Melihatnya
Hai, selamat malam
Abang Vino up part 1 nih, semoga suka ya
Jangan lupa Vote & comment
Happy reading
****
"Alvino Putra Abhimanyu! Dengar mommy nggak sih!" seruan dari wanita kesayanganku yang wajahnya terpampang jelas di layar ponsel, membuatku kembali menggaruk kepala yang sebenarnya tak gatal. jika nama lengkapku sudah di sebut itu tandanya ibu negara sudah kesal padaku.
"Iya mom, Vino dengar, Vino usahakan ya."
"Usahakan terus, sampai sekarang belum juga dapat." Skak, ucapan mommy membuatku tak lagi bisa menjawab.
"Sabar mom." hanya itu yang bisa aku katakan.
"32 tahun mom sudah sabar, pokoknya mommy nggak mau tahu, saat Anniversary mommy nanti kamu harus bawa dan kenalkan sama mommy atau kamu, mommy jodohkan dengan anak teman mommy."
"Mommy, Vino cari calon istri jadi harus sabar." kataku sambil mengalihkan pandangan dari layar ponsel yang aku sandarkan menggunakan gelas, melihat kertas yang masih berserakan di atas meja.
"Masa pejuang cinta sudah bangkotan belum juga nikah." Aku kembali menatap layar ponsel yang saat ini bukan wajah mommy saja yang terlihat tapi juga kembaranku, Alvina.
"Nggak usah jadi kompor deh, mentang – mentang sudah nikah." Jawabku kesal dan Vina malah tertawa terbahak membuatku makin kesal.
"Mom sudah dulu ya, Vino banyak kerjaan nih, Sabtu Vino usahakan pulang."
"Bener ya pulang."
"Iya mommy sayang, sudah dulu ya Assalamualaikum." Kataku yang langsung menyentuh tombol merah untuk mengakhiri panggilan, jika sudah ada Vina sudah bisa di pastikan aku akan habis di ceramahin mommy, karena Vina suka sekali jadi kompor, jadi mengakhiri panggilan pilihan terbaik.
Sudah hampir satu bulan aku tak pulang ke rumah, selain karena pekerjaan yang makin banyak sejak aku menjabat sebagai Kasat reskrim, juga karena setiap pulang kepalaku langsung mendadak pusing, lebih pusing dari memecahkan kasus yang sering aku tangani.
Aku selalu saja pusing saat mommy minta menantu, wajar sih aku sudah kepala tiga, kembaranku saja sudah punya anak, bahkan sahabatku juga sudah menikah semua, tinggal aku saja yang belum menikah, padahal aku di juluki pejuang cinta.
Jika mendapatkan sembarang wanita, pasti aku sudah mendapatkannya, tak akan sulit untukku karena hingga saat ini masih banyak wanita yang berusaha menarik perhatianku, tapi sayangnya aku tak tertarik pada mereka, jangankan berpikir sampai jenjang pernikahan, sekedar pacaran saja aku tak tertarik sama sekali, karena hatiku tak merasakan apapun saat bersama mereka.
Aku ingin menikahi wanita yang mampu membuat hatiku menghangat saat melihatnya, jantungku jedag jedug tak karuan bukan saja saat melihat wajahnya tapi juga hanya karena mendengar namanya di sebut. Aku ingin menikahi wanita yang membuatku tak lagi ingin memandang wanita lain selain dirinya, wanita yang selalu menjadi alasanku untuk pulang, wanita yang dipilih oleh hatiku bukan mataku.
Sepanjang hidupku hingga saat ini sudah berusia 32 tahun, aku baru satu kali merasakan getaran aneh di hatiku, itu juga saat masih kelas 8 SMP, aku terpesona pada gadis kecil yang menolongku saat jatuh dari pohon. Ya, aku terpesona dengan gadis kecil yang seharusnya menjadi adikku, sungguh memalukan bukan.
Aku sering tertawa sendiri jika ingat itu, bagaimana mungkin anak berusia 15 tahun menyukai gadis kecil yang mungkin berusia 6 atau 7 tahun. Tapi mau bagaimana lagi, nyatanya aku menyukai gadis itu yang entah siapa namanya, aku lupa menanyakan siapa namanya, aku hanya memberi dia sebuah kalung, kalung yang mommy beri saat aku dan Vina berulang tahun yang ke 10, kalung dengan liontin V sebagai ucapan terima kasih karena dia sudah menolongku.
Aku tak tahu sekarang dia ada dimana, aku hanya sekali saja bertemu dengannya, mungkin saat ini dia sudah menikah dan memiliki anak. Aku bertemu dengannya saat ikut Ayah yang meninjau lokasi untuk pembangunan rumah sakit baru di sebuah desa.
Aku membereskan semua kertas yang berserakan di atas meja, masih ada dua kasus yang belum selesai hingga saat ini. Sudah dua minggu aku pun ikut terjun untuk mengungkap kasus perampokkan di sertai k*******n di rumah seorang pengusaha. Pelaku cukup cerdas karena mematikan semua CCTV di rumah itu dan menghilangkan semua barang bukti, petunjuk yang kami miliki hanya ciri – ciri pelaku, yang hanya di lihat dari postur tubuh, mereka menggunakan penutup wajah dan petunjuk terbaru ada rekaman saat mobil memasuki rumah korban, rekaman dari CCTV tetangga, membuat team makin extra mencari petunjuk lainnya.
Jika kepala sudah berasap aku lebih memilih rehat sejenak dengan mendatangi Satlantas, bertemu sahabatku. Aku sangat suka duduk di ruang Traffic Management Control (TMC) / ruang pantau CCTV, disana bisa melihat lalu lalang orang – orang, kadang ada juga yang lucu bisa menjadi hiburan buatku.
Aku melangkahkan kaki keluar ruangan menuju gedung Satlantas yang berada di samping Polres.
"Li, gedung samping ya." Kataku pada Briptu Ali salah satu anggotaku, Ali yang sudah tahu betul kebiasaanku saat sudah pening langsung mengangguk.
"Oke bang." Jawabnya sambil mengacungkan jempolnya.
Bukan hanya Briptu Ali, tapi semua anggota adik litingku memanggil abang, aku yang memintanya agar lebih dekat dengan mereka. Aku memang di kenal atasan yang dekat dengan semua jajaran dibawahku, karena bagiku tanpa mereka semua aku tak akan ada artinya. Aku juga tak sungkan untuk terjun langsung setiap ada kasus, tak hanya duduk manis menunggu laporan saja.
Sampai di Satlantas aku langsung menuju ruang TMC menemui Teguh sahabatku.
Tok tok tok
Seperti biasa aku selalu mengetuk pintu meskipun sudah sering berkunjung dan semua anggota Teguh mengenalku, "Masuk, nggak usah ketuk pintu segala." Jawab seseorang di belakangku, membuatku menoleh ke belakang yang ternyata Teguh sambil membawa satu cangkir Kopi.
"Tahu saja aku mau datang, langsung di buatkan kopi." Kataku sambil terkekeh.
"Bikin sendiri kalau mau." Jawab Teguh sambil membuka pintu ruangan dan memasukinya, aku pun mengekorinya dari belakang.
"Tamu kan raja Guh, benar nggak Bripda Putri?" kataku yang saat ini duduk di samping Bripda Putri yang sedang memantau layar monitor CCTV, "Siap, betul pak Kasat." Jawabnya sambil tersenyum.
"Tuh, anggotamu saja setuju Guh." Jawabku lagi sambil tertawa yang langsung mendapat lemparan kotak tisu dari Teguh membuat yang ada di dalam ruang pantau ikut tertawa.
Mereka semua sudah tak heran lagi melihat aku dan Teguh yang jika sedang becanda suka keterlaluan. Bripda Putri dia gadis yang cantik dan baik, aku beberapa kali pernah mengajaknya jalan, tapi saat tahu dari Teguh jika dia ada rasa padaku perlahan aku mundur menjauhinya, karena aku tak mau memberinya harapan. Aku jalan dengannya hanya sebatas rekan satu profesi saja, tak ada maksud melibatkan hati, tapi ya begitulah setiap wanita yang aku ajak jalan selalu melibatkan hati.
"Datang lagi dia Ndan." Kata Bripda Sanu yang berada di samping Bripda Putri sambil menunjuk layar monitor, Teguh yang langsung berdiri mendekati Bripda Sanu membuatku ikut penasaran. Aku pun mendekati mereka, untuk melihat apa yang sedang mereka lihat .
Di layar monitor terlihat gadis yang memakai celana hitam panjang khas wanita kantoran lengkap dengan sepatu hak tinggi dan blazer berwarna hitam berjalan membawa kantong kresek yang entah apa isinya. Aku tidak melihat wajahnya, hanya punggungnya saja yang aku lihat.
"Siapa dia?" tanyaku penasaran.
"Gadis berhati malaikat, mau aku jodohin sama yang sudah bangkotan tapi belum juga kawin." Kata Teguh sambil tertawa melirikku, aku mendengus kesal mendengar jawabannya itu. Apa – apaan Teguh ini di depan anggotanya yang rata – rata masih gadis bilang begituan, mana bangkotan di sebut segala lagi, meski dia tak sebut nama, semua pasti tahu siapa yang di maksud Teguh.
"Manis loh pak Kasat." Kata Bripda Sanu.
"Masa? Manis mana sama istrinya Teguh?" kataku sengaja menggoda Teguh yang saat ini menatapku.
"Cantik dan manisan istriku pastinya." Jawab Teguh membuatku tertawa, iyalah istri Teguh aku akui memang cantik, dia seorang pramugari, aku sengaja menggodanya saja.
"Aku tanya Bripda Sanu, kenapa situ yang jawab."
"Karena yang jadi pembanding istriku, kenapa nggak Bripda Putri atau lainnya saja, kenapa harus istriku." Jawab Teguh ngegas membuat aku dan yang lainnya tertawa.
"Santai dong bro, gitu saja__"
"Eh eh itu." Seruan dari Bripda Sanu sambil menunjuk layar monitor lainnya membuatku diam dan menatap monitor yang dia tunjuk.
Di monitor satunya lagi terlihat gadis yang tadi, sedang berlari menyelamatkan seorang ibu yang hampir tertabrak mobil, "Rekor hari ini Ndan." Kata Bripda Putri yang sudah berdiri di sampingku, Teguh hanya mengangguk saja.
Aku masih memperhatikan gadis itu, saat dia sudah berdiri dan ibu yang dia tolong juga sudah pergi. Dia masih membersihkan bajunya yang kotor, tak lama dia mengeluarkan sesuatu dari kantong kresek yang tadi sempat dia tinggal, ternyata berisi nasi kotak. Gadis itu membagikannya pada beberapa pemulung yang lewat dan juga anak jalanan.
Tanpa aku sadari aku tersenyum melihat apa yang dia lakukan, benar kata Teguh kalau gadis itu berhati malaikat. Saat ini aku bisa dengan jelas melihat wajahnya, gadis itu tersenyum sangat manis saat memberikan nasi kotak pada mereka membuat desiran aneh yang aku rasakan saat berusia 15 tahun kini aku rasakan kembali.
Tangan kananku langsung aku letakkan di d**a kiri, jantungku entah kenapa tiba – tiba saja berdetak makin kencang. Kenapa dengan jantungku ini? Perasaan aku sudah sarapan dan dari pagi belum minum kopi atau minuman lainnya yang mengandung caffeine, tapi kenapa jantungku berdetak kencang seperti ini saat melihat wajah gadis berhati malaikat itu.
"Woy, kenapa?" tepukan di bahuku membuatku tersadar dari lamunan dan menatap pelaku yang sudah menepuk bahuku dengan keras, siapa lagi kalau bukan Teguh.
Aku menggeleng karena bingung mau jawab apa, masa iya aku jawab kalau jantungku sedang jedag jedug tak karuan karena melihat wajah gadis itu, bisa di ketawain seisi ruangan, apalagi di sini juga ada Bripda Putri 'kan malu.
"Sepertinya pak Kasat sudah terpesona sama gadis itu Ndan." Kata Bripda Sanu membuatku tertawa.
"Jangan bikin gosip." Kataku.
"Siap, salah."
Walau sebenarnya apa yang dikatakan Bripda Sanu memang benar, sepertinya aku tertarik dengan gadis itu, tapi aku tidak ingin mengatakannya pada mereka, apa lagi ini baru pertama kalinya aku melihat dia, itu pun lewat monitor CCTV.
"Yakin deh Nu, besok atau lusa Kasat yang masih jomblo ini bakal kesini lagi, saya yakin 100% dia tertarik sama gadis ini." Kata Teguh membuatku kembali tertawa.
"Lah, aku kan memang sering kesini, dari kalian belum kasih lihat gadis itu." Kataku membela diri.
"Iya, biasanya paling cepat seminggu sekali, tapi kali ini aku yakin nggak bakal sampai seminggu, tapi besok atau lusa juga sudah datang lagi ke sini." Jawab Teguh.
"Sok tahu." Jawabku sambil berjalan menuju pintu keluar ruang TMC.
"Kemana?" teriak Teguh.
"Balik, di sini di cengin terus." Jawabku dan mereka malah tertawa.
Padahal aku keluar ruang TMC karena detak jantungku yang makin menggila, aku juga tak tahu kenapa dengan jantungku ini, dari pada ketahuan sama Teguh lebih baik aku keluar dan kembali ke ruang kerjaku, bisa habis jadi bahan candaan kalau masih tetap di sana.