan jaketnya pada Bella dan membiarkan Bella. Bella membeku dan ia mengamati penampilan Ceris. Anehnya Bella justru merasa tertantang untuk mendapatkan semua perhatian dari Bryan. Dia bertekad akan mendapatkan semua perhatian dari Bryan sehingga pacaranya tidak lagi memperhatikan Ceris.
Tanpa tahu hal itu justru dimanfaatkan Ceris yang cerdas. Dia tahu jika Bella tergila- gila dengan Bryan. Dan akan sangat mudah baginya untuk memanfaatkan perasaannya. Dalam hati dia juga tahu jika Bella adalah stupid red blonde.
Rencana Ceris dimulai dengan mengajak Bryan membeli kado untuk Bella. Walaupun membeli kado tentu yang ia gunakan adalah kartu Bella. Ceris menggunakan alasan itu dan memanipulatif Bryan.
"Sebaiknya kamu membelikan Bella gelang, pasti dia akan terharu," ucap Ceris saat Bryan berkata ingin memberi kejutan pada Bella.
"Ide bagus, tapi aku butuh pendapatmu."
Bryan pun mengajak Ceris ke Tiffany &co. Di sanalah dia memperlihatkan kemampuan aktingnya. Dia melihat sendu perhiasan di depannya karena tahu orang tuanya tidak akan bisa membelikannya tanpa kartu kredit.
"Bella beruntung mendapatkan hadiah darimu. "
Karena tidak enak hati, Bryan ikut membelikan Ceris gelang juga.
"Ini untukmu. "
Ceris pura pura terkejut. Dia memeluk dan mencium pipi Bryan, tapi meleset sehingga mencium bibirnya. Bryan sampai dibuat terkesima dan tidak bisa melupakan ciuman tak sengaja itu.
Tbc.