Cewek Bar-Bar

1355 Words
Penculik anak itu berlari dengan cepat menjauhi taman itu. Dia terlalu panik karena takut ketahuan orangtuanya Darren. Anak itu juga tidak diam saja dan terus memberontak dalam gendongan si penculik. Sampai tanpa sadar, om itu menabrak seorang gadis. ‘BRUK!’ Keduanya terjatuh. Dengan cepat, Darren menggigit tangan om itu dan berlari ke arah gadis itu. Gadis itu pun dengan cepat menyembunyikan Darren dibelakangnya. “Itu anak saya!” ucap om itu lantang. “Anak? Kalo anak, kenapa dia takut sama elo? Lo penculik anak kan?” ujar sang gadis sambil menunjuk pria itu didepan umum. “Dayen mau diculik kak,” ucap Darren ketakutan sambil berlindung dibalik kaki gadis itu. “Oh! Gua bener ternyata!” kata gadis itu dengan suara keras supaya menjadi bahan perhatian orang-orang sekitar. “Itu anak saya! Dia mencuri uang dan kabur dari rumah!” om itu masih tidak mau kalah. Gadis itu tersenyum miring lalu berteriak, “ Woi! Penculik anak! Dia mau nyulik adek gua!” Mendengar teriakan itu, om itu langsung kalap dan lari ketika sekeliling berkumpul karena teriakan gadis itu. Diapun tertawa melihat reaksi om-om yang gak pintar menculik anak-anak. “Udah gak apa- apa dek! Oh iya, rumah kamu dimana?” tanyanya pada Darren. “Gak tau kak! Maacih ya, kakak antik!” jawab Darren sambil berterima kasih kepadanya. Otomatis gadis itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena bingung ini anak bisa-bisanya hilang di kota sebesar ini. “Darren!” sebuah suara baritone memanggil nama anak kecil itu. Darren pun mengalihkan atensinya dan tersenyum kala tahu siapa yang memanggilnya. David menggapai adiknya dan memeluknya. “Hadeuh! Kemana aja kamu? Kamu merepotkan banget sih!” kesal David sambil memukul pelan b****g Darren. “Maaf!” hanya itu kata-kata yang keluar dari mulut Darren. “Woi, om! Lain kali jaga anak yang bener dong! Hampir aja tadi dia diculik,” ujar gadis itu pada David. Otomatis, David menautkan alisnya karena mendengar panggilan ‘om’ dari gadis itu. “Darren? Tadi kamu hampir diculik? Makanya, jangan main terlalu jauh! Dasar anak nakal!” David menasehati Darren lagi. “Oi! Kalo gak pandai ngurus anak, gak usah buat anak dong!” kesal gadis itu karena David berulang kali memarahi dan menegur Darren. “Apaan sih? Kalau gak tau apa-apa gak usah ngomong! Oh iya, makasih!” kesal David tapi tidak lupa berterima kasih pada gadis itu. Dia berbalik, tapi tiba-tiba Darren ingin turun dari gendongan David. “Kakak antik, boleh Dayen tau namanya?” tanya Darren langsung mendenkati gadis itu. “Nama kakak Christa, kalau kamu?” tanya gadis itu yang ternyata bernama Christa, lengkapnya Christa Aleah Putri. “Dayen Ananda Wijaya,” anak lucu itu mengenalkan namanya. Christa langsung gemes dong! Dia mencubit pipi anak itu karena gemesnya. “Udah gombalin kakak-kakaknya? Ayo pulang!” ajak David membuat Darren memanyunkan bibirnya kesal. Dia sebenarnya ingin dekat dengan kakak cantik yang baru saja menolongnya. “Aduh om, jangan gitu dong sama anaknya. Padahal anaknya lucu nih!” tegur Christa. “Muka saya kayak om-om ya?” tanya David kesal. “Iya” jawab Christa dengan nada dan wajah super polos. ‘Emang maunya dipanggil apa? Abang gitu? Ih, gelay!’ pikir Christa dalam hatinya sambil memandangi David. “Tapi satu hal ya nona Christa, Darren ini bukan anak saya,” tegas David sambil membawa Darren bersamanya sambil meninggalkan Christa. ‘Ih, percuma ganteng tapi kelakuan b***t. Masa anak sendiri gak diakui?’ pikir Christa lagi lagi kesal kepada David. Setelah itu, Christa mengendikkan bahunya sambil pulang ke rumahnya. Rumah Keluarga Syahputra Kini Christa sudah sampai dirumahnya. Dia jalan-jalan sore seperti biasa untuk menghirup angin segar. Bolehlah kenalan dikit sama Christa. Dia ini Sarjana Desain berusia 21 tahun tapi sayang masih pengangguran. Alasan? Dia akan segera dinikahkan oleh ayahnya dan dilarang bekerja. Biar suaminya nanti yang memutuskan soal itu. Aneh bukan? Ya anehlah, masa enggak! “Christa? Kamu dari mana saja? Besok kamu bersiap untuk bertemu calon suami kamu.” ujar sang ayah kala melihat Christa sudah sampai di rumah. “Anaknya baru sampai udah ngomongin masalah calon suami. Sumpek nih otak Christa, yah! Kan Christa udah bilang gak mau nikah! Christa mau ke Paris jadi desainer terkenal. Ayah egois ih!” kesal Christa pada ayahnya dan langsung masuk ke kamarnya. “Christa! Jangan melawan kamu!” marah ayahnya tapi Christa sih bodoh amat. Dia menutup pintu kamarnya lalu mengambil bantal untuk menutup telinganya dari teriakkan sang ayah. Dari awal lulus kuliah, pembicaraan ayahnya hanyalah menikah dan menikah. Dia memang putri satu-satunya disini. Ayahnya terlalu takut kalau seandainya dia meninggal, tidak ada yang akan menjaga Christa. Hanya ayahnya yang menjaganya sejak kecil, ibunya meninggal saat melahirkannya. Ya wajar saja ayahnya terlalu khawatir. Tapi dari lubuk hati Christa yang terdalam, dia tidak mau menikah muda. Maka dia bangun dan mengambil secarik kertas. Dia menuliskan beberapa kalimat dan menyusun pakaiannya. Dia menunggu agak malam lagi karena gadis itu berencana kabur. Dia memang bukan putri yang penurut, ya mungkin karena efek dimanjakan sejak kecil. Rumah David David baru saja sampai di rumahnya dan meletakkan Darren yang tertidur dalam gendongannya. Pria itu kemudian mengambil barang belanjaan dan menyusunnya di dapur. Sambil sedikit merilekskan otot-ototnya yang kaku. “Astaga, ternyata Darren berat juga. Tangan kanan gendong tuh anak, dan tangan kiri menenteng tas belanja. Aku mengerti kenapa seorang pria harus punya istri.” gumamnya sendiri sembari mengambil makanan untuk makan malamnya. “Permisi pak” Mbak Rara menghampiri David yang akan makan malam. “Ya, ada apa, mbak?” tanya David padanya. “Saya mau pulang kampung, pak.” Pintanya pada David. Otomatis pria itu langsung melotot karena baru saja sehari pindahan, masa Mbak Rara udah minta pulang kampung. Memang sih, waktu di mansion dia sudah bekerja selama 5 tahun lamanya. “Kok gitu sih, mbak? Apa gak bisa tunda dulu? Biar saya bisa cari penggantinya mbak Rara.” David berusaha agar mbak Rara tidak pergi dulu. “Kalo begitu, nikahin saya dong pak! Soalnya saya sudah dijodohin di kampung.” kata mbak Rara langsung membuat David tersedak makanannya. “Uhuk! Uhuk!” David batuk dengan tidak elegan. Dia sangat terkejut tentunya dengan perkataan asisten rumah tangganya itu. Menikah katanya? Kenapa sih, mbak Rara gak mikir dulu sebelum bicara sama majikannya? Apa itu efek David terlalu baik? Entahlah, mungkin dia suka pada majikannya yang muda, tampan dan kaya ini. “Mungkin bapak terkejut, tapi baru sehari ibu-ibu komplek disini udah pada gosipin saya. Mereka bilang saya ini simpanan bapak, ibu gelapnya Darren, perempuan gak bener, dan lain-lain, pak. Bapak bisa bayangin gak, kalau saya disini lebih lama lagi? Kebetulan di kampung saya dijodohin, ya saya terima lah pak. Usia saya juga sudah hampir kepala tiga.” jelas Mbak Rara secara detail membuat David mengangguk. Ya, dengan berat hati dia memberi izin pada asisten rumah tangganya itu untuk resign. Mau gimana lagi? David juga gak mungkin nikahin Mbak Rara, secara wanita itu lebih tua. Sebenarnya juga bukan tipenya. “Baiklah, mbak. Hati-hati dijalan ya mbak,” David memberi izin tapi bukannya senang Mbak Rara malah manyun. ‘Pertahanin saya dong, Pak? Kok malah gini? Ternyata pak Dave sama sekali tidak memandang saya.’ miris mbak Rara dalam hatinya. Dia sebenarnya terbawa perasaan karena dari dulu David bisa dibilang terlalu baik padanya. Ah, bukan padanya saja tetapi pada semua asisten rumah tangganya dulu waktu mansion. Mbak Rara berpikir bahwa dia istimewa sampai dibawa pindah oleh David. Ternyata oh ternyata. “Kenapa mbak? Tenang saja, saya akan kasih pesangon kok.” ujar David lagi berpikir mbak Rara keberatan karena takut tidak dikasih pesangon. ‘Kukira hubungan istimewa,’ Mbak Rara berujar miris lagi dalam hatinya. “Te-terima kasih ya pak. Saya membereskan barang saya dulu. Permisi pak.” Mbak Rara akhirnya undur diri dengan pedih hati. Seperginya mbak Rara, David memijit kepalanya yang mulai pusing. Dia tidak bisa membayangkan untuk mengurus Darren sambil bekerja. Untuk beberapa hari ini bukan masalah, karena dia sedang cuti. Tapi mencari ART itu tidak semudah membalikkan telapak kaki eh tangan maksudnya. “Mbak Rara besok cabut, berarti aku harus mengurus semuanya sendirian untuk beberapa hari kedepan? Kalau rumah sih gak masalah, tapi Darren? Setidaknya aku butuh babysitter.” gumamnya risau memikirkan kedepannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD