Hari Bahagia

1019 Words
6 Bulan sebelumnya 28 Agustus 2021. Adzan subuh baru saja berkumandang. Ayam ayam jago berkokok saling bersahutan, suaranya yang nyaring memekakan telinga. Langit kota masih terlihat gelap, dari kejauhan sorot sang matahari terlihat di ujung Timur. Siap menyambut pagi dengan warna jingganya. Di sebuah rumah yang sangat sederhana, di sebuah kampung di kaki bukit, seorang perempuan muda tengah mematut dirinya di depan cermin besar. Wajahnya yang ayu di poles dengan berbagai make up, bibirnya yang tebal di sapu dengan ginchu, "Mbak Yunita, gimana penampilanku? Sudah bagus?" Seorang perempuan menghadap ke arah kaca dan mematut penampilannya hari ini. Ia melirik perempuan yang berdiri di sampingnya lewat kaca di hadapannya. "Wes cantik! Ayu tenan!" seru perempuan yang berdiri di sampingnya. [Sudah cantik! Sangat cantik!" "Hahahaha, bisa saja," celoteh perempuan itu tersenyum ke arah perempuan yang dipanggilnya 'Mbak Yunita' tadi. "Fresia!" seru seseorang dari pintu masuk kamarnya. Perempuan bernama Fresia itu menoleh ke arah pintu, ia melihat sepupunya telah siap dengan kebaya warna merah marun dengan make up cantik sama seperti dirinya. "Mas Moka sudah siap. Ayo!" ujar Rania, sepupu dari Fresia. "Iya," sahut Fresia mengangguk. "Sudah sana! Jangan menunda hari bahagiamu," celoteh Mbak Yunita menepuk pundak Fresia pelan. "Hehm." Fresia hanya bergumam. Fresia dan juga Rania keluar kamar bersama dengan Mbak Yunita yang mengantar ke depan. "Orangtuaku dimana? Sudah sampai?" tanya Fresia sebelum masuk ke dalam mobil. "Mereka sudah berangkat ke tempat tujuan," jawab Mbak Yunita yang memang sedari tadi saling bertukar kabar dengan orangtua Fresia. "Oh." Fresia mengangguk mengerti. Ia mengambil tempat duduk di belakang. Sedangkan Rania duduk di samping kursi kemudi. "Ya sudah, kita berangkat, Mbak," ujar Mas Moka pamit kepada Mbak Yunita. “Hati hati di jalan! Semoga semuanya lancar!” ujar Mbak Yunita sebelum melepas dua keponakannya pergi. Mobil pajero warna putih itu melaju meninggalkan halaman rumah Mbak Yunita. Roda empat itu terus berputar hingga keluar kompleks perumahan dan bergabung dengan puluhan mobil yang lain di kawasan raya Batu. Moka menyetir mobil dengan kecepatan sedang, mengutamakan keselamatan dengan berhati hati. Lagipula mereka masih ada waktu sampai acaranya di mulai. Pria itu melirik perempuan yang duduk di sampingnya, Rania tengah mematut dirinya di depan kaca. “Sudah cantik, Yang,” celoteh Moka tersenyum gemas. Rania menoleh ke arah kekasihnya lalu tersenyum lebar. “Dari dulu memang selalu cantik ‘kan,” ocehnya percaya diri. “Hehm, cantik.” Moka mengulurkan tangannya untuk mengusap usap rambut Rania. Fresia tersenyum kecil melihat interaksi dua orang di hadapannya. Ia mengenal Moka, kurang lebih 1 tahun yang lalu. Saat Rania membawa pria hitam manis itu ke rumah Mbak Yunita. Mereka berkenalan di sana, sebagai kekasih dan sepupu Rania. Moka ini mahasiswa jurusan Akuntansi yang kuliahnya satu gedung dengan Fresia. Pria itu tak terlalu tinggi, badannya kurus dengan kulit sawo matang. Rambutnya ikal berwarna hitam gelap. Ia berasal dari pulau Madura. Mereka berdua berkenalan saat KKN. Well, memang benar jika KKN adalah tempat yang sering membuat dua pasangan putus akibat kecemburuan, dua orang tak saling kenal bersama dan menjalin hubungan, dua orang yang merasa nyaman tanpa status ikatan. Sayangnya, dulu Fresia tak merasakan itu semua. “Frei!” seru Moka dari kursi depan. Ia melirik kursi belakang lewat kaca depan. Fresia tersentak dari lamunannya sendiri. “Ada apa, Mas?” tanyanya kemudian. Moka tersenyum kecil melihat Fresia tersentak kaget. “Kamu gugup ya?” tanyanya kemudian. Fresia tersenyum tipis. “Hehm,” gumamnya kemudian. “Santai aja, semuanya pasti lancar kok,” ujar Moka memberi semangat. “Iya, Mas.” Kembali Fresia mengangguk. “Mas Moka sendiri kapan nyusul?” tanyanya balik. Moka melirik ke arah Rania, lalu menggaruk belakang rambutnya yang tak gatal. “Jangan lirik ke aku, kalau kamunya sendiri nggak ada usaha,” oceh Rania yang meraskaan lirikan Moka. “Siapa bilang aku nggak usaha?” tanya Moka sewot. “Hehehehe, semua butuh proses, Yang,” imbuhnya tersenyum konyol. “Ck.” Rania hanya berdecih pelan. “Yang penting niatnya, Mas,” sambung Fresia. “Iya,” sahut Moka kalem. Mobil warna putih yang ditumpangi mereka bertiga memasuki kawasan kota Malang. Mobil melaju pelan memasuki gapura tinggi berwarna putih, pintu masuk Universitas Muhammadiyah Malang. Tempat berlangsungnya acara kelulusan Fresia dan juga Rania. Moka memarkirkan mobilnya di belakang halaman Masjid UMM. Mereka bertiga keluar dari mobil satu persatu. Fresia dan juga Rania sudah memakai jubah dan juga toganya. “Kita gabung sama yang lain ya? Kamu temui temen temen yang lain aja,” celoteh Rania kepada Moka. “Siap, Yang.” Moka mengangguk sembari mengecek ponselnya. Fresia dan juga Moka berjalan menuju halaman DOME UMM. Mereka berpisah dan bergabung dengan temannya masing masing. Fresia ke area dengan tulisan Prodi Manajeman, Ekonomi dan Bisnis, sementara Rania ke arah Prodi PGSD. “Hai, Fresia!” seru teman teman Fresia melihat kedatangan perempuan itu. “Cantik banget,” puji mereka melihat Fresia dengan make up serta tatanan rambutnya yang cantik. “Kalian juga cantik cantik!” seru Fresia tak kalah heboh. Ia merasa beruntung karena bisa lulus bersama dengan semua sahabat sahabatnya semasa kuliah. Mereka bisa merayakan kelulusan bersama. “Tadi bareng sama Rania?” tanya Devi, salah satu sahabat Fresia yang berasal dari Kota Blitar. “Iya.” Fresia mengangguk. “Di antar sama Mas Moka,” imbuhnya kemudian. “Mas Moka pacarnya Rania?” tanya Sasa, sahabat Fresia yang lain. “Hehm.” Fresia kembali mengangguk. “Oh.” Ke empat sahabat Fresia hanya ber-oh ria. Hari itu, merupakan hari sejarah untuk Fresia. Setelah selama 4 tahun lamanya mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, susah senangnya mengambil SKS, pengorbanan waktu dan juga tenaga saat skripsi. Semuanya terbayang dengan kebahagiaan hari ini. Hari ini juga membuka dunia baru untuk Fresia, dunia kerja yang ia idam idamkan. Ia tidak sabar untuk melamar pekerjaan, diterima diperusahaan impiannya dan juga mendapat hasil dari kerja kerasnya sendiri. Ia tak ingin menjadi beban keluarga lagi, ia akan membalas budi kepada kedua orangtuanya. “Senang rasanya bisa merasakan euphoria kelulusan ini. Banyak orang orang yang tidak seberuntung kita semua,” gumam Fresia pelan. “Benar.” Laila mengangguk membenarkan. “Banyak bersyukur sama Allah.” Perempuan berhijab itu tersenyum kepada semua sahabatnya. “Selalu, La,” ujar Fresia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD