Makan Sembarangan

1865 Words
Taman Kanak-Kanak Tak terasa, setelah menunggu beberapa jam, akhirnya Darren pulang juga. Christa langsung menjemput Darren dan membawanya pulang cepat sebelum mereka bertemu dengan Aldrian. Gadis itu bahkan rela menyamar habis-habisan supaya Al tidak mengenalinya. Tapi ketahuilah, dia itu bodoh! Memangnya Al terlalu bodoh sampai tak tahu kalau Christa pasti akan menjemput Darren di sekolah ini? Tapi, namanya juga usaha. Christa gak mau kecolongan lagi kayak kemaren. Dengan cepat, Christa menarik tangan Darren yang baru saja keluar dari kelasnya. Darren agak terkejut dan nyaris berteriak tapi Christa dengan cepat membekap mulut balita itu. “UMMPHH!” Darren ingin berteriak tapi sayangnya dia dibekap oleh Christa. “Ini kakak cantik!” bisiknya membuat Darren sadar kalau gadis itu adalah Babysitternya. “Kakak cantik kenapa pakai baju kayak penculi? Pake kacamata hitam dan jaket hitam! Kan Dayen jadi takut,” protes Darren soal penampilan Christa. Gadis itu langsung membuka kacamatanya sambil berjongkok menatap Darren. “Nanti kakak cantik diculik lagi sama Daddy-nya Sheyna. Kamu mau kakak cantik diculik?” Mendengar itu, Darren langsung menggeleng kuat dan melihat reaksi lucu balita itu, Christa langsung tersenyum. Mereka dangan cepat langsung keluar dari kawasan Taman Kanak-Kanak. Christa bersyukur berulang kali dalam hatinya karena tidak ada tanda-tanda Al disini. Dia bisa menjemput Darren dan pulang dengan tenang. “Christa!” Suara itu! Christa tidak mau tertangkap lagi. Dengan cepat, dia menggendong Darren dan memberhentikan sebuah taksi. Syukurlah langsung ada taksi yang berhenti sehingga mereka bisa langsung naik. Christa melihat Al dari kaca mobil mengejar mereka. Tapi untunglah, taksi ini bergerak cepat juga. Tak lama, taksi itu berhenti dan supir berbalik menatap Christa curiga. “Mbak ini culik anak, ya?” tanya supir taksi itu dengan nada curiga. Ya jelas dong! Penampilan Chista sangat mencurigakan dengan baju serba hitam yang menutupinya dari atas sampai ke bawah. “Enggak, Om! Ini kakak cantiknya Dayen,” jawab Darren membuat suasana kembali adem. Sang supir langsung mengangguk dan menjalankan taksinya lagi. ‘Fiuuhh! Syukurlah! Tapi, apa setiap hari aku akan hidup dikejar-kejar begini?’ Christa membatin bingung jika setiap hari begini, lama-lama ketahuan juga di mana dia bersembunyi selama ini. Tak terasa, mereka sampai ke komplek tempat tinggal mereka. Saat turun dari taksi, Christa langsung disambut para emak se-komplek. Jujur saja dia bingung. Perasaan beberapa hari ini baik-baik saja. Jelas saja, Christa gak mau kena fitnah lagi. “Eh, Christa! Kami kekurangan satu anggota lagi. Mau ikut arisan, gak?” tawar Bu Yuni membuat Christa sweetdrop. ‘Oh! Arisan ternyata!’ batinnya padahal tadi dia sudah terkejut bukan main. Dia pingin sih ikut arisan. Lumayan nambah-nambah penghasilan, bukan nambah sih, tapi menabunglah istilahnya. Tapi, kalau dia kebanyakan bergaul dengan emak-emak, nanti dia jadi tukang gossip dan itu sama sekali tidak cocok dengan kepribadiannya. Hallo! Dia masih gadis, dan tidak elit kalau kebanyakan bergaul dengan emak-emak. “Maaf, bu! Saya gak bisa ikut karena gaji saya sedikit. Lagian, uang yang saya dapat ga bisa buat arisan karena langsung dikirim ke kampung.” Christa membuat alasan untuk menolak ajakan emak-emak itu. “Ya! Sayang sekali, ya? Ya sudah deh! Kamu baru pulang menjemput Darren? Kenapa berpenampilan kayak tukang culik anak, gitu?” tanya Bu Mina soal penampilan Christa. “Hehehehe! Cuma menghindari sinar matahari aja, bu. Soalnya, akhir-akhir ini panas banget.” Alasan lagi pemirsah. “Tapi hari ini mendung, kok!” ujar Bu Asri kemudian. Mendengar itu, Christa langsung mati kutu tak tahu mau menjawab apa. Masa iya, dia bilang berpenampilan begini supaya tidak dikenali sama orang yang dijodohkan dengannya. “Udahlah! Namanya juga anak muda, ada-ada aja gayanya.” Bu Yuni seakan memaklumi penampilan Christa yag tidak biasa itu. Christa menghela napas lega sambil tersenyum kepada para emak itu. “Kita permisi ya, ibu-ibu.” Christa permisi dengan sopan dan langsung masuk ke rumah. Sesampainya di dalam rumah, Christa merebahkan diri untuk beristirahat. Dia sudah melepas jaket hitam dan maskernya. Sedangkan Darren langsung mengambil beberapa mainannya. Christa membiarkan anak itu bermain sementara dia molor dulu sejenak. Tiba-tiba… ‘Kruyuk~~’ Suara badai di perut Christa membuatnya terbangun dari tidurnya. Dia terasa lapar, sedangkan David sama sekali belum mengntarkan makanan. Dia pengen take away tapi malas banget keluar. Mau pesan, tapi gak punya Hp. Siapa yang salah sekarang? Jelas David lah! ‘Ting! Ting! Ting! Ting! Ting!’ “Bakso! Bakso!” suara tukang bakso keliling terdengar di komplek. Christa langsung terbagun dari duduknya. Langsung saja, dia mengintip dari jendela rumah dan yang benar saja, beneran ada tukang bakso di komplek ini. ‘Dah lama gak makan bakso! Sikat ah!’ Christa langsung keluar dan menghampiri tukang bakso itu. Ternyata, tukang bakso itu banyak dikerumuni para penghuni komplek. “Pak! Baksonya semangkuk!” pesan Christa saat gilirannya tiba. “Eh? Saya gak pernah liat neng di komplek ini. Penghuni baru ya?” tanya si tukang bakso sambil membungkuskan bakso yang dipesan oleh Christa. “Iya, Pak! Hehehehe!” jawab Christa sambil menerima bakso yang sudah siap dibungkus si bapak. Christa pun langsung membayarnya. “Neng! Neng bukan simpanan DPR kan? Biasanya, hanya orang kaya yang tinggal di komplek ini,” tanya si tukag bakso sekalian fitnah menurut Christa. Gadis itu memutar bola matanya kesal sambil menjawab,”Bukan DPR pak! Saya simpanan duda kaya!” Mendengar jawaban itu, si tukang bakso langsung terdiam apalagi setelah mendengar jawaban ketusnya Christa. ‘Galak amat!’ batin si tukang bakso. ‘Fitnah teross!’ Christa menggerutu kesal dalam hatinya sambil melangkah menuju rumahnya. Sebenarnya, si tukang bakso bertanya demikian bukannya tanpa alasan. Sebenarnya, David salah memilih komplek tempat tinggal. Kenapa? Karena komplek ini dikenal sebagai sarang pelakor. Jadi, yang bayak tinggal disini adalah para wanita simpanan laki-laki kaya. Tidak semua benar-benar menikah dengan resmi. Makanya, ada yang suka menjulid demi menutupi dosa sendiri. “Bodo amat mau dibilang simpanan DPR kek? Presiden kek? CEO kek? Yang penting, sekarang aku bisa makan bakso dengan tenang!” gumam Christa merasa tuduhan orang-orang hanyalah nyanyian belaka buatnya. Terserah mau bilang apa, tapi kenyataannya, dia ini masih gadis perawan ting-ting yang cantik dan baik hati, eaaa! Saat tengah membuka bungkus baksonya, Darren datang dari ruang tengah menghampiri Christa di dapur. Dia tergoda dengan aroma bakso yang dibeli oleh Christa. Anak itu juga lapar, tapi Christa kelupaan soal Darren. “Kakak cantik makan apa?” tanya balita itu pada Christa. “Oh, astaga! Kamu juga belum makan ya? Gimana ya? Kita pesan ke resto, tapi jauh amat. Kita bagi dua aja yuk!” jawab Christa sambil mengambil nasi dan makan bakso bersama Darren. Mereka berdua makan dengan lahap, tapi Christa lupa kalau dia menaruh ekstra saos ke bakso itu. “Pedas!” keluh Darren. “Astaga! Minum air, Darren!” Christa langsung mengambil segelas air dan menyuruh anak itu minum. “Mau lagi?” setelah minum, ternyata Darren masih mau makan baksonya. “Nanti kamu sakit perut, tapi daripada gak makan? Gimana ya?” Christa jadi bingung sendiri. “Mau lagi, kak! Lasanya enakk! Banyakin aja nasinya supaya gak pedas,” saran Darren langsung diangguki oleh Christa. Teryata, bocah ini lebih pintar daripada dia. Jadilah, mereka makan bakso bersama Darren untuk makan siang. Setelah makan, Darren langsung tidur siang dan Christa melakukan beberapa pekerjaan rumah. Dia mencuci piring dan mengelap debu di beberapa bagian rumah. Tak lupa, gadis itu juga menaruh kain kotor ke mesin cuci. “Hahh! Selesai juga!” gumamnya sambil menyeka keringatnya. Gadis itu langsung ke kamarnya untuk istirahat siang dengan tenang. Beberapa waktu berlalu, tiba-tiba suara rintihan terdengar. Christa langsung terbangun karena dia mengenal suara siapa itu. “Aduhh! Sakitt!” suara rintihan itu semakin jelas saat dia mendekat ke kamar Darren. Langsung saja, gadis itu sigap kala melihat Darren kecil itu sedang mengerang ditempat tidurnya sambil menangis. “Darren! Astaga!” Christa langsung panik. “Sakit kakak cantik!” keluh balita itu sambil menangis dan memegangi perutnya. Christa sangat panik dan tidak tahu mau berbuat apa. “Aduh! David dimana? Gimana nih? Huhuhuhu?” Christa jadi ikut cengeng juga sambil mencarikan minyak angin. Dia dengan panik memakaikan minyak angin ke Darren, walau sebenarnya bukan itu obatnya. Oh, ayolah! Christa bukan anak kedokteran yang mengerti soal obat sakit perut. “Masih sakit, dek?” tanya Christa khawatir dibalas anggukan lemah oleh anak itu. Christa menggigit bibirnya sendiri sambil menggendong-gendong Darren supaya lebih tenang. “Sebentar ya, Darren! Bang Dave bakalan pulang! Maafin kakak, ya! Sssshh!” Christa menggendong Darren supaya lebih tenang dan tidak terus menangis. Dia benar-benar merasa bersalah karena membiarkan Darren makan bakso sembarangan. Malah, pedas pulak lagi! Christa yakin setelah ini David akan memarahinya habis-habisan karena sangat teledor. Tapi mau bagaimana lagi? Dia gak pernah punya anak dan gak punya adik atau keluarga yang masih kecil. Dia fix gak punya pengalaman soal anak-anak. Dan inilah alasan dia gak mau menikah sama duda, karena tidak pandai mengurus anak-anak. “Hikss! Sakit kak! Kenapa peyut Dayen sakit banget!” tangis Darren sambil merintih kesakitan dalam gendongan Christa. “Maafin kakak, ya! Kakak minta maaf, hikss!” Christa minta maaf dan malah ikut nangis kayak Darren. Bego banget emang! ‘CEKLEK!’ Suara pintu terbuka langsung mengalihkan perhatian Christa. Dia langsung berjalan menuju ruang tamu untuk melihat siapa yang datang. Dan yang benar saja, itu David yang baru saja pulang kerja. David baru saja melepas jas dokternya dan langsung mengalihkan pandangannya kala melihat Darren yang menangis sambil merintih. Langsung saja, pria itu berlari cepat ke arah mereka. “Darren? Kamu kenapa?” tanya David khawatir sambil mengambil adiknya itu dari gendongan Christa. “Peyut Dayen sakit, bang!” keluh balita itu. David terkejut dan dengan cepat, dia mengambil obat di kotak P3K miliknya. Pria itu mencari obat sakit perut untuk anak dan menyuruh Darren meminumnya. “Gak mau obat bang! Pahit! Hueee!” Darren menangis gak mau minum obat. “Nanti sakitnya makin parah dan kamu harus di suntik, mau?” ancam David membuat Darren mau tak mau membuka mulutnya. Bagaimana pun, mana ada anak-anak yang mau disuntik. Setelah itu, David merebahkan adiknya di sofa dan langsung membuatkan bubur untuk Darren. Christa benar-benar speechless saat melihat David yang sangat telaten mengurus adiknya itu. ‘Ya iyalah! Dia kan seorang dokter!’ kilah Christa dalam hatinya dan merasa hal itu wajar. Setelah buburnya masak, David menyuapi adiknya itu pelan-pelan untuk menambah tenaga adiknya dan supaya pencernaan anak itu normal. Walau begitu, diam-diam Christa mengagumi ketelatenan dan cara David yang begitu teliti dalam mengurus seorang balita. Seakan, dia memang sudah siap untuk menjadi seorang ayah. Sedangkan Christa? Melihat Darren yang sakit tahunya cuma panik, malah ikut menangis seperti bayi. Memang benar keputusannya sudah benar untuk tidak menikah muda. Sudah jelas, kalau gadis ini sama sekali tidak siap dengan pernikahan maupun anak-anak. Dia masih suka melawan dan membangkang. Dengan sikanya yang begitu, pastilah pertengkaran akan terus pecah dalam rumah tangga setiap harinya. ‘Entah kenapa, tapi bia terlihat keren saat mengurus anak,’ puji Christa tersenyum tipis memandangi David. “Udah lebih baik?” tanya David dibalas anggukan oleh adiknya itu. Melihat adiknya sudah lebih baik, David langsung tersenyum dan menggendong adiknya untuk menidurkannya di kamar. Dan setelah ini, Christa tahu kalau dia akan diamuk habis-habisan oleh kakaknya Darren. Kita lihat saja nanti! ‘Habislah aku!’ Christa merasa resah bukan main. Semoga dia masih hidup setelah ini. Setidaknya begitulah harapannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD