3

1511 Words
Suasana dalam mobil mewah itu sunyi. Tak ada dari satu pun yang ingin membuka percakapan. Bahkan suara radio pun tak terdengar walau bervolume rendah. Kedua orang di dalamnya terlalu asik dengan pikiran masin- masing setelah satu hari penuh dilalui dengan acara fitting baju pengantinnya.   "Kau masih bisa membatalkannya. Aku merasa tak tega dengan kekasihmu itu." Gadis itu, Amora mencoba mencairkan suasana yang hening.   Sebenarnya, gadis dengan hazle mata cokelat itu tak menyukai hal yang sunyi dan sepi. Sambil masih mengarahkan pandangan matanya kearah luar jendela, seakan-akan pemandangan diluar sana jauh lebih menarik dari pada lelaki disampingnya.   "Tidak. Biarkan saja seperti ini." Lelaki itu, Xander, menjawab dengan santai dan masih terus berfokus pada jalanan di depannya.   Keheningan kembali menyapa. Gadis itu hanya tersenyum kecut dan mencoba mengalihkan pikirannya. Dia pun tak ingin memikirkan hal itu. Hanya saja, entahlah. Pikiran itu terus saja hinggap di kepala cantiknya.   Dering ponsel menghentikan aktivitas hening yang sedang berjalan. Perlahan, Xander menerima panggilan itu dengan senyum tipis di bibirnya.   "Aku baru saja akan menghubungimu sweetheart. Oh, serindu itukah padaku? Aku juga merindukanmu, sungguh."   "Aku sungguh kesepian di sini. Kapan kau pulang?" Suara di seberang telepon membuat Xander semakin menyunggingkan senyum manisnya.   "Ah, benarkah? Baiklah, minggu depan aku akan pulang. Tunggu aku, oke. Love you more, sweetheart."   Selesai dengan telepon singkatnya, Xander segera meletakkan ponsel pintarnya di dashboard seperti semula. Muka datarnya kembali memenuhi dengan tatapan mata tajamnya.   Amora hanya diam dan mencoba memejamkan kedua bola matanya. Tak ingin mendengarkan obrolan dua sejoli yang saling merindukan itu. Toh bukan urusannya juga bukan?   ****   Semua persiapan pernikahan sudah tersusun dengan rapi. Undangan mewah yang tercetak juga dekorasi gedung serta gaun pernikahan mewah yang bertengger indah di kamar Amora tak luput menjadi fokus perhatiannya malam ini.   Ya, besok adalah hari pernikahannya dengan Xander. Setelah satu minggu penuh mempersiapkan semuanya. Bahkan selama satu minggu kebersamaan mereka, Amora sama sekali tak mengenal bagaimana sikap serta sifatnya. Dan juga, sikap dingin serta acuh masih saja melekat pada Xander. Entahlah, Amora menganggap ini apa. Ia semakin ragu dengan pernikahan ini. Jangan lupakan soal kekasihnya yang berada di Los Angeles.   Amora hanya memandang nanar kearah luar jendela kamarnya. Menikmati udara musim gugur yang dingin dan menyapa kulit-kulit halusnya. Malam yang telah larut, namun Amora enggan untuk beranjak. Ia masih asik berkutat dengan pikirannya sendiri. Menyimpulkan spekulasi-spekulasi yang muncul. Lama terpekur, membuat kedua bola mata Amora sedikit memberat karena terpaan angin yang semakin dingin mengingat waktu menunjukkan pukul sebelas malam.   Amora turunkan kaki jenjangnya yang sedari tadi ditekuk dan sedikit merenggangkan otot-ototnya yang pegal. Lalu beranjak masuk dan menuju kearah ranjangnya.   Hanya butuh waktu sepuluh menit dan mata indahnya sudah terpejam sempurna. Menuju alam bawah sadar yang indah.   ****   "Ah, kau sangat cantik sayang," ucap Sandy yang baru saja muncul dari balik pintu kamar Amora. Sambil berjalan kearah Amora yang di balas dengan senyum simpulnya.   Lihatlah, wanita ini sudah melahirkan dua anak dan berumur diatas 40 tahun namun wajahnya masih sangat awet muda. Pantas jika Daddy tak bisa berpaling dari Mom. Batin Amora.   "Kau tahu, baru kemarin Mom melahirkanmu, memberimu ASI juga menimangmu. Namun lihatlah sekarang, kau menjelma menjadi gadis cantik dan dewasa. Aku bahkan tak percaya jika kau akan menikah sebentar lagi. Mom bangga padamu sayang."   Amora menghambur kepelukan hangatnya. Pelukan yang menenangkan ketika ia merasa takut juga gugup seperti ini. Amora tak malu jika diumurnya yang ke 23 tahun ini masih sering bermanja pada Ibunya.   Dapat Amora rasakan Mom menepuk pelan serta mengusap punggungnya, hal kecil yang paling ia sukai saat Ibunya menenangkannya.   "Kau akan bahagia sayang. Percayalah. Jangan menangis, oke. Dad sudah menunggumu. Pemberkatan akan dimulai sebentar lagi. Kau cantik sekali hari ini."   Usai berkata, Sandy pergi keluar dan Amora segera berjalan kearah pintu menemui Ayahnya yang sudah menunggu.   "Kau siap sayang?"   Lelaki paruh baya yang masih nampak gagah ini mengulurkan tangannya pada Amora. Menggenggam erat jemari lentik Amora tanda tak ingin melepaskannya barang sedetik pun.   "Dad pasti terdengar egois karena memaksamu tanpa memberi pilihan. Namun, Dad inginkan yang terbaik untukmu. Dan Dad tahu, kau pasti sangat ingin menikmati pekerjaanmu setelah usai dengan S2 mu yang kau tempuh selama ini."   Amora mendengar helaan napas panjangnya yang sedikit sesak sembari menahan tangis. Ia hanya memberinya senyum sambil menggeleng pelan.   "Tidak Dad. Aku tak pernah berpikir demikian. Aku justru bersyukur karena kau begitu menyayangiku sehingga kau berpikir aku tak akan disakiti oleh siapapun. Kau tahu Dad? Kau Ayah terbaik yang kumiliki didunia ini."   Amora memeluk erat Ayahnya sambil memejamkan mata. Ia tahu, ia berbohong pada Dad soal hal menerima perjodohan ini. Padahal hatinya menolak. Amora hanya tak ingin membuatnya kecewa dan sedih.   "Dad bangga padamu sayang."   ****   Xander sudah berdiri di sana. Di samping pendeta dan beberapa jemaat di gereja yang akan menyaksikan pernikahannya dan Amora. Jika boleh memilih, Xander ingin menikah dengan Elle. Namun sayang, itu hanya sebuah keinginan lalu. Karena sampai kapan pun tak akan pernah terjadi. Kecuali jika dirinya bertekad melakukannya. Dan itu belum sama sekali terpikir olehnya.   Sudut mata Xander menangkap sosok anggun dengan balutan gaun pengantin berwarna putih bersih. Terkesan sederhana namun tetap nampak mewah. Ah, benar dugaannya. Gadis ini sungguh sederhana. Berbeda jauh dengan Elle yang selalu senang berbelanja. Namun ia tetap mencintai Elle.   Xander ulurkan tangannya untuk menerimanya dari Ayah mertuanya.   "Jaga dia untukku. Aku percayakan semuanya padamu," bisik Roland pelan ditelinga Xander. Xander hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Lalu mengarahkan bola matanya pada gadis yang ada di depannya.   Pendeta memulai khotbah singkat serta pengucapan janji suci. Tak lupa sepasang cincin bermata berlian ia sematkan dijari manis lentiknya. Begitu juga dengannya.   Xander memandangi lekat wajah cantik namun natural walau terpoles riasan. Wajahnya datar dengan tatapan kosong kearah depan. Entah apa yang telah dipikirkannya, Xander mengarahkan bibirnya untuk mengecup kening Amora singkat dan terdengar tepuk tangan riuh dari bangku jemaat.   Lihatlah. Dia bahkan tetap diam juga menatap kearah depan dengan tenang. Xander tak ingin ambil pusing dan segera menggandeng tangannya menuju kearah keluarga yang telah menunggu.   Usai mengucapkan selamat dan kami semua bergegas menuju ke gedung resepsi. Ya, Xander memang meminta acara resepsi diadakan seusai acara pemberkatan. Karena nanti malam ia akan menuju ke Los Angeles menemui Elle. Dan tentu saja, gadis cantik disampingnya yang berstatus sebagai istri beberapa jam yang lalu akan ikut.   "Kau tak keberatan bukan kita ke Los Angeles nanti malam." Xander sedikit mengajaknya mengobrol. Sebenarnya ia tak suka berinteraksi dengan banyak orang dan orang baru disekitarnya. Hanya saja, kali ini Xander perlu memberi tahunya bukan?   "Hm."   Xander hanya mengedikkan bahu cuek ketika mendapat jawaban acuh dari Amora. Untuk apa ia ambil pusing. Membuang waktu saja.   ****   Acara resepsi baru saja usai sejak satu jam yang lalu. Lelah. Itu yang Xander rasakan. Berdiri berjam-jam menyambut para tamu dan bersalaman guna mendapat doa.   Tepat pukul sembilan malam Xander segera menuju ke bandara. Tempat jet pribadinya menunggu dan akan membawanya serta Amora ke Los Angeles.   Xander sudah menghubungi Elle bahwa ia akan datang malam ini dan memberi tahunya untuk menunggu. Xander sungguh sangat merindukan gadisnya itu.   ****   Amora hanya duduk terdiam sambil mendengarkan lagu dari Ipodnya. Jet pribadi Xander sudah mendarat sejak 45 menit yang lalu dan disinilah Amora; di dalam hotel mewah berbintan. Salah satu hotel yang memang milik Xander. Dan entah ke mana perginya lelaki yang baru saja menikah dengannya tadi pagi itu.   Amora menatap suasana Los Angeles dari atas gedung yang menjadi kamarnya di lantai 22 ini. Sebuah kamar mewah dengan perlengkapan yang benar-benar membuatnya nyaman. Los Angeles tak pernah sepi. Walaupun waktu sudah menunjukkan hampir pagi.   Amora hirup udara sedalam mungkin. Sesak. Itu yang ia rasa. Pandangannya kosong ke depan menatap gemerlap lampu yang berpencar di Los Angeles. Indah. Hanya saja perasaannya sungguh kalut.   Amora mendengar bunyi bel pada kamarnya di tekan. Segera ia arahkan kaki jenjangnya untuk membukanya.   "Kau belum tidur?" tanya lelaki yang ada di depannya. Pakaiannya sudah berganti sedikit santai.   "Belum," jawabnya singkat.   "Aku akan menginap di apartemen bersama Elle. Kau tak apa bukan kutinggal? Jika butuh sesuatu kau bisa hubungi stafku. Aku sudah berpesan pada mereka."   Amora hanya mengangguk dan segera masuk menuju kearah kamar. Ia ingin segera tidur. Entahlah. Amora merasa seperti orang bodoh di sini. Menerima perjodohan ini dan Xander sendiri jelas sudah memiliki kekasih. Amora merasa seperti tersisih dengan ungkapannya barusan. Ia seperti simpanan yang benar-benar murahan.   Rasanya Amora ingin menangis. Namun ia mencoba menahannya. Ia harus kuat bukan?   "Aku pergi Amora. Selamat malam."   Amora hanya diam tak menyahut ketika Xander telah siap akan pergi setelah lima menit lamanya membawa barang-barang pentingnya. Rasanya Amora tak sanggup melihat sorot matanya yang begitu tajam juga sikap dinginnya itu.   Walaupun memang Amora sudah menyandang nama belakangnya namun belum bisa ia di terima olehnya. Percayalah, rasa ini sungguh menyakitkan.   Entah benar Amora telah jatuh cinta pada Xander atau hanya sekedar mengagumi. Namun Amora merasakan sakit ketika bibir manisnya berucap akan ke apartemen dan bersama kekasihnya. Elle. Gadis itu bernama Elle. Amora meyakini bahwa gadis itu sangatlah cantik sehingga dia tak bisa melepaskannya.   Bahkan seusai acara resepsi, Xander menahan lelah hanya untuk menemui kekasihnya yang berada di Los Angeles. Betapa beruntungnya gadis itu. Dicintai oleh Xander dan mendapat perlakuan hangat darinya.   Tuhan, sejak kapan bernapas juga sesesak ini. Dan menangis menjadi hal biasa untuk Amora? Jangan biarkan dirinya egois Tuhan. Amora tahu ini salah. Dan tak seharusnya terjadi.   Perlahan kedua bola mata Amora lelah karena menangis. Dan pilihan untuk tidur serta tak memikirkan hal itu. Satu hari ini cukup menguras tenaganya. Berdiri dan menemui tamu-tamu penting di acara resepsi pernikahan. Dan jangan lupakan heels 7 cm yang membalut kaki indah Amora selama satu hari penuh ini.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD