Bab 2 - Mirip Gavin?

1592 Words
Sekali lagi Zhean mengingat masa-masa beratnya beberapa tahun yang lalu dimana ia mengira kejadian itu hanya akan terjadi satu kali saja tapi nyatanya kembali terulang dan yang memperburuk keadaan adalah kejadian yang kedua terjadi di kampusnya. Jangan tanyakan lagi bagaimana kesalnya Zhean waktu itu, tidak biasanya orang-orang di kampus sehisteris itu padanya tapi kali ini mereka mengejar-ngejar Zhean dan lagi-lagi beberapa satpam kampus yang menolong Zhean saat itu. Tak lama kemudian, salah satu sahabat Zhean memberitahukan pada Zhean tentang info yang menggemparkan dunia dan berkaitan dengan Zhean atau lebih tepatnya berkaitan dengan wajah Zhean. Mata Zhean menyipit melihat foto yang terpampang di internet dan tertulis di sana nama yang biasanya Zhean dengar ketika para wanita itu berkerumun untuk mendekatinya dan bahkan sempat kecolongan mencium pipi Zhean, membuat Zhean murka dan hampir saja menampar wajah wanita itu jika tak ditahan oleh satpam. Sungguh sial! Saat itu juga, Zhean mulai menelusuri beberapa hal tentang seseorang yang bernama Gavin itu. Seorang yang baru naik daun dan seketika menjadi topik pembicaraan hampir di seluruh dunia karena di saat yang bersamaan, orang yang Zhean ketahui bernama lengkap Gavin Dirga Wijaya itu membintangi beberapa film yang diluncurkan dalam waktu yang berdekatan, menjadikan pria itu sebagai aktor yang asal Indonesia yang terkenal seketika di tingkat Internasional karena ketampanannya dan kepiawaiannya dalam ber-acting. Mata Zhean semakin tajam saat melihat paras aktor itu begitu mirip dengan wajahnya bak pinang dibelah dua hingga membuatnya paham seketika mengapa orang-orang di luar sana yang didominasi oleh kaum hawa itu mengejar-ngerjar Zhean seperti orang yang kerasukan makhluk halus. Dalam hati, Zhean bertanya-tanya mengapa wajah aktor itu bisa begitu mirip dengannya. Tak cukup dengan melihat foto, Zhean bahkan pergi ke bioskop dengan hati-hati agar tak mencolok dan ketahuan oleh para ‘fans’, lalu menonton film yang dibintangi oleh aktor itu untuk mencari tahu lebih banyak tentang kemiripan dirinya dengan orang yang secara tidak langsung mengirimkan malapetaka pada Zhean itu. Setelah memastikan, Zhean semakin yakin bahwa dirinya memang mirip bahkan mungkin sampai ke postur tubuh. Yang membedakan antara dirinya dan aktor bernama Gavin itu hanyalah lesung pipinya yang tidak dimiliki oleh sang aktor. Ya! Saat menonton film-film aktor itu, Zhean memperhatikan setiap ekspresi yang aktor itu tunjukkan dan Zhean sadar sesuatu, di saat aktor itu tersenyum, tak ada lesung pipi di wajahnya seperti apa yang Zhean miliki di pipi bagian kanannya. Zhean tak mau ambil pusing dan bertanya-tanya mengapa raganya itu bisa mirip hampir seratus persen dengan sang aktor karena bagi Zhean zaman sekarang banyak sekali kejadian seperti itu dimana wajah seseorang bisa saja mirip dengan orang lain sekalipun tak memiliki hubungan darah. Belum lagi dengan teknologi zaman sekarang yang dapat mengubah wajah seseorang dengan mudahnya melalui operasi plastik. Satu hal yang menjadi fokus pikiran Zhean dan yang mengganggu pikirannya saat ini adalah hidupnya yang pasti tak akan sama seperti yang dulu lagi hanya gara-gara ia mirip dengan aktor itu. Kemanapun ia pergi, tak akan bisa sebebas dulu. Seberapa keras ia berteriak untuk meyakinkan bahwa ia bukan sang aktor yang orang-orang itu idolakan, tak akan mengubah segala sesuatu karena orang-orang itu tak akan percaya padanya mengingat wajahnya yang seolah membuktikan bahwa ialah aktor yang membintangi film-film yang sedang tayang di bioskop yang tersebar di dunia. Yang lebih membuat Zhean semakin kesal, beberapa orang yang ia kenal juga ikut-ikutan heboh ingin berfoto dengan dirinya dan mengunggah foto tersebut di media sosial kemudian mengaku jika mereka berfoto dengan aktor yang bernama Gavin itu. Sungguh membuat Zhean semakin muak dan dirinya semakin menutup diri terhadap siapapun! Hanya beberapa sahabat dekat yang bisa mengerti dirinya dan tak memanfaatkan dirinya seperti orang yang bertemu dengan aktor idola, sehingga Zhean hanya bisa dekat dengan segelintir orang saja. Pergi kemana-mana pun ia membawa beberapa bodyguard untuk memberikan pengamanan khusus padanya daripada harus berurusan lagi dengan beberapa petugas keamanan atau satpam di beberapa tempat dan ia tak mau menanggung resiko yang lebih banyak lagi. “Maaf mengganggu tuan, kita sudah sampai” suara supir sekaligus salah satu bodyguard Zhean membuyarkan lamunan panjang Zhean. Zhean mengedarkan pandangannya ke sekitar dan memang benar bahwa dirinya sudah tiba di gedung apartemen termahal di kota itu yang tak hanya ia tinggali tapi juga ia miliki. Ya! Ia adalah pemilik dari gedung apartemen yang besar itu dan semua itu ia beli dengan hasil kerja kerasnya sendiri walaupun kelihatannya ia hanyalah seorang yang baru selesai kuliah S-3 tapi secara diam-diam, pria tampan berlesung pipi di sebelah kanan itu memiliki banyak saham dimana-mana. Zhean turun dari mobilnya diikuti oleh beberapa bodyguard yang memang sengaja ia minta untuk tinggal di apartemen yang berada di sebelah apartemennya secara cuma-cuma demi keamanan Zhean sendiri. Ia berdiri di dekat pintu apartemennya dan seketika pintu itu terbuka dengan sendirinya karena akses untuk masuk ke tempat itu menggunakan scan retina mata Zhean. “Daddy?” panggilnya ragu sambil menyipitkan kedua matanya saat melihat seorang pria paruh baya duduk santai sambil memegang tablet di sofa yang memiliki perpaduan warna antara hitam dan putih itu. “Zhean? Akhirnya kau datang juga, nak!” ucap pria paruh baya yang masih terlihat tampan diusianya yang tak lagi muda itu. Pria itu meletakkan tablet yang tadi ia pegang ke atas meja yang ada di depannya. Zhean melangkah mendekat sambil menatap daddy-nya itu dengan curiga. “Bagaimana cara Daddy masuk ke sini?” tanya Zhean dengan sebelah alisnya yang naik. Robert Wilson hanya tersenyum lembut pada putra sematawayangnya itu. “Okay. I got it!” kata Zhean lagi yang tak menunggu jawaban dari ayahnya. Ia kemudian menghampiri sang ayah dan duduk tak berhadapan dengan ayahnya itu. “Jadi kapan kau akan berangkat ke Singapura?” tanya Robert. “Beri aku waktu satu bulan lagi Dad. Aku harus mengurus segala sesuatu di kampus dan bertemu dengan beberapa orang penting untuk membahas saham yang kutanam di beberapa perusahaan yang mereka miliki” Robert mengangguk sambil tersenyum ramah pada anaknya. “Dan jangan lupa dengan permintaanku, Dad. Ini benar-benar bukan masalah sepele.” “Ya… ya… Daddy paham dengan yang satu itu dan daddy tidak lupa betapa menderitanya putraku yang tampan ini waktu itu. Hahahaha!” ucap Robert sambil tertawa dengan lantangnya. “Ini tidak lucu sama sekali, Dad” ucap Zhean yang berpura-pura memasang wajah kesalnya, membuat sang ayah tersenyum lebar karena putranya itu tak berubah sama sekali di hadapannya meski tiga tahun lagi Zhean sudah memasuki usia kepala tiga. “Haha… iya nak. Maafkan Daddy-mu ini, kau begitu menggemaskan jika memasang wajah seperti itu. Mommy pasti akan segera memelukmu jika melihatnya. Haha” ucap Robert lagi. “Ck! Sudahlah Dad. Ngomong-ngomong, kenapa mommy tak ikut ke sini?” “Ia ada beberapa pertemuan dengan beberapa kliennya yang ingin membahas tentang produk kosmetik terbaru yang akan mereka luncurkan.” “Hmm.. aku mengerti” jawab Zhean seraya menganggukkan kepalanya. “Oh iya nak! Ada sesuatu yang lupa Daddy sampaikan padamu saat ditelpon waktu itu.” Zhean mengangkat sebelah alisnya. “Apa itu?” tanyanya sambil berdiri dan membuka kulkas terdekat yang berisi berbagai minuman dingin. Ia mengambil satu minuman kaleng dan membukanya. “Arka mengundurkan diri dari jabatannya sebagai sekretaris di perusahaan itu. Kau ingat Arka kan? Arka Aprian, sekretaris Daddy.” Zhean mengangguk singkat. “Ada apa dengannya? Kenapa mengundurkan diri?” Robert menghela nafasnya sejenak. “Ya… seperti yang kau tahu, dia adalah sahabat Daddy dan karena Daddy memutuskan untuk pensiun, dia pun mengatakan bahwa akan mendirikan perusahaannya sendiri seperti apa yang sering ia katakan pada Daddy dan suka tidak suka, Daddy menghargai keputusannya.” “Huft… lagi pula Daddy aneh, seharusnya jika Daddy ingin jalan-jalan dengan Mommy, tinggal mengambil waktu beberapa hari atau bahkan beberapa minggu untuk berlibur. Berbulan-bulan bahkan tak masalah kan? Kalian memiliki banyak orang kepercayaan yang bisa mengurus perusahaan itu meski kalian tak berada di tempat.” “Haha… itu berbeda nak. Kami sudah lelah dan ingin melihatmu bekerja di perusahaan itu. Kami tau pasti kau akan bisa memajukan perusahaan itu. Hmm… Arka juga bilang pada Daddy, ia sudah mencari penggantinya yang akan bertugas sebagai sekretarismu di perusahaan itu. Dia mempercayakan posisi itu pada keponakannya kalian bisa bekerja sama dengan baik.” Zhean hanya terdiam tak menanggapi ucapan ayahnya. Ia kemudian meminum habis minuman kalengnya yang tadi sempat tertunda untuk diminum. “Hanya itu yang Daddy ingin sampaikan padamu. Daddy pamit pulang dulu.” Ucap Robert sambil beranjak dari tempat duduknya. “Hah? Secepat itu? Daddy tidak menginap? Apa daddy tak rindu padaku?” tanya Zhean dengan mata terbuka lebar. Untung saja minumannya sudah habis ia tegak. Robert tersenyum lebar dan mengacak-acak rambut putranya yang tampan itu. “Daddy merindukanmu. Sangat merindukanmu tapi Daddy ada urusan yang harus dikerjakan secepatnya sebelum kau datang menggantikan Daddy di perusahaan.” “Hmm… baiklah. Jangan lupa permintaanku yang satu itu, Dad.” “Iya. Daddy tak lupa. Nanti Daddy akan umumkan berkali-kali pada semua karyawan di sana untuk menggodamu. Hahaha” “Dad!” “Hahaha… tidak nak. Daddy hanya bercanda. Kemarin Daddy sudah sampaikan hal itu di perusahaan dan mereka sudah menandatangani perjanjian untuk menjaga sikapnya di depanmu nanti.” “Oke. Terima kasih, Dad. Aku menyayangimu.” Ucap Zhean tulus. “Daddy juga menyayangimu nak.” Robert memeluk putranya dengan erat. “Minggu depan, Daddy akan berkunjung ke rumah Grandma, dia pasti akan menanyakanmu.” “Daddy akan ke Indonesia? Aku juga merindukan Grandma. Kapan-kapan aku akan mengunjunginya.” “Ya… itu harus. Kau harus menyempatkan waktu untuk mengunjungi Grandma-mu yang kesepian itu.” Zhean mengangguk sambil terkekeh bersama ayahnya. “Baiklah. Daddy pamit dulu. Selamat untuk kelulusanmu nak.” “Iya Dad. Terima kasih. Hati-hati di jalan dan jangan lupa sampaikan salam sayangku untuk Mommy.” Zhean kemudian  mengantarkan ayahnya ke depan pintu dan beberapa orang kepercayaan ayahnya itu sudah berada di sana. Entah kapan datangnya dan darimana, Zhean tak pernah ambil pusing karena selalu seperti itu. Ia menatapi punggung sang ayah yang perlahan mulai menghilang dari hadapannya lalu menutup pintu apartemennya. Sekarang ia kembali seorang diri di dalam apartemen mewahnya itu. Ia kembali duduk di sofa yang tadi ia duduki saat ia bercengkrama dengan sang ayah. Kepalanya menengadah ke atas yang di sandarkan pada sandaran sofa. Kedua tangannya juga direntangkan di sandaran sofa tersebut. Matanya terpejam untuk menghilangkan segala kepenatan yang semakin hari semakin rumit tapi ia mulai terbiasa hidup sebagai bayang-bayang sang aktor yang bernama Gavin itu. “Satu bulan lagi. Semoga kehidupan di sana tak serumit kehidupan di sini.” Ucap Zhean penuh harap pada dirinya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD