Direndahkan

898 Words
Hari ini kelas Brenda mendapat tugas untuk bermain voli, mungkin jika bermain voli biasa itu cukup wajar tapi mereka diharuskan bermain voli sambil terbang, pikirkan bagaimana Brenda bisa. "Hei kamu murid baru yang katanya hanya sekelas magician itu, kan?" segerombolan gadis datang mengerubungi Brenda, lalu bertanya sarkas dengan wajah meremehkan. Brenda cukup sabar karena yang mereka katakan benar. "Iya." Jawabnya singkat. "Hahaha kok bisa sih kelas rendahan kayak kamu masuk ke Akademegicial? Kamu pasti nyogok, kan!" tuduhnya tak berdasar, bahkan sekarang sudah banyak teman sekelas Brenda yang mengerubunginya. Ini sangat memalukan. Brenda hanya bisa menunduk dalam, karna dia merasa apa yang dikatakan teman-teman nya itu memang benar. "Heh! Kamu pasti juga gak bisa terbang ya, ck ck ck! Memalukan!" sahut orang disebelahnya ikut memojokkan dirinya. Brenda menahan napas saat semua orang sekarang sedang menertawakan dirinya, sungguh kalau boleh jujur ia sendiri tidak mau bersekolah di tempat orang-orang ini. Semua karena orang tuanya yang memaksa dirinya bersekolah disini! Tidak lama terlihat Resa, Bia, dan Megi yang datang dengan panik. "Heh kalian bisa diem gak sih, jadi orang julid banget!" bentak Resa melotot marah, meskipun baru mengenal Brenda tapi rasa solidaritas nya sudah sangat tinggi. "Tutup mulutmu! Kamu tuh juga sama kayak dia," ujar salah satu orang disana menunjuk Brenda. "Penyihir kelas ren-da-han!" ketusnya dengan menekan kalimat akhir, lalu semua orang tertawa mengejek bersamaan. "Bisa diem?!" desis Megi dengan suara dinginnya, orang-orang yang tadi tertawa seketika kicep. Mereka menatap Megi sekilas lalu tanpa mengucapkan apapun pergi. "Dasar! Giliran Megi yang ngomong aja langsung kabur, mental tempe!" kesal Bia meluap-luap. "Mereka siapa, sih?" tanya Brenda heran. "Mereka itu Dona dan antek-anteknya, yah karna tingkatan mereka itu sorcerer mereka jadi sombong." Jelas Resa yang merupakan ratu gosip. Semua gosip ia tahu bahkan sampai ke akar-akarnya. "Tapi kok kayaknya mereka takut sama Megi, ya?" heran Brenda padahal mereka juga sekelas Megi dalam ilmu sihir, pikirnya. "Asal kamu tau aja ya Bren, Megi tuh yang paling kuat diantara perempuan disini, meskipun tingkatan mereka sama tapi Megi lebih jago, jadi jelas mereka takut." Bangga Bia sangat excited ketika menjelaskannya. "Apaan sih kamu!" kesal Megi karena tidak suka menceritakan kekuatannya. "Dih kan emang bener!" balas Bia. "Ya tapi gak usah sombong juga dong." Sahut Megi makin kesal. "Iya iya maaf." Ujar Bia mencebik dibalas dengusan singkat Megi. "Trus gimana aku main voli nya?" Bingung Brenda baru ingat ia punya problem itu sejak tadi. "Wah susah juga ya, gimana nih, Gi?" tanya Resa malah balik menatap kearah Megi. Megi mengerutkan dahi berpikir. "Kamu mending bilang ke Pak guru aja deh Bren," saran Megi yang disetujui semua. "Oke deh kalo gitu aku cari Pak guru dulu." Pamit Brenda kemudian beranjak pergi. "Mau ditemenin, nggak?" tawar Resa namun langsung ditolak Brenda. :::::::::::::: "Jadi kamu tidak bisa terbang?" ulang guru nya itu menatapnya tanpa ekspresi. Brenda menelan ludah menahan malu. "Iya, Pak." Cicit Brenda jujur. "Hm memang penyihir sekelas kamu harusnya tidak sekolah disini," ujarnya membuat Brenda sedikit sedih namun Brenda berusaha menutupinya. "Cari Adrian kelas 1C, minta bantuanya." Lanjutnya. Brenda mengangguk paham. "Baik, Pak. Saya permisi kalau begitu." Pamit Brenda cuma dibalas anggukan kecil guru nya tadi, melihatnya Brenda cuma bisa tersenyum miris. Brenda berjalan menuju kelas 1C, ia mengingat semua perkataan Dona dan Pak guru tadi, memang sepertinya benar penyihir kelas rendahan seperti dirinya tidak pantas sekolah disini. Entah kenapa Brenda merasa hidupnya tidak adil, orang tuanya adalah penyihir kelas tinggi bagaimana bisa dirinya jadi penyihir kelas rendahan begini?! "Maaf bisa panggilkan yang namanya Adrian." Ujar Brenda kepada orang di depanya. Orang itu menatap Brenda sekilas lalu mengangguk, dan tiba-tiba orang itu membuat surat melayang diarahkan masuk ke kelas. Meskipun sudah pernah melihatnya Brenda tetap menggumam takjub dibuatnya. "Ah elah gak usah takjub juga kali, jika kamu sekolah disini pasti bakal banyak hal yang lebih mengejutkan lagi." Ucapnya membuat Brenda sedikit kikuk dan malu. "Kamu yang sekelas magician itu kan, namamu siapa?" tanyanya sambil memindai Dara dari ujung rambut sampai kaki. Brenda sepertinya harus sabar karna semua orang yang bertemu dengannya pasti menyindir halus dirinya dengan perkataan. 'Kamu yang sekelas magician, kan?' "Iya, namaku Brenda." Jawab Brenda tersenyum singkat. "Oh kenalin, aku Johan." Balas lelaki itu tersenyum ringan, sepertinya dia orang yang cukup baik bagi Brenda. "Eh kamu kenapa manggil aku?" tiba-tiba ada orang yang datang. Lelaki jangkung berwajah judes. "Bukan aku, tapi tuh!" Johan menunjuk Brenda menggunakan isyarat dagu nya. Lelaki itu mengernyit, menatap Brenda heran. "Kenapa manggil aku?" tanyanya datar, oh jadi ini yang namanya Adrian. "Aku Brenda kamu Adrian, kan?" orang itu hanya mengangguk. "Jadi aku disuruh Pak Ridwan buat minta tolong kamu ajarin aku terbang." Imbuh Brenda menjelaskan. "Kamu gak bisa terbang?!" Adrian nampak syok. Brenda menggaruk tengkuknya kikuk. "iya, aku hanya setingkat magician." Jawabnya jujur. "Ck! Gimana penyihir rendahan kayak kamu bisa masuk sekolah ini sih!" gerutunya tak habis pikir. "Heh punya mulut kok kayak lindesan, pedes amat!" sahut Johan kasihan melihat Brenda. "Eh Bren, kamu harus banyak sabar ya sama nih bocah soalnya kalo ngomong gak ada filternya." Ujar Johan menatap Brenda tak enak. Brenda tersenyum maklum, toh dari kemarin dirinya sudah biasa mendengar sindiran orang-orang. Lama-lama juga Brenda kebal. "Iya, gak papa kok asal Adrian mau ngajarin aku." Brenda memaksakan seulas senyum. Adrian mendengus kecil. "Oke, selesai kelas ke belakang sekolah!" perintah Adrian lalu masuk kembali ke kelas. Brenda menghela napas berat, menatap nanar punggung Adrian, dirinya harus bisa membuat Adrian yang setengah hati mengajarianya menjadi tulus mengajarinya. *** TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD