Chapter 2

1209 Words
Selamat membaca Selena menatap lekat surat kontrak yang berada di tangannya. Sudah dua hari ia belum memberikan jawaban karena masih bimbang dengan pilihannya. Padahal tinggal satu hari ini waktu yang diberikan Raymond habis. Dan besok ia harus segera memberitahu keputusannya. Kenapa saat ia sudah menyerah dengan perasaan ini, pria itu justru memberinya harapan? Ia tidak tau apakah ini adalah sebuah kesempatan untuk mendapatkan hati Raymond atau lubang yang akan semakin menjerumuskannya untuk merasakan sakit lebih dalam. Jika dalam waktu dua tahun ia bisa membuat Raymond mencintainya, itu akan menjadi sebuah keberuntungan luar biasa baginya. Namun jika ia gagal, ia harus rela kembali terluka untuk kesekian kalinya. Bahkan luka yang ia dapatkan akan jauh lebih menyakitkan. Selena menghela napas pelan, lalu menjatuhkan tubuh lelah di atas tempat tidur dengan tatapan menerawang jauh ke langit-langit. Jika ia gagal, setelah perpisahannya dengan Raymond ia tidak akan bisa kembali bekerja di perusahaan itu lagi. Namun, ada dua keuntungan yang akan ia dapatkan jika menerima perjanjian ini. Pertama, ia bisa tinggal bersama dengan pria yang ia cintai, sekaligus mencoba untuk memikat hati Raymond. Kedua, ia bisa mendapatkan uang yang luar biasa besar untuk imbalan jika ia melakukan pernikahan kontrak ini. Jadi, jika memang nantinya ia tidak berhasil meluluhkan hati Raymond, setidaknya ia memiliki uang tabungan yang cukup untuk pergi dari kehidupan Raymond dan memulai hidup yang baru. Tidak ada salahnya jika ia sudah memikirkan rencana kehidupannya di masa depan. Tidak ada yang tau apa yang akan terjadi kedepannya. Ia hanya ingin berjaga-jaga dan tidak ingin ceroboh dalam melakukan sesuatu. Ditambah lagi Raymond bukanlah pria yang mudah untuk ditaklukan. Jadi ia tidak akan berharap terlalu banyak untuk bisa meluluhkan hati keras pria itu. Benar, ia harus menggunakan kesempatan ini dengan baik. Dan ia juga harus mempersiapkan pertahanan hatinya sekuat mungkin. ***** "Nek, Selena berangkat dulu," pamit Selena terburu-buru, lalu mencium pipi Anny. "Selena makan dulu sarapannya!" cegah Anny saat cucunya hampir saja melewatkan hal penting di pagi hari. "Selena sudah terlamat, Nek. Sarapannya Selena makan di jalan saja," ujar Selena bergegas mengambil tisu untuk membungkus roti bakar keju itu. "Susunya diminum juga!" Suara lantang Anny lagi-lagi menghentikan langkah Selena. Selena menahan kesal, lalu meminum s**u dengan secepat mungkin sampai habis agar dia bisa segera berangkat bekerja. "Sudah, Nek. Selena berangkat, Bye," pamit Selena sembari berlari menuju pintu keluar. "Dasar anak itu," gumam Anny sembari menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah cucu perempuan satu-satunya itu. Saat Selena membuka pintu, dia dikejutkan oleh mobil sport berwarna hitam yang ada di halaman depan rumahnya. Dia terpaku di depan pintu rumah saat pemilik mobil itu tiba-tiba keluar dan berjalan ke arahnya sembari menenteng jas serta memasukkan tangan satunya ke dalam kantong celana. "Kenapa Anda bisa berada di sini?" Selena bertanya bingung. "Aku datang menjemputmu," sahut Raymond singkat. "Sekaligus mendengar jawaban darimu," sambungnya datar. "Tapi bagaimana Anda bisa mengetahui rumah saya?" "Itu tidak penting, sekarang masuk ke dalam mobil atau kita akan terlambat," suruh Raymond lugas sembari melirik ke arah jam tangannya. "Lena, kau sedang bicara dengan siapa?" tanya Anny menghampiri Selena yang masih berdiri di depan pintu. Anny menatap Raymond dengan dahi berkerut. "Dia siapa?" tanyanya menatap Selena dengan tatapan bertanya-tanya. Sebelum Selena menjawab, Raymond sudah lebih dulu memperkenalkan diri. "Perkenalkan, saya Raymond calon suami Selena," ujar Raymond ramah dan tersenyum hangat ke arah Anny. Anny dan Selena sama-sama terkejut dengan ucapan Raymond. "Hah? Kau tidak pernah bilang pada Nenek jika sudah mempunyai pasangan," protes Anny menatap Selena dengan mata melotot. Selena menjadi gelagapan karena bingung harus menjelaskannya dari mana dulu. "Nek, nanti Selena akan jelaskan. Sekarang Selena harus berangkat," ujar Selena melarikan diri dan segera masuk ke dalam mobil. Raymond menunduk hormat sembari memberikan senyuman menawannya kepada Anny sebelum menyusul Selena masuk ke dalam mobil. "Kenapa Anda bisa mengatakan hal seperti itu?" Selena tampak keberatan dengan pernyataan Raymond. "Bukankah memang benar aku calon suamimu?" sahut Raymond acuh. "Saya belum mengatakan jawabannya." "Aku sudah tau, kau pasti akan menerimanya." Selena terdiam. "Sepertinya kata-kataku memang benar." "Anda belum menjawab pertanyaan saya sebelumnya." "Pertanyaan tentang apa?" "Bagaimana Anda bisa mengetahui alamat rumah saya?" "Aku seorang direktur, tentu saja dengan mudah mencari biodata karyawan perusahaan. Tidak hanya itu, bahkan aku juga mengetahui semua tentangmu. Bukankah memang sudah seharusnya aku mencari tau semua tentang wanita yang akan menjadi partnerku? Jadi kau tidak perlu menunjukkan dengan terang-terangan ketidaksukaanmu itu di hadapanku. Untuk kedepannya kau juga harus mengontrol ekspresi jika bertemu dengan orang tuaku. Jangan menunjukkan ekspresi seperti itu lagi." Setelah tiba di perusahaan, Selena mengikuti Raymond menuju ke ruang kerja. "Aku akan menjelaskan beberapa poin penting dalam isi kontrak itu." "Kita akan bersandiwara seperti keluarga bahagia di depan kedua orang tuaku dan publik. Kau juga harus siap menemaniku menghadiri pesta dan acara penting lainnya. Dan untuk kedepannya kau juga harus berhati-hati karena kehidupanmu saat itu akan disorot oleh kamera. Jika kita sudah menikah, kau tidak bisa bebas seperti dulu lagi tanpa diketahui publik. Karena itu, jaga sikap dan perilakumu untuk menghindari hal buruk yang akan terjadi." "Dan setelah kontrak kita berakhir, kita akan berpisah dan beralasan karena sudah tidak merasa cocok satu sama lain." "Sepertinya Anda memikirkan semua ini dengan sangat baik," pungkas Selena datar. "Semua sudah kuatur sedemikian rupa, kau hanya perlu menjalani skenario yang sudah kusiapkan." "Mungkin ini terdengar pribadi, tapi saya ingin mengetahui sesuatu." "Katakan saja," tukas Raymond singkat. "Apa Anda akan berkencan dengan wanita lain jika kita sudah menikah?" Selena bertanya dengan tatapan lurus ke depan. Raymond terdiam karena pertanyaan Selena. "Tidak," jawabnya setelah cukup lama terdiam. "Bagaimana jika Anda ketahuan sedang menjalin hubungan dengan seorang wanita?" "Saat itu juga kau bisa mengakhiri kontrak tanpa harus menunggu dua tahun," jawab Raymond yakin. "Baiklah." "Kau belum mengatakan apa yang kau inginkan sebagai imbalan dari pernikahan ini." "Sesuai seperti apa yang Anda tawarkan sebelumnya kepada saya. Saya tidak akan meminta berapa nominalnya," jawab Selena tidak tertarik. Raymond mengambil sebuah buku kecil, lalu menuliskan beberapa angka di atasnya. Kemudian dia merobek lembar kertas itu dan memberikannya kepada Selena. Selena tertegun saat melihat nominal angka yang tertera di kertas cek tersebut. "Ini terlalu banyak," katanya sembari menatap Raymond tidak percaya. "Terima saja," tukas Raymond singkat. Selena menghela napas pelan tidak berniat untuk menolaknya. "Boleh aku bertanya satu hal?" tanya Raymond tiba-tiba. Selena mengernyitkan dahi. "Silahkan," sahutnya penasaran. "Kenapa kau membenciku?" tanya Raymond tanpa basa-basi. Selena terhenyak. Ternyata tidak hanya teman-teman dan rekan kerjanya saja yang berpikiran seperti itu. Bahkan sampai Raymond juga. "Tidak, saya tidak pernah membenci Anda," sanggah Selena cepat. Raymond menatap Selena dengan tatapan menelisik. "Tapi sikapmu mengatakan sebaliknya." "Anda salah paham, saya memang pendiam dan tidak banyak bicara." "Tapi kuperhatikan kau bisa bicara dan tertawa bebas dengan orang lain selain denganku." Ucapan Raymond seketika membuat Selena bungkam. "Tidak seperti itu, sungguh ..." ujar Selena pelan setelah terdiam. "Sudahlah, kau bisa kembali ke mejamu sekarang." Selena mengangguk dan beranjak pergi dari ruang kerja Raymond. Namun sebelum sampai di depan pintu, langkahnya tiba-tiba terhenti. Dia membalik tubuh kembali ke arah Raymond. "Saya benar-benar tidak membenci Anda." Raymond terdiam sejenak. "Karena kau sampai mengatakan itu berulang kali, jadi aku akan mempercayainya." Seketika wajah Selena berubah ceria. "Anda percaya?" "Bukankah itu yang kau inginkan?" "Terima kasih," tutur Selena tersenyum lega. Raymond menatap Selena lekat. Ini pertama kali dia tersenyum ke arahku. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD