Anak Itu

1762 Words
Dengan mengenakan baju batik dan sepatu fantofel Lala memasuki club malam yang cukup terkenal di kota Surabaya. Cewek itu cuek saja dengan tatapan orang-orang padanya. Mereka pasti bertanya-tanya, ini cewek emang sengaja salah kostum apa jangan-jangan dia satpol PP yang mau nggrebek? Kok bisa-bisanya masuk club Malam pake seragam batik. Lala pura-pura tak peduli. Dia baru pulang dari sekolah dan tak sempat mengganti baju saat Nadia, sahabatnya meneleponnya dengan tangisan melengking. Gadis itu putus asa karena pacarnya berselingkuh. Maka Lala, pun segera datang ke sini hanya untuk menjemput sahabatnya itu. Nadia selalu bertingkah gila jika sedang mabuk, dan sebagai seorang sahabat yang baik Lala tak ingin cewek itu mendapat masalah. Setelah berkeliling sebentar, akhirnya Lala menemukan juga Nadia yang sudah teler dan tertawa-tawa seperti orang gila di tengah hiruk pikuk musik club malam. Gadis itu memeluk seorang pria yang cukup tampan dengan wajahnya yang oriental. "Nad," sapa Lala. Cewek dengan gaun merah itu tersenyum ketika melihat Lala. "Oh hai, lihat siapa yang datang, teman kos yang kucintai!" serunya gembira. Lala mengerutkan kening. Sudah berapa gelas kira-kira yang diminum cewek ini. Dia lalu mengalihkan perhatian pada si cowok, pasangan dansa Nadia. Cowok itu punya wajah yang tampan dengan bibir merah merekah. Sekilas dia mirip Jungkook bias Lala di boyband BTS, sehingga membuat gadis itu tertegun sejenak. Namun melihat tangan nakal cowok itu yang merangkul pinggang Nadia seketika membuat Lala menyukai cowok itu. Dia pasti mengambil kesempatan kala Nadia sedang mabuk. "Al, ayo naik," seru salah seorang cowok memanggil si cowok oriental itu. Maka cowok itu pun melepaskan tangannya dari pinggul Nadia. "Maaf, Ladies, aku harus kejar setoran dulu," ucapnya. Cowok itu lantas melangkah menuju panggung. Dia meraih microphone dan mulai melantunkan lagu Despasito. Lala yang sedang membantu sahabatnya duduk di kursi tertegun saat suara merdu yang seksi itu mulai terdengar. Ternyata cowok itu tidak buruk juga. "Dia keren, kan?" ujar Nadia yang menangkap basah Lala yang sedang memerhatikannya si cowok tadi. "Namanya Aldo, dia vokalis band Indi yang lagu terkenal di sini Pheromones," terang Nadia. Lala memerhatikan cowok itu sejenak. Senyumnya dan suaranya yang seksi itu memang memukau. Tubuhnya yang dibalut jaket kulit hitam yang sengaja dibuka hingga bagian dadanya terlihat bagai magnet yang membuat semua mata kaum hawa tak bisa lepas darinya."Sepertinya dia playboy, bukan tipeku." Nadia tertawa. "Ternyata kamu punya tipe juga," olok gadis itu. Lala mencebik. "Yah, aku ini sudah umur dua tujuh, aku hanya mau sama orang yang serius mau berumah tangga aja. Aku nggak mau pacaran sembarangan dan diselingkuhi kayak kamu." Ucapan Lala tampaknya membuat Nadia tertohok. Gadis itu menangis meraung-raung. Lala kalang kabut dan mencoba menenangkannya. "Dasar b******n! Berengsek! Bisa-bisanya selingkuh!" Nadia memaki-maki dengan geram di tengah tangisnya. Tiba-tiba gadis itu terlihat pucat. Dia memegangi mulutnya dengan telapak tangannya. Lala sudah hapal dengan perilaku ini. Pasti cewek ini mau muntah. "Tahan dulu! Tahan!" seru Lala panik. Dia segera menggeret sahabatnya itu ke toilet terdekat. Cewek itu pun memuntahkan seluruh sarapan rawonnya di kloset tanpa sisa lalu merosot tak sadarkan diri. Lala mendesah dan susah payah membantu gadis itu berdiri. Kemudian terdengar langkah kaki dan suara pintu yang dikunci. Lala termenung saat melihat dua pasangan kaki yang terlihat dari celah pintu. Yang satu, high heels warna pink dan satunya sepatu kulit. "Aldo! Kamu nakal! Jangan di sini dong!" Lala tercengung mendengar nama Aldo disebut. Dia membuka pintu sedikit dan mengintip, penasaran dengan apa yang sedang terjadi. Ternyata si vokalis tadi tengah b******u dengan seorang gadis bergaun hitam yang cantik. Lala mengerutkan keningnya, kok rasanya dia pernah melihat cewek itu tapi di mana ya? Aldo mengecup bibir cewek itu dengan mesra. Tangannya menjalar ke mana-mana dan berhenti pada gundukan yang ranum di d**a gadis itu. Si cewek mendesah, tampak menikmatinya. Lala terpaku, bagaimana caranya dia bisa keluar dari sini? Masa sih dia harus menunggu dua orang itu selesai? "Dy, kamu mau hadap belakang, adikku sudah nggak kuat," ucap Aldo. Si cewek tertawa kecil. "Serius, kamu mau di sini?" Lala terbelalak. Gila! Mereka mau ngapain di sini? Dasar manusia-manusia nggak bermoral. Aduh! Masa sih dia harus melihat adegan bokep live gini. Apa dia rekam aja ya? Mubazir juga nih. Tepat ketika Aldo hampir mengangkat gaun hitam si cewek, ponsel Lala bergetar hebat. Ada telepon masuk dari ibunya di kampung. Kedua pasangan itu terkejut. Mereka menatap bilik tempat Lala dan Nadia bersembunyi. Aduh! Lala menepuk jidat. Gawat dia sudah ketahuan nih. Ya, sudahlah, peduli amat. Ini bukan salahnya dapat tontonan gratis. Dua orang itu aja yang mau in the hoy di sembarang tempat. Dengan gaya innocent Lala membuka biliknya sembari memapah Nadia yang sudah tepar. Berpura-pura tak memedulikan Aldo dengan pasangannya. Dia menempelkan ponsel pada telinga dan mulai mengobrol dengan ibunya. "Inggih, Bu. Kiriman sambel pecelnya sudah sampai. Inggih, matur nuwun." *** "Aduh kepalaku pusing," keluh Nadia sambil memegangi kepalanya kesakitan. Lala hanya mendengus dan geleng-geleng melihat perilaku teman kosnya itu. Dia jadi teringat pada kejadian semalam kala menginterupsi si vokalis band dan pacarnya. Lala bersyukur dia bisa pergi begitu saja tanpa harus bersitegang dengan dua orang itu. "Denger ya, Nad, setelah ini kalau kamu berani minum-minum lagi, barang-barangmu semua aku loak!" ancam Lala jengkel. "Ih, jahat banget sih! Pantes aja, dari dulu jomblo!" ketus Nadia kesal. "Mending jomblo daripada diselingkuhi," balas Lala sembari menjulurkan lidah. "Lala!!!" Nadia kembali meraung-raung, tetapi Lala nggak memedulikannya. Gadis itu menyalakan TV yang pagi-pagi sudah menyiarkan infotainment. Berita tentang model terkenal Maudy Anastasia yang akan segera melangsungkan pernikahan dengan kekasihnya Alan Subdiyo, pengusaha muda putra anggota DPR RI Hartono Sudibyo. Lala hampir tersedak. Matanya melotot menatap wajah cantik sang model yang tersorot kamera TV. Bukankah itu cewek yang kemarin hampir berkembang biak dengan Aldo, si vokalis itu, di toilet! *** Sembari berjalan menuju kelas yang akan diajarnya pagi itu Lala berpikir, mengenai gadis pasangan hohohihe si vokalis semalam. Lala tak menyangka cewek itu model terkenal. Wah, seharusnya waktu dia ambil foto mereka ya, lumayan juga bisa dijual ke wartawan gitu loh. Bisa buat bayar hutang Abah ke tengkulak. Sayang sekali Lala tak sempat mengabadikan peristiwa tersebut. Lala berhenti di depan kelas XII IPA 3 lalu membuka pintu. Bener anak yang gaduh dan berlarian segera kembali ke tempat duduknya dengan tenang. "Selamat pagi anak-anak," sapa Lala. Murid-muridnya menjawab salam dengan ogah-ogahan. "Mungkin kalian belum kenal saya ya, jadi ayo kita kenalan dulu. Nama saya Lala, guru baru di sini. Saya akan menggantikan Bu Rini mengajar biologi." Lala tersenyum ala iklan pasta gigi lalu mengeluarkan buku absen. "Saya absen dulu satu-persatu supaya saya bisa hapal nama kalian ya." Lala membaca nama pertama pada daftar nama itu dengan saksama kemudian menyebutkannya. "Aldo Putra S." Seorang pemuda yang duduk di paling pojok kelas berdiri. Cowok itu berpakaian kusut dengan dua kancing baju paling atas seragamnya terbuka sehingga memperlancar dadanya yang bidang. Netra Lala membeliak tatkala menatap pemuda itu. Sepersekian detik dia memelototi cowok itu dengan tidak percaya. Anak itu adalah Aldo si vokalis Pheromones yang ditemuinya di klub malam kemarin! "Saya Aldo, Bu. Semoga betah ngajar di sini," ucap cowok itu sambil menyeringai. *** Anak SMA! Dia anak SMA!!! Lala sungguh tak dapat berkonsentrasi hari itu karena menatap si vokalis itu. Siapa sangka anak itu adalah siswanya. Sembari melangkah menuju perpustakaan Lala terus bergumam. Berapa kira-kira batas usia seorang anak bisa masuk tempat hiburan malam? Lala mengeluarkan ponselnya dan mulai melakukan searching. Mbah Google mengatakan bahwa berdasarkan Pergub Jakarta batas usia hiburan malam adalah sembilan belas tahun, tapi itu untuk Kota Jakarta, Kota Surabaya bisa jadi punya kebijakan yang berbeda. Lala berbelok menuju rak buku-buku biologi yang berada di paling pojok perpustakaan sambil tetap melakukan browsing. Tidak ada peraturan khusus tentang itu, hanya ada beberapa situs berita yang memberitakan anak di bawah umur yang digrebek saat razia ke tempat hiburan malam. Satpol PP yang diwawancarai menyebutkan istilah anak dibawah umur karena tidak punya KTP. Jadi apa punya KTP saja sudah bisa masuk hiburan malam di Surabaya ya? Lala berpikir keras, dan tak menyadari bahwa sedari tadi ada yang membuntutinya. Dan orang itu kini berdiri di belakangnya dan membaca hasil searching Lala. "Hm, pengen tahu batas usia masuk klub malam ya, Bu?" tegur pemuda itu. Dia tersenyum miring dan meletakkan kedua lengannya pada rak sehingga mengapit tubuh mungil Lala. Lala terperanjat saat mendapati Aldo berada tepat di belakangnya dan mengapit tubuhnya. "Tenang aja, Bu. Saya nggak melanggar hukum kok. Saya sudah punya KTP dan informasi tambahannya, saya ini pernah nggak naik kelas dua kali jadi sekarang umur saya sudah dua puluh tahun," jelas Aldo tanpa diminta. Cowok itu sepertinya malah bangga karena menjadi siswa tertua di sekolah itu. "Apa-apaan kamu!" Lala berusaha mendorong tubuh berondong itu agar menjauh darinya sekuat tenaga namun Aldo tak dapat digerakkan satu sentimeter pun. Aldo terkekeh. Bibir yang terlipat ke dalam itu mengingatkan Lala kepada seseorang. Jungkook! Anggota boyband BTS yang merupakan biasnya. Lala terperangah, tiba-tiba saja dadanya berdegup dua kali lebih cepat. "Saya penasaran, Bu guru, kemarin kayaknya saya sudah cukup lama di toilet itu dan baru sadar kalau Ibu juga ada di sana. Apa yang ibu lakukan di bilik itu selama saya lagi asyik? Merekam? Mengambil foto?" Pipi Lala bersemu merah. "Nggaklah! Buat apa!" Lala menolak bahwa gagasan itu memang sempat terlintas dipikirannya. Keadaan ekonomi keluarganya yang sedang sulit, terkadang membuat pikiran Lala jadi agak sinting. Aldo tersenyum kecil. "Maudy, dia sedang tenar dan mau menikah, satu gosip miring saja bisa membuat dunianya hancur. Informan yang penting tentu akan mendapatkan ganjaran yang lumayan. Apa Ibu tertarik menjadi informan itu?" "Saya sama sekali nggak tertarik! Lagian itu fakta, bukan gosip. Kalian yang enak-enak di sana dan bikin saya jadi susah keluar!" Aldo tergelak. "Saya kan hanya mempraktekkan materi biologi yang ibu ajarkan. Sistem reproduksi manusia," elaknya. Kuping Lala memanas mendengar ucapan Aldo yang begitu santai. Anak ini benar-benar gila. Sebaiknya dia tidak berurusan dengan makhluk m***m ini atau dia akan kena imbasnya. "Lepaskan saya, Aldo! Atau saya akan teriak!" ancam Lala. Aldo tertawa. "Teriak saja, kalau berani." Lala mendengus. Dikira Aldo dia takut apa? Tentu saja Lala segera menjawab tantangan itu. Wanita itu sudah hampir menjerit. Namun satu gerakan cepat dari Aldo mencegahnya. Pemuda itu mengecup bibir Lala. Mata Lala terbelalak ketika merasakan gumpalan daging yang lembut menyentuh bibirnya. Bukan hanya itu saja. Bibir Aldo bergerak dengan lincah disertai lidahnya yang mulai masuk. Lala megap-megap, dengan seluruh tenaga yang tersisa dia mendorong pemuda itu sehingga menjauh. Aldo tertawa dengan riang. "Terima kasih makan siangnya," ucap pemuda itu. Ketika dia mengamati wajah Lala, barulah cowok itu tertegun karena melihat air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata Lala. Menangis? Kenapa dia menangis? Dada Aldo serasa sesak seketika. Dia paling benci airmata wanita. Aldo tak sempat menanyakan hal itu karena Lala segera berlari pergi meninggalkannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD