bc

Skyscrapers

book_age18+
258
FOLLOW
2.0K
READ
dark
love-triangle
possessive
age gap
police
boss
drama
suger daddy
city
like
intro-logo
Blurb

+18

Sugar Dady Alert!

Romance, Suspens/Thriller, Conspiracy

Eris merasa hidupnya sudah bahagia dengan Sang Sugar Dady, Lazuardi yang telah melimpahkan segalanya kepadanya.

Namun tiba-tiba hidupnya yang tenang menjadi penuh dengan drama dan kejutan dari dua pria yang sama menariknya. Andaru dan Bahlawan...

Belum lagi ancaman kematian yang terus membayangi...

“Karena langit adalah batas kita...”

chap-preview
Free preview
Death (?)
Satu kata untuk malam ini. Basah. Memangnya apa yang bisa diharapkan dari tambang batu bara di malam hari dan hujan pula? Empat dari enam pria yang mendapatkan shift malam itu sekarang berteduh di dalam sebuah rumah kecil yang menjadi kantor sekaligus tempat istirahat para pekerja setiap harinya. Sekarang rumah itu wangi kuah mie instan yang diseduh dengan air panas dari dispenser dan juga kopi hitam kemasan yang gulanya ditakar sendiri. Sambil menunggu mie instan itu matang, seseorang paling muda alam shift itu sibuk mengepel lantai sambil menggerutu. Itu karena tidak ada dari para seniornya itu yang mau bersusah-payah membuka sepatu boot mereka yang basah dan bernoda hitam. Belum lagi helm-helm kerja dan safety vest berwarna jingga yang ditumpuk begitu saja di sudut ruangan dan meneteskan air. Akibatnya pria muda itu makin kesal. Namun tidak ada satupun yang mendengarkannya malah sibuk dengan ponsel masing-masing. Dua seniornya malah dengan santai menyulut rokok yang makin membuat rumah itu makin pengap. Kipas yang menempel di langi-langit ruangan itu sama sekali tidak membantu. Si Pria muda itu sekarang hanya bisa menghela napas kasar. Melanjutkan pekerjaannya sambil mengatupkan bibir rapat-rapat. Rumah kecil semi permanen itu dilengkapi dengan dua sofa ganda dengan sarung kulit yang usang dan penuh lubang sekarang tengah diduduki. Sebuah meja kayu untuk urusan administrasi. Lemari kayu rendah untuk menyimpan stok alat-alat safety dan beberapa senter emergency. Disampingnya terdapat rak sepatu reyot yang menampung sendal-sendal jepit lusuh. Si Pria akhirnya berdiri tegak untuk meluruskan pinggang. Ia melirik ke arah jendela. Hujan masih tidak kunjung berhenti. Itu berarti besok mereka harus ikhlas dimarahi akibat tidak mampu memenuhi kuota harian keesokan harinya. Tapi siapa yang mau bekerja dalam cuaca seperti ini? Pria muda itu menggeleng-geleng kepala. Kali ini mengalihkan pandangannya ke arah para seniornya yang sibuk masing-masing itu. Dahinya mengerut begitu menyadari jumlah kepala yang sekarang tengah mengelilingi meja administrasi itu kurang dari seharusnya “Chief mana?” Pria berseru cukup keras. Tangkai kain pelnya di sisi tubuh. Sikap tubuhnya tegang. “Jangan bilang bapak-bapak sekalian membiarkan beliau bekerja sendirian lagi di sana?” Salah satu pria menjawab, namun sambil mengaduk-aduk mie instan dengan mata yang tertuju pada layar ponsel. “Salah satu loader mogok di tengah jalan. Beliau sedang berusaha untuk memperbaikinya tadi.” “Sendirian?!” Lengking pria muda itu lagi, tidak percaya. Namun kali ini tidak ada satupun yang bersusah-payah menanggapinya. “Saya tidak habis pikir...” Pria muda itu menggeleng-geleng. Ia kemudian menanyakan di mana lokasi tepatnya loader yang mogok itu dan ia dijawab dengan masih sama malasnya. Seakan-akan mendengar Chief mereka bekerja lebih keras dari mereka adalah hal ayng biasa bagi para seniornya. Dan sekarang mereka sudah sibuk dengan makanan masing-masing. Aroma kuahnya memang menerbitkan air liur dan merayunya untuk tinggal. Namun perasaan khawatirnya lebih besar sehingga ia memutuskan untuk langsung mengambil alat-alat safety miliknya dan juga payung berlogo perusahaan yang bersandar di dinding. Ketika pria muda itu sedang memakai helm, salah seorang seniornya yang duduk paling dekat darinya itu “berbaik hati” mengambilkannya salah satu senter emergency dari dalam lemari, Menyerahkannya ke dalam pelukan si pria muda hingga membuatnya terhuyung. “Jangan lupa bawa HT.” Seniornya itu kemudian memberinya acungan jempol sebelum kembali duduk untuk melanjutkan makan. Pria muda itu tidak lupa memberi si senior baik hati pandangan tidak percaya. Sebagai yang termuda dalam shift malam pria muda itu tahu ia akan selalu mendapat tugas yang menjengkelkan. Namun ia bersyukur para seniornya tidak begitu mempermasalahkan ia yang sering marah-marah akibat hal-hal remeh macam noda hitam kering di lantai atau dengan sengaja tidak mencuci piring bekas makan. Bahkan lebih parah lagi menaruh sembarangan alat-alat safety hingga membuat kegaduhan karena tertukar satu sama lain. Karena hal kedua yang paling ingin ia hindari adalah mendapatkan teguran panjang dari chief shift pagi akibat semua itu. Setelah menarik napas panjang pria muda menyelipkan jepitan walkie-talkie di saku d**a wearpack. Sekali lagi ia melirik ke arah para seniornya yang masih sibuk menyeruput mie instan itu sebelum berbalik badan dan pergi sebelum ia sempat menyesalinya. Air yang turun dari langit menyentak keras payung di tangan kirinya ditemani dengan lampu emergency di tangan kanannya. Tiang-tiang lampu penerangan yang tinggi sama sekali tidak membantu jika keadaan sedang hujan keras seperti ini. Ia menahan diri untuk tidak menyorot ke manapun karena ia tidak ingin mendapatkan kejutan lain ketika ia sedang sendirian seperti ini. Pikiran itu membuat si pria muda mempercepat langkahnya. “Chief!” teriaknya ketika akhirnya ia melihat loader yang dimaksud itu. Setelah menunggu sahutan yang tidak kunjung datang ataupun melihat pergerakan apapun dari atas loader akhirnya ia menyorot lampu emergency ke atas kursi pengemudi. Tidak ada siapapun di sana. “Chief! Ayo, istirahat dulu! Bapak-bapak yang lain membuat mie instan!” teriak pria itu lagi sambil mendekat. Sekarang ia mencoba menyorot ke setiap sisi loader. Namun ia masih belum menemukan Sang Chief di manapun. “Ayo, Chief! Hujannya makin lebat!” Ia kemudian memutari loader besar dan mendapati sebuah kotak berisi peralatan mekanik terbuka dan menampung air di dekat roda loader. Namun tidak ada tanda-tanda keberadaan Sang Chief di manapun. Hanya ada kotak perkakas yang sekarang menampung air hujan dan kunci-kunci yang berserakan. Panik, sang pria muda kemudian menyoroti segala sisi tempat itu. Ia tersentak begitu menyadari ada sebuah kolam air bekas kerukan batu bara tepat di dekat loader yang mogok itu. Perlahan ia menyorot senternya ke arah kolam air. Ia tidak ingin memikirkannya sejauh itu... “Chief! Teriaknya lagi. “Chief!” Karena kalaupun sang Chief menyusul mereka. Kedua pria itu tidak mungkin tidak berpapasan. Namun pria muda tidak bisa menyangkal terlalu lama. Warning tape berwarna kuning itu sudah terlepas dari tiang-tinganya. Sekarang tengah ditiup angin dengan ujungnya yang mengarah padanya... Perlahan, si pria muda memutar tubuhnya ke arah kolam air yang gelap itu. Ia menelan ludah... Seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya keras sekali hingga ia terlonjak dan berseru keras sekali. Kain wearpack di pundaknya basah akibat sentuhan itu, namun ia tetap menoleh. Ia mendesah lega begitu mendapati Sang Chief-lah yang ada di belakangnya. Memberinya senyum dengan wajah basah akibat air hujan. Namun dengan cepat pria muda itu menjatuhkan lampu emergency yang ia pegang begitu Sang Chief langsung ambruk dalam pelukannya. Dengan wajah sangat pucat dilihat dari cahaya temaram.. Payung telah tergeletak begitu saja dan dengan tangan bergetar si pria muda mengambil walkie-talkie. Dengan tangan bergetar ia menekan tombol dan berkata dengan suara serak ia meminta bantuan. “Saya menemukan Chief! Saya menemukan beliau! Tolong!” Pria muda itu terus menerus berteriak di walkie-talkie sedangkan Sang Chief tidak ada tanda-tanda akan bangun. Tidak berapa lama kemudian sebuah mobil pick-up datang dengan lampu yang menyilaukan matanya. Seniornya yang memberinya walkie-talkie tadi turun dari kursi pengemudi. Ia menatap keduanya bergantian dengan mata membelalak. Ia butuh waktu sedetik sebelum membantu si pria muda mengangkat Sang Chief bangun dan membaringkannya di jok. Keduanya membanting pintu mobil bersamaan dan tanpa kata memutar roda kemudi dan mundur.... Pria muda menyadari seniornya itu menyetir dengan kecepatan yang bisa ia lakukan di jalanan berlumpur di luar area tambang. Si pria muda sendiri sibuk menggosok-gosok tangan Sang Chief yang dingin dan keriput akibat air... Pria muda itu tahu satu-satunya pusat kesehatan di daerah terpencil ini adalah puskesmas. Rumah sakit umum terdekat berjarak beberapa ratus kilometer. Klinik milik perusahaan juga sudah pasti tutup. Ia yakin Sang Chief tidak akan bertahan selama itu. Dan ke sanalah mereka sekarang... Sekali lagi mereka menerjang hujan begitu keluar dari puskesmas. Suara terkesiap terdengar begitu keduanya membopong Sang Chief dalam keadaan basah kuyup. “Kamu tunggu di sini, oke?” Rekannya itu berkata begitu Sang Chief sudah dibaringkan ke ranjang dorong dan menghilang di balik pintu. Pria muda itu hanya bisa terdiam. Seorang petugas datang memberinya handuk kecil dan selimut. Pada saat itu juga ia menyadari sekujur tubuhnya bergetar. “Saya coba cari pakaian kering untuk Bapak.” Petugas itu setelah menuntunnya duduk di salah satu kursi tunggu. Selimut melingkar di pundaknya dengan handuk yang menutup puncak kepalanya. Ia tidak sempat menjawab dan petugas pria itu sudah berlari masuk lagi. Si Pria muda itu sekarang membungkuk di atas lutut, memegang kepalanya dengan kedua tangan.... Bagaimana jika ia terlambat menemukan Chief? Apa yang akan terjadi dengan pria malang itu? Seingatnya Sang Chief juga baru saja kehilangan... Seseorang itu tiba-tiba meremas pundaknya dan ia langsung terduduk tegak. Seniornya berdiri menjulang di hadapannya dengan wajah mengerut. “Aku sudah menelepon ke kantor. Mereka akan mengirimkan seseorang untuk menjemputmu.” “Chief. Bagaimana dengan beliau?” Si Pria muda mendongak, menuntut jawaban. Pertanyaan itu membuat seniornya menggeleng. “Ini akan menjadi sangat panjang...” ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.9K
bc

My Secret Little Wife

read
98.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook