Belajar Terbang

1068 Words
Di belakang sekolah. "Gimana sih kamu, kan udah aku ajari dari tadi masa masih gak bisa juga?!" lama-lama Adrian kesal juga mengajari gadis ini, dengan kasar lelaki itu mengacak rambutnya dengan ekspresi frustasi. Brenda mencuatkan bibirnya kesal. "Tadi kamu ngomongnya kan pake tenaga dalam, tapi yang bagian mana, sih?" bingung nya. "Yang bagian perut Brendaaaaa!" gemas Adrian bisa-bisa terkena darah tinggi. Brenda meringis kaku, lalu mencoba mengulanginya lagi berkali-kali, tapi tetap gagal juga membuat Adrian yang melihatnya meraup wajahnya tertekan. Dan seharian ini akan menjadi hari yang panjang untuk Adrian. 1 jam kemudian. "Huwaa ..... aku bisa terbang!" seru Brenda girang bukan main saat usahanya membuahkan hasil. Adrian memutar bola matanya malas. "Adek aku yang SD aja udah bisa terbang sendiri," sindirnya pedas. Brenda menatap Adrian kesal. "Itukan karna Adek kamu sekelas wizard, lah aku apa cuma sekelas magician!" balas Brenda ngotot. Adrian melengos pelan. "Makanya kalo sadar merasa gak sebanding ya ngapain kamu sekolah disini!" semburnya mulai melenggang pergi. Brenda mengejar Adrian. "Tauk tuh Ayah sama Ibu aku yang maksa banget." Jawab Brenda malah curhat sembari menyejajarkan jalan nya dengan Adrian. "BTW kamu sekelas apa sih, Rian?" tanya Brenda menatap lelaki itu. "Sorcerer." Jawab Adrian cuek. Brenda membulatkan bibirnya. "Kayak Megi dan lbuku kalo gitu," gumamnya. Adrian menghentikan langkahnya. "Memangnya Ibu kamu setingkat sorcerer?" tanyanya memastikan. Brenda mengangguk. "Iya." "Kalo Ayah kamu?" tanyanya jadi penasaran. Brenda menjawab. "Necromancer." Adrian melongo, bener-bener melongo yang gak di buat-buat. "Kamu serius?!" pekiknya. Brenda mengernyit. "Kenapa sih emangnya?" tanya Brenda bingung. "Setahu aku tuh gak ada pasangan sorcerer sama necromancer sepanjang sejarah, selain orang tua kamu!" terangnya memaparkan dengan menggebu. Brenda mengangguk setuju. "Tadi temen aku juga udah bilang gitu sih." Ujarnya tenang. "Dan yang paling aneh tuh gimana bisa kamu cuma sekelas magician (penyihir paling rendah) sedangkan orang tua kamu kelas nya tinggi?" bingung Adrian tak habis pikir. Brenda tersenyum simpul. "Aku gak tau ya Rian, mungkin aku anak pungut kali," jawab Brenda sekenanya lalu melenggang pergi. "Aku pamit duluan ya, Rian!" lalu melambai pergi. Meninggalkan Adrian dengan segala kekagetannya. :::::::::::::::::: Pembagian ruangan di sekolah ini: Ruang pengendali -1. Ruang pengendali angin. -2. Ruang pengendali api. -3. Ruang pengendali air. -4. Ruang pengendali tanah. (Setiap siswa diwajibkan mengikuti salah satu dari pengendali tersebut, berdasarkan kemampuannya) Ruang kelas belajar: -kelas 1 (terdiri dari A sampai J) -kelas 2 (terdiri dari A sampai O) -kelas 3 (terdiri dari A sampai Z) Tingkatan kelas penyihir: -1. Sage (tertinggi / sekelas dewa dan dalam sejarah hanya tercatat satu orang saja namun sudah meninggal). -2. Enchanter (tertinggi ke dua, membaca pikiran). -3. Necromancer (tertinggi ke tiga, menghidupkan orang mati). -4. Sorcerer (tertinggi ke empat, menguasai banyak ilmu). -5. Wizard (tertinggi ke lima, pengguna roh). -6. Magician (terendah). ::::::::::::::::: Brenda berjalan memasuki ruang pengendali angin. Memang aslinya dirinya tidak punya bakat apapun tapi karna diwajibkan jadilah dia masuk kelas pengendali angin saja. Sekedar info setiap penyihir punya keahlian dalam satu bidang entah api, angin, tanah, atau air. Dan semakin tinggi tingkatan mereka maka akan semakin besar kemampuan mereka mengendalikannya. Terkecuali untuk sage karna tingkatanya tertinggi bahkan hampir sejajar dengan dewa maka orang dengan tingkatan ini bisa menguasai semua elemen tadi. Sayangnya dalam sejarah hanya tercatat satu orang dan sekarang belum tercatat lagi. "Bren, kamu masuk kelas pengendali angin juga?" tanya Resa kaget. Brenda ikut kaget, "loh kamu juga ikut kelas ini, Re?" ujar Brenda tidak percaya. Resa mengangguk semangat, "yeay berarti kita sekelas lagi dong, kita sekelas dalam belajar dan sekarang sekelas dalam ruang pengendali. Wah ... kita kayak jodoh deh!" cerocosnya kayak bajaj rombeng. "Trus Bia sama Megi juga disini?" tanya Brenda sambil celingukan. "No no no. Sayangnya mereka nggak sekelas sama kita." Kata Resa. Brenda mengernyit. "Trus mereka di kelas mana?" tanyanya jadi kepo. "Bia masuk pengendali air, sedangkan Megi pengendali api." Jelas Resa. Brenda berseru pelan, "wah lucu pasti kalo mereka berantem, satunya nyembur api yang satunya madamin. Gitu terus sampek bumi kotak." Brenda terkekeh geli membayangkanya. Resa tertawa ngakak. "HAHAHA!!! Percaya gak percaya aku pernah liat mereka gitu loh." "Lah mereka beneran bertarung, gitu?" tanya Brenda kaget tidak percaya. "Tapi nggak serius amat kok, ya biasalah bocah sableng." Terang Resa dan mereka pun kembali tertawa. Tidak lama pintu kelas terbuka, mereka melihat siapa yang datang dan ternyata itu adalah wali kelas mereka, Bu Sisi. "Pagi semua hari ini kita adakan tes." Jelasnya membuat sekelas pucat semua, padahal Bu Sisi belum duduk di kursinya dan sudah membuat mereka semua tegang begitu, trus coba bayangin aja apa yang terjadi setelah bu sisi duduk di bangkunya. "Waktu latihan kalian 5 menit!" ujarnya setelah duduk di kursi. Savage! "Bu, tambahin kek waktunya." Tawar salah satu teman Brenda. "Gak siap, silakan keluar!" dan seketika kelas langsung hening. "Kita tes nya ngapain, sih?" tanya Brenda tidak paham. "Kita harus bisa buat benda yang dipilih Bu Sisi terbang menggunakan kekuatan angin kita." Jelas Resa. WHAT THE?! Mampus dirinya. Boro-boro pake kekuatan, Brenda bahkan tidak bisa mengendalikan angin, tamatlah riwayatnya. "Kenapa kok muka kamu pucet gitu sih, Bren?" tanya Resa sambil menerbangkan pena nya santai, membuat Brenda diam-diam melirik iri. Brenda menatap Resa lesu, "aku gak punya kekuatan angin, Re. Bahkan mungkin aku gak yakin punya kekuatan elemen apapun." Jelasnya lirih. Mata Resa terbelalak, "kok kamu ikut kelas pengendali, sih?!" paniknya bukan main. Brenda menidurkan kepalanya di meja sambil menatap lesu Resa. "Kan setiap siswa diwajibkan ikut kelas pengendali, Re." Jawabnya lemah. "Trus kamu mau gimana?" tanya Resa. Brenda menggedikkan bahu nya acuh. "Palingan di keluarin dari kelas ini," ujarnya sudah pasrah. Resa memegang bahu Brenda agar duduk menghadapnya, "kamu pasti bisa Bren, mau aku ajari caranya?" "Beneran?! Boleh deh!" seru Brenda sedikit mendapatkan titik terang. "Pertama-tama kamu harus pusatkan energi dalam kamu ke tangan karna tangan tempat kita mengeluarkan energi." Jelas Resa sudah mode serius. "Itu aja?" "Gak lah, yang kedua kamu harus fokus ke benda yang mau kamu kenakan energi. Jangan pikirkan apapun kosongkan pikiran, lalu kalau sudah yakin keluarkan energi mu ke benda tersebut." Terang Resa melanjutkan dengan menggebu. Brenda mengangguk paham, lalu mencoba melakukan apa intruksi Resa tadi namun hasinya ...... nol besar. Benda tersebut bahkan tak berpindah seinchi pun! "Aku gak bisa gimana, dong?!" bingung Brenda jadi panik apalagi setelah mengatakan itu Bu Sisi berkata. "Waktu latihan habis, yang lbu panggil maju ke depan!" Brenda dan Resa saling bertatapan, sepertinya hari ini Brenda bakal terkena masalah besar. **** TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD