♡Bagian 6♡

2156 Words
"Kiaraa," Merasa namanya terpanggil, Kiara langsung membalikan badannya. Maura mengikuti apa yang sahabatnya itu lakukan. "Kenapa Yog?" tanya Kiara. Yogi mengatur nafasnya sejenak, dia tadi buru-buru mengejar langkah Kiara dan Maura. "Lu pada mau langsung balik?" Kiara menoleh ke sebelahnya, "Gue sih gimana Maura aja." "Kok gue sih?" Maura tidak terima namanya dibawa-bawa. "Kan kita best pren, harus bareng dong ke mana-mana." Maura tidak menjawab apapun. Maura mengernyitkan dahinya bingung ketika melihat orang yang sering dia lihat di mana pun. Yogi yang paham tatapan Maura langsung memperkenalkan temannya. "Oh iya, kenalin ini namanya Attar. Tar, ini namanya Kiara," tunjuk Yogi ke arah Kiara, Attar langsung menyalami Kiara, "Dan yang ini Maura." Maura ikut mengulurkan tangannya, karena Attar sudah terlebih dahulu menglurkannnya. "Attar," "Maura." "Ngongkrong aja yuk." ajak Yogi seraya mempermainkan alisnya naik turun. "Gimana Ra?" tanya Kiara, dia ikut bagaimana Maura. "Bebas gue." Akhirnya mereka memutuskan untuk hang out terlebih dahulu di sebuah kafe yang tidak jauh dari kampus. "Keren ya kafenya." ujar Maura sambil mengedarkan pandangannya, sangat instagramable dan nyaman. "Di sini emang bagus Ra, tempat gue biasa manggung." "Lah lu penyanyi Yog?" Kiara kaget mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Yogi. Yogi menggaruk tengkuknya yang mendadak gatal, "Ya belom di sebut penyanyi juga sih Ki. Baru mau nyoba di dunia tarik suara." "Wah bagus itu Yog, lumayan kan hasilnya." sahut Maura. "Alhamdulillah Ra, mayan buat nambah duit. Maklum anak rantau gue mah." Maura melirik sekilas orang yang berada disebelah Yogi. Hanya diam tanpa berkomentar atau pun mengeluarkan suaranya sekalipun. "Woy Tar, ngomong apa. Biasanya juga bawel lu." Attar tidak menggubris apa yang Yogi ucapkan. Entah kenapa Attar tidak bisa mengeluarkan sepatah dua pata dari mulutnya. Padahal dirinya termasuk orang yang banyak bicara. "Lu kok tadi di kelas ngga ada Tar?" tanya Kiara membuka obrolan dengan Attar. "Hah, ada kok. Gue disampingnya Yogi." "Eh udah pada mesen belom?" tanya Maura. "Belom." jawab mereka serentak, kecuali Attar yang hanya menggelengkan kepalanya. "Yaudah, tulis menunya. Biar nanti gue yang pesenin." "Dibayarin kan Ra?" tanya Kiara dengan senyum yang menyeramkan bagi Maura. "Maunya gratisan mulu ya." Kiara tak menghiraukan apa yang Maura ucapkan. Dirinya hanya bergurau saja, dia juga masih punya malu jika harus dibayarkan selalu. "Nih Ra." Maura bangun dari duduknya dan berjalan ke arah kasir. Dia sendiri sudah menulis pesanannya juga. "Eh Ki, lu udah ke rumah Maura?" tanya Yogi dengan rasa penasarannya mengingat tadi dosen di kelasnya menyebutkan jika bapaknya Maura orang terkenal. Kiara menganggukan kepalanya, "Iya beneran. Orang gue liat sendiri ada fotonya Dokter Tio di rumahnya dia. Ya kali kalo boongan sampe dipajang gitu di ruang tamu." oceh Kiara panjang lebar. Yogi menangguk paham, "Tapi kok dia ngga keliatan waw yaa orangnya. Biasa aja dandanan sama stylenya dia." "Ngga semua orang bisa diliat dari stylenya boy. Bisa aja orang yang keliatannya mewah malah biasa aja kan." Attar angkat bicara yang dari tadi hanya diam ketika Yogi bertanya tentang Maura. "Iya sih. Maksud gue tuh ya Tar, dia tuh ngga ada keliatan kek anaknya artis. Bisa dibilang Dokter Tio tuh artis loh, Emak gue aja di rumah tontonannya beliau mulu." "Ya ngga usah dibuat ribet, liat aja yang ada di depan mata." ujar Attar masih dengan gayanya yang santai. "Noh Yog, kayak Attar dong. Lu mah kek Ibu-ibu demennya ngerumpi." kesal Kiara, tidak terlalu kesal sebenarnya. Hanya saja heran dia dengan pandangan Yogi, memang harus ya tingkat kekayaan seseorang itu dilihat dari stylenya? Ada-ada saja. "Wih, lagi ngerumpiin apaan nih. Dari jauh gue liat keknya seru banget." Untung permasalahan tadi sudah selesai. Kiara takut menganggu perasaan Maura jika diomongi seperti itu. Dia sendiri belum mengenal Maura dengan baik. Kiara mengeluarkan cengiran andalannya, "Ngga ada kok. Abis berapa Ra?" tanya Kiara yang langsung merebut struk di tangan Maura. "Wih, ampe cepe ya. Padahal cuman berempat doang." Kiara mendecak heboh melihat nominal yang tercetak di struk tersebut. Attar mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan selembar uang berwarna biru dan menyerahkan ke arah Maura. Maura menerima tapi dia meletakkan ditengah-tengah. "Lu mana Yog duitnya?" tanya Kiara yang dari tadi asik berkutat dengan struk pembayaran. Dia menghitung jumlah perorangan, karena di struk masih menjadi satu. Dengan raut wajah yang cemberut, Yogi mengeluarkan uanganya dari saku kemeja yang dia kenakan, "Gue kira gratis." lanjutnya tak urung menaruh uangnya di atas uang Attar. "Ki, lu itung yang masing-masing aja ya. Pajaknya free dah." "Wih mantab sohib gue." puji Yogi yang membuat Maura hanya memutar bola matanya. "Nih totalam semuanya." ujar Kiara seraya menyerahkan hitungan yang sudah dia bagi perorang. Maura menggelengkan kepalanya, pantas jika Kiara bercita-cita sebagai pembisnis. Dia suka mentotal hitungan seperti itu. Tidak seperti dirinya yang jika tentang menghitung sangat dia hindari. Kecuali memang sudah menjadi tugasnya, seperti mereka uang perbulannya. Itu pun dibantu oleh salah satu orang kepercayaannya. Tidak lama makananpun datang. Mereka berempat menikmati dengan khidmat tanpa ada yang membuka mulutnya lagi. Maura kesusahan memotong daging steaknya, sudah berkali-kali antara pisau dan garpunya hampir mental. Dan betapa terkejutnya dia, ketika piringnya diambil alih oleh Attar. Dia sendiri tidak banyak bicara ketika melihat Attar memotongkan dagingnya. Semuanya steaknya, catat semua! Maura memandang itu dengan tampang cengonya. Attar mengembalikan piring steak Maura, "Thanks." gumam Maura. Hanya itu yang bisa dia ucapkan. Dirinya baru pertama kali diperlakukan seperti ini. Untungnya walaupun Kiara dan Yogi melihat, tapi mereka tidak memperdulikannya. Attar sendiri juga masih bingung, entah keperduliannya itu timbul dari mana sampai mau memotongkan daging steak sampai bisa dimakan. Adiknya saja ketika meminta bantuan dirinya, dia tunda-tunda. Dipertengahan menikmati hidangan, ponsel Maura bergetar. "Halo, assalamu'alaikum. Kenapa Put?" "Wa'alaikumsalam. Mbak masih di kampus ya?" "Ngga, ini udah di luar kampus. Kenapa emang?" Diam-diam ketiga temannya mendengarkan apa yang Maura bicarakan. "Mbak, ini ada reseller yang mau ketemu sama Mbak langsung gitu. Saya udah bilang, kalo Mbak ngga bisa. Tapi dia ngotot Mbak." Maura melirik jam di pergelangan tangannya. Jika dia ke tokonya, membutuhkan waktu sekitar kurang lebih satu jam. "Put, tanyain saya satu jam perjalanan ke sana. Masih mau nunggu atau gimana?" "Sebentar ya Mbak, say matiin dulu. Nanti saya telfon lagi." "Oke Put." Tut, Maura meletakkan ponselnya di atas meja, dan melanjutkan makannya yang tertunda. "Siapa Ra?" tanya Muara dengan rasa penasarannya yang tinggi. "Si Putri yang kemaren lu kenalan." Kiara memang sempat berkenalan dengan beberapa karyawan tokonya. "Oalah. Ngapa tuh anak?" "Ada reseller yang mau langsung ketemu gue, maksa gitu." jelas Maura tanpa melihat tatapan dua orang pria di depannya. Yogi dan Attar memandang keduanya dengan tatapan yang tidak mengerti. "Reseller? Udah kek bos aja lu Ra." celetuk Yogi dengan wajahnya yang tanpa dosa. "Eh oncom, dia emang bos kali asal lu tau." elak Kiara tidak terima Yogi mengatakan hal tersebut. Padahal Maura biasa saja. "Serius Ra?" tanya Yogi dengan tatapan tidak percayanya. "Alhamdulillah Yog." Yogi langsung menghentikan makannya, dan bertepuk tangan. Sampai membuat meja sekitar mereka kebingungan. "Gilaa mantebb banget temen gue. Salut gue. Tokonya di mana?" Belum sempat Maura memberi tahu, ponsel Maura kembali berbunyi. "Halo, iya gimana Put?" "Katanya gak papa Mbak. Dia udah dateng jauh-jauh dari Bogor katanya." "Oh yaudah. Ini saya ke sana ya, suruh tunggu di ruang tunggu aja. Jangan lupa kasih minum." "Siap Mbak." "Oke saya tutup ya, wassalamu'alaikum." "Wa'walaikumsalam Mbak." Tut, Maura memasukan ponselnya ke dalam totebagnya, dan berpamitan dengan teman-temannya. "Gaes, gue balim duluan ya. Urgent" pamit Maura sudah bangun dari duduknya. "Iya Ra, santui. Ati-ati di jalan ya." ujar Yogi. Maura menjawab dengan anggukan kepalanya. "Ra, ini duitnya." panggil Kiara menyerahkan uang makan patungan mereka. "Udah ngga usah." teriak Maura tanpa balik lagi ke meja mereka. "Salut gue sama dia. Bisa me-manage waktunya dengan baik." puji Yogi seraya menatap Maura yang sudah mengeluarkan motornya dari parkiran kafe. "Gue juga. Kemarin ya gue kaget awalnya pas masuk ke toko hijab gitu. Lengkap banget sumpah, semua ada. Tapi ya tentang peretelan hijab gitu ada baju tapi lengan panjang semua. Dan tokonya tuh ya, lumayan gede. Sumpeh ngga boong gue." "Rumahnya Ki?" tanya Yogi sangat antusias mendengar cerita tentang Maura. "Ish gils sih kalo rumahnya. Lu tau perumahan yang biasanya dihuni orang-orang atas ngga di daerah kalibata gitu." "Oh iya gue tau. Anjir, ngga heran sih. Bapaknya kan orang tenar juga." "Ya gue demen ama Ara ya, dia tuh ngga sombong sama sekali walaupun dia dari orang berada." "Ya emang harus begitu kan? Kita semua sama derajatnya di mata Allah. Ngga ada yang beda, cuman amalan aja yang ngebedain." ujar Attar yang akhirnya membuka mulutnya. Dia dari tadi bungkam, mendengarkan apa yang kedua temannya bicarakan. "Gini aja lu buka mulut. Tadi ada bocahnya lu diem aja." tanya Yogi dengan tatapan curiganya. Attar langsung mengelak melihat tatapan Yogi, "Apa? Ya emang gue males ngomong aja." Kiara menyipitkan matanya menghadap Attar, "Terus tadi maksudnya apaan pake motongin daging steaknya Ara?" tuduh Kiara. Attar diam seribu bahasa, tapi bukan Attar Rayyan jika tidak bisa mengelak. "Apaan sih. Ya kalo orang lagi kesusahan ya dibantu dong." jawab Attar dengan nada yang berusaha santai, tidak grogi. "Yakin?" Kiara terus memojokannya, "Terus kalo gue yang ada diposisi Ara gimana" Attar langsung mengambil uangnya yang tadi Maura tolak, "Gue mikir dulu. Bye gue balik." jawabnya seraya berjalan menuju parkiran. Dia merasa seperti tertuduh mencuri sesuatu, dan dia mendadak menjadi orang yang sangat grogi. "Gue curig deh jadinya." ujar Kiara melihat Attar sudah pergi dengan motornya. Yogi sebenarnya juga memikirkan hal yang sama dengan Kiara, "Sama gue juga." gumamnya yang masih bisa didengar Kiara. "Ck, udah lah entar juga ketahuan deeek kan." Kiara bangun dari duduknya, "Yuk lah cus balik." ajaknya. Yogi ikut bangun dari duduknya. "Lu naek apaan Ki?" tanya Yogi. Dia tadi melihat Kiara boncengan dengan Maura. Kiara menepuk dahinya, "Mampus. g****k banget dah, gue kan berangkat sama Maura." desahnya langsung duduk dikursi kafe yang ada di luar ruangan. Yogi menahan semburan tawanya, lucu melihat ekspresi melas Kiara. "Apa lu? Mau ketawa, ketawa aja jangan di empet." sentak Kiara dengan kalimat sarkasnya. Yogi otomatis langsung membungkam mulutnya, "Ampun Ki. Terus gimana?" Kiara menghela nafasnya pasrah, "Kalo naek ojol mehong banget sampe rumah Yog. Gimana dong?" "Yaudah, yok gue anter." Yogi menarik pergelangan tangan Maura menuju motornya yang terparkir. "Seriusan gak papa Yog?" tanya Kiara sebelum menaiki jok motor Yogi. "Ck, naek sebelum gue berubah fikiran." dengan amat terpaksa Kiara naik motor Yogi. "Arahin jalannya." "Iya." **** Dengan mengemudikan motornya di atas rata-rata, akhirnya Maura sampai di tokonya. "Put," panggil Maura kepada pelayan tokonya yang berjaga di kasir. "Eh iya Mbak, itu Ibunya udah nunggu." Putri langsung mengarahkan Maura ke ruang tunggu. Di mana di sana sudah ada seorang ibu-ibu yang menunggunya. "Selamat siang Bu," sapa Maura seraya menyalami punggung tangan ibu itu. "Maaf ya Bu saya telat, tadi lagi di kampus." Ibu itu masih terkejut ketika mendapati seorang gadis cantik dan menyalami dirinya. "Kamu ownernya sayang?" tanya ibu itu tidak percaya. Maura tersenyum ramah, "Iya Ibu. Mari Bu, ke ruangan saya." ajak Maura. Walaupun sempat terkejut, ibu itu tetap mengikutinya. Bukan hal yang mengejutkan bagi Maura, jika ada customernya yang kaget ketika mendapati owner muda seperti dirinya. Malah ada yang lebih parah, Maura dituduh mengaku-ngaku menjadi owner. Dirinya dianggap sebagai karyawan. Tapi itu semua tidak Maura ambil hati. Wajar saja. "Silakan Ibu, dicek katalognya dulu. Ada banyak barang keluaran terbaru." ujar Maura seraya menyerahkan buku katalognya bulan ini. Tidak terlalu banyak memang keluaran terbaru setiap bulan di tokonya. Tapi Maura berusaha untuk mengembangkan koleksi yang ada di tokonya. Maura memang mempunyai konveksi sendiri. Dan itu semua produk lokal, tidak ada barang improt sama sekali. Dia juga bekerja dengan desainer untuk menambah koleksi terbaru. Karena setiap bulan stok yang tokonya keluarkan selalu sold out. Resellernya hampir ada di seluruh kota. Dan online shopnya juga terus berjalan. Ada bagian yang memang khusus memang online shop. "Wah, jujur Nak. Saya masih kaget waktu kamu bilang, kamu ownernya. Saya salut dengan apa yang kamu kerjakan." puji ibu itu. Maura tersenyum sopan, "Terima kasih Ibu." "Saya ada anak laki-laki, seumuran kayaknya sama kamu. Baru masuk kuliah juga tahun ini." Maura mulai tertarik dengan pembicaraan ibu itu, "Wah saya juga Bu, sama kayak anak Ibu." "MasyaAllah, kapan-kapan Ibu ajak deh ya anak Ibu ke sini." Maura menjawab dengan anggukan, "Lebih Bagus itu Bu," jawabnya diiringi dengan nada gurauannya. Ibu itu sudah fokus dengan katalog di tangannya. Dia sangat menyukai produk yang Maura keluarkan. Menurutnya brand tersebut melokal. Jadi teman-temannya suka dengan baju yang dia jual. Tidak rugi dia jauh-jauh dari Bogor mau langsung bertemu dengan ownernya, ternyata anak muda yang seumuran dengan putranya. Biasanya dia hanya pesan melalui aplikasi. "Katalognya boleh Ibu minta Nak?" "Oh boleh Bu silakan." Maura mengeluarkan satu pashmina keluaran terbaru dari tokonya, "Ini untuk Ibu. Ini contoh dari barang terbaru kami Bu." Mata ibu itu seketika berbinar mendapatkan pashmina keluaran terbaru, "Alhamdulillah, terima kasih banyak ya Nak." Perbincangan pun berlanjut dengan santai. Tidak ada yang menegangkan sama sekali, bahkan sangat baik. Padahal ini baru pertemuan pertama antara resellernya dengan dirinya. Maura merasa nyaman saja berbicara dengan ibu ini. Hanya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD