Bab 4 - Penawaran

1456 Words
Sebuah mobil Maybach metalic hitam berhenti tepat di depan pintu rumah sakit Bellinton. Sang pengemudi mobil segera turun membukakan pintu mobil penumpang sisi belakang. Seorang pria tampan berwajah dingin dengan senyuman seringai liciknya turun dari mobil itu. Mata serigalanya memandangi bangunan di depannya. Kaki jenjangnya melangkah lebar diikuti pria muda di belakangnya. Kedua pria itu adalah Reagan Williams Hernandez dan asistennya, Hans Miller. Langkah mereka terhenti di depan ruang VIP milik Alfonso Anderson. Mereka masuk begitu saja tanpa meminta izin kepada si pemilik ruangan. Pandangan Reagan mengedar ke sekeliling ruangan. Aroma khas rumah sakit begitu menusuk indera penciumannya. Saat itu tidak ada siapapun yang menemani Alfonso di dalam kamar rawatnya. Alfonso sudah sadar sejak dua hari yang lalu, kondisinya kian membaik. Dokter mengatakan bahwa dia hanya mengalami stroke ringan akibat syok jantung. Tangan kirinya belum dapat digerakkan dan harus menjalani fisioterapi. Walau mungkin tidak bisa pulih seperti sedia kala, tetapi dokter telah menyarankannya untuk mengikuti terapi itu setelah kondisinya membaik. Alfonso masih tidak menyadari kehadiran pria asing di dalam ruangannya. Pria setengah baya itu sedang memandang keluar jendela dengan tatapan kosong. Reagan menatap dingin pria tua itu. "Halo, Tuan Anderson. Bagaimana kondisi Anda?" sapa Reagan datar. Lamunan pria tua itu seketika buyar. Kaget dengan suara pria asing di ruangannya. Ia pun langsung menoleh dan mengernyitkan keningnya ketika melihat kedua orang asing yang telah berada di ruangannya. Ia menatap dua pemuda di depannya dengan waspada. Sama sekali tidak ada kesan apapun di dalam ingatannya terhadap kedua pemuda tersebut. "Si-siapa kalian?" tanyanya dengan gugup. Alfonso dapat menebak maksud kedatangan kedua pemuda itu sepertinya bukanlah membawa kabar baik untuknya. Bisa dilihat dari wajah mereka dan sikap arogan Reagan terhadapnya. Reagan berjalan menghampiri pria paruh baya itu dan duduk di sofa dekat brankar tanpa seizin pemiliknya. "Ternyata kamu masih sehat dan bisa berbicara dengan baik," ucap Reagan kecewa. Alfonso semakin mengerutkan keningnya mendengarkan ucapan tak bersahabat yang dilontarkan pemuda asing di sampingnya itu. "A-apa maumu? Siapa kalian?" Alfonso bertanya kembali karena tidak mendapat jawaban sebelumnya. Reagan hanya tersenyum sinis, lalu ia memberikan kode dengan lirikan tajamnya kepada Hans untuk menjelaskan kepada pria paruh baya itu. Ia malas meladeni hal sepele seperti ini. Hans berjalan menghampiri brankar Alfonso dan berdiri di sampingnya. "Tuan Anderson, perkenalkan beliau adalah Reagan Williams Hernandez dan saya adalah Hans Miller, asisten beliau," terang Hans memperkenalkan diri mereka. "Hernandez? Apa Hernandez Corporation itu?" Alfonso mencoba menerka siapa sebenarnya pria arogan yang duduk di sofa itu. Dilihat dari penampilannya, pria asing itu bukanlah orang sembarangan. Entah kenapa ia langsung bisa menyebutkan sebuah nama perusahaan besar itu di bibirnya. "Benar. Beliau adalah CEO Hernandez Corporation." Hans menjawab Alfonso dan memperjelas jati diri atasannya itu. Alfonso terperangah. Ia tak menyangka tebakannya ternyata benar. Pria paruh baya itu juga kaget dengan kehadiran seorang CEO Hernandez Corporation di kamar rawatnya. Apalagi dia tidak mengenal pria itu. Nama besar Hernandez Corporation sangat terkenal di kalangan pebisnis seperti Alfonso karena perusahaan itu merupakan salah satu dari sepuluh perusahaan di Inggris yang memiliki aset yang mencapai triliunan dolar. Selain memiliki beberapa hotel di hampir seluruh penjuru negeri, Hernandez Corporation juga termasuk perusahaan jasa keuangan terbesar di kota London. Banyak sekali perusahaan-perusahaan menengah dan kecil ingin bekerja sama dengan Hernandez Corporation, tetapi tidak semudah itu untuk bekerja sama dengan perusahaan besar itu. Seorang Alfonso Anderson cukup terkejut dengan dirinya sendiri yang bisa bertemu langsung dengan CEO perusahaan itu. Apalagi Reagan, sang CEO Hernandez sendiri yang mendatanginya tanpa membuat janji lebih dulu. "Maaf, saya tidak mengenal Anda tadi. Bagaimana saya bisa tahu ucapan Anda barusan itu adalah benar adanya?" tanya Alfonso dengan sopan. Pria tua berbadan tambun itu meragukan identitas Reagan karena selama ini CEO Hernandez Corporation jarang muncul di depan publik. Semua itu karena Reagan yang tidak suka dirinya disorot oleh media dan publik sehingga ia selalu menolak untuk melakukan wawancara mengenai dirinya. Reagan menyeringai mendengar Alfonso yang meragukan identitas dirinya. Namun, ia tidak marah akan hal itu. "Saya rasa Anda akan mengetahuinya nanti apakah ucapan saya benar atau tidak, Tuan Anderson," timpal Hans. Alfonso dapat merasakan ucapan asisten Reagan itu memiliki maksud yang tersembunyi. Ia pun memasang sikap hati-hati di hadapan kedua pria asing itu. "Baiklah, untuk sementara saya percaya dengan ucapan Anda. Jadi sebenarnya ada apa seorang CEO Hernandez Corporation mendatangi kamar rawatku?" selidik Alfonso dengan suara yang terdengar begitu berat dan sedikit parau. "Tuan Muda Hernandez ingin menawarkan kerja sama dengan Anda. Ia mendengar kabar mengenai perusahaan Anda yang mengalami kerugian cukup besar dan ingin membantu menyelamatkan perusahaan itu," terang Hans lagi. Sekali lagi Alfonso kembali tercengang mendengarkan pernyataan Hans. Rasanya jantungnya berdebar cukup hebat mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari pria berkacamata di sampingnya ini. Alfonso sampai meragukan telinganya sendiri kali ini. "Apa syaratnya? Tidak mungkin seorang Hernandez menawarkan kerja sama dengan perusahaan kecil seperti Gesund." Alfonso mencoba menyelidiki maksud di balik pernyataan Hans tadi. "Tentu saja ada, Tuan Anderson. Selama ini perusahaan Hernandez tidak pernah mengambil tawaran bisnis yang merugikan diri sendiri," jelas Hans lagi. Reagan memandangi raut wajah Alfonso yang terlihat kegembiraan di kedua netra tuanya, tetapi pria tua itu masih terlihat berhati-hati terhadap mereka. Rasanya ingin dirinya mencabik-cabik wajah pria tua itu dengan tangannya sendiri jika teringat dengan kematian orangtuanya dulu. Namun, Reagan berusaha menahan amarahnya itu dan memasang wajah yang penuh kepalsuan di depan Alfonso. "Tuan Anderson, to the point saja. Tujuan saya ke sini adalah menyelamatkan perusahaan Anda. Dengan kemampuan Hernandez Corporation, Anda tidak perlu meragukannya. Selain itu, saya tidak membantu Anda dengan cuma-cuma. Saya ingin Anda menikahkan putri Anda dengan saya," jelas Reagan menjelaskan secara ringkas pembicaraan Hans tadi. Ia sudah jengah melihat kedua pria itu yang saling bertanya jawab layaknya sebuah kuis di depan matanya. "Apa? Anda ingin menikahi putri saya?" Alfonso terkejut dengan syarat yang diajukan Reagan padanya. "Iya. Itu syaratnya. Tentu saja selain itu, saya ingin lima puluh persen saham Anda diatasnamakan kepada saya," jelas Reagan lebih lanjut. "Selain perusahaan Anda selamat dari kehancuran, Anda juga menjadi besan dari keluarga Hernandez. Tentu saja ini adalah penawaran yang sangat menarik, bukan?" Reagan mengatakannya dengan senyum percaya diri yang sangat tinggi. Alfonso terdiam sejenak untuk merenungkan tawaran itu. Ia tidak mungkin mengorbankan kebahagiaan putrinya demi kelangsungan perusahaannya. Walau bagaimanapun putrinya berhak memiliki kebahagiaannya sendiri, begitulah pemikiran Alfonso. "Tuan Muda Hernandez, berikan saya waktu untuk memikirkannya. Saya akan membicarakan hal ini dengan putri saya, Jessica. Saya tidak bisa memutuskan hal ini langsung hari ini," ungkap Alfonso. "Jessica?" Reagan mengerutkan keningnya mendengar nama gadis asing yang disebut pria tua itu. "Iya, putri saya, Jessica Anderson. Bukankah Anda ingin menikahinya?" "Bukan Jessica yang ingin saya nikahi," sahut Reagan dingin. Raut wajahnya menggelap mendengar pertanyaan Alfonso. 'Dasar pria tua bangka licik! Beraninya dia menyembunyikan putri kesayangannya dariku, huh!' batin Reagan kesal. "A-apa maksud Anda adalah—" Suara Alfonso tercekat memikirkan nama putri kesayangannya di dalam benaknya. "Ya, seperti yang Anda pikirkan. Saya ingin menikahi Selina Anderson!" tegas Reagan. Alfonso tersentak. 'Kenapa dia bisa mengenal Selina? Dan untuk apa dia lebih memilih Selina dibandingkan Jessica?' batin pria tua itu heran. Pasalnya selama ini tidak ada yang mengetahui keberadaan putri pertamanya itu, selain anggota keluarga Anderson. Apalagi Selina tidak tinggal satu atap dengannya. Namun, keraguan pria tua itu sirna jika mengingat tidak ada yang tidak mungkin untuk diketahui oleh seorang CEO Hernandez. Alfonso pun mendesah pelan dan menatap sendu kepada Reagan. "Tuan Muda Hernandez, jika yang Anda maksud adalah putri pertama saya, Selina. Saya tidak bisa menjanjikan kepada Anda kalau dia akan setuju dengan pernikahan ini. Saya tidak ingin memaksa kehendak saya kepadanya," ungkap Alfonso. Ya, benar. Alfonso merasa sangat bersalah dengan Selina selama ini karena putrinya itu telah cukup menderita. Ia tidak ingin Selina harus menanggung semua beban yang seharusnya ditanggung oleh seorang ayah. Bukan Alfonso tidak menyayangi Jessica, tetapi terlebih karena ia sangat mengenal sifat kedua putrinya itu. Jika yang ingin dinikahi oleh Reagan adalah Jessica, putri keduanya itu, mungkin pembicaraan ini akan lebih mudah. Karena Alfonso tahu, Jessica pasti berminat menjadi istri seorang CEO Hernandez. Namun, siapa sangka yang menarik minat Reagan adalah putri pertamanya, Selina. Mendengar penolakan dari Alfonso, raut wajah Reagan menjadi nanar. Rahang kokohnya mengeras menahan amarah. Ia pun mendengus pelan dan berucap, "Saya tidak akan memberikan tawaran yang sama untuk kedua kalinya, Tuan Anderson. Jika Anda menolak, maka Anda akan melihat perusahaan Gesund hancur tak berbekas. Saya harap Anda pikirkan baik-baik dan rundingkan dengan putri Anda. Saya ingin mendengar kabar baik dari Anda dua hari kemudian." Setelah mengeluarkan ultimatum itu, Reagan langsung melengos keluar dari ruangan itu tanpa pamit. Hans yang sedari tadi berdiri di samping Alfonso pun segera mengikuti atasannya itu. Sebelum pergi Hans telah meninggalkan kartu namanya kepada Alfonso. Alfonso tertegun memandangi kedua pria itu, lalu ia memejamkan matanya dengan erat. Ancaman yang dilayangkan Reagan terdengar begitu nyata bagi Alfonso. Pria itu larut dalam dilemanya sekarang. To be continue ….
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD