Part 2

1307 Words
“Jadi dia cewek yang berani nolak cinta lo?” tanya Chris dengan pandangan mata tertuju pada sosok cantik yang sedang duduk di seberang lapangan. “Iya betul. Namanya Ananta Ariestya. Cantik bukan?” sahut Peter bangga akan pilihannya. Meski sempat ditolak pernyataan cintanya tetap saja di dalam hatinya masih dipenuhi oleh sosok Ananta. Gadis berambut panjang terurai dengan kulit putih dan wajah yang terbilang cantik karena Tuhan sedang tersenyum bahagia ketika sedang menciptakannya. Lihat saja bibirnya yang merah itu tampak menggoda untuk dikecup. “Cantik. Tapi bukan tipe gue.” Chris memandang gadis yang tampak asyik membaca itu. Harus diakuinya jika Ananta memang cantik dengan rambutnya yang lurus panjang ditambah poni yang menghiasi keningnya. Pantas saja si pengecut Peter menyukainya. Tidak heran jika hanya jiwanya yang pengecut sedangkan matanya tidak. Jadi bebas dong matanya melihat ke mana? Tapi mengapa dirinya baru tahu jika ada perempuan secantik ini di sekolahnya? “Syukur deh,” desah Peter lega. Hati kecilnya takut jika Chris akan menyukai Ananta. Tahu sendiri jika sahabatnya ini Don Juan di sekolahnya. Hampir semua perempuan cantik sudah menyandang status mantan pacar. “Terus lo mau gue apain itu cewek?” tanya Chris heran. “Gue mau lo kasih pelajaran buat dia. Buat dia suka sama lo terus kalau dia udah ada perasaan sama lo, gue mau lo tolak cinta dia. Karena gue mau dia ngerasain apa yang gue rasain sekarang ini” jawab Peter penuh emosi. Nyatanya patah hati cukup menyakitkan. Bahkan mampu menghilangkan napsu makannya. Maka dari itu dia ingin Ananta merasakan apa yang rasakan dengan cara meminta bantuan pada Chris. Sahabat sekaligus cowok palong popular di sekolahnya. “Caranya?” “Ya, lo deketikn atau gimana gitu. ‘Kan lo yang lebih tahu cara deketin cewek daripada gue.” Chris tampak diam sejenak. Otaknya mulai berpikir mencari cara. Bagaimana cara mendekati perempuan jika selama ini nyatanya para perempuanlah yang lebih dulu menempel padanya layaknya magnet? Sehingga dia tidak membutuhkan cara ataupun siasat untuk mendekati mereka karena sudah nempel. “Kasih gue waktu buat berpikir.” Peter mengangguk setuju. “Tapi kok gue nggak pernah lihat dia ya?” “Maksud lo Ananta?” Sekarang gentian giliran Chris yang mengangguk. “Dia kan nggak pernah sekelas sama kita. Lagian juga mana kelihatan karena sekeliling lo udah ketutupan sama koleksi cewek lo. Dan bagian terpentingnya Ananta itu selalu ada di perpustakaan kalau ada jam bebas ataupun istirahat. Jadi wajarlah kalau lo nggak pernah sadar keberadaannya.” Perpustakaan? Pantas saja Chris melewatkan perempuan itu. Sebab perpustakaan bukanlah tempat nyaman bagi Chris untuk menghabiskan waktunya. Sebagian besar waktunya lebih banyak ia habiskan di lapangan atau kantin sekolah. Belum lagi para perempuan yang selalu berada di sekelilingnya dimanapun dia berada. Pantas saja dia tidak pernah menyadari keberadaan Ananta. “Terus reward apa yang akan lo kasih ke gue kalau ternyata gue berhasil buat cewek itu sakit hati?” “Motor ninja gue buat lo!” “Deal!” Keesokan harinya Chris mulai beraksi dengan menyambangi perpustakaan pada jam istirahat. Di dalam ruangan yang pendinginnya lebih dingin dari ruangan lain, Chris mengedarkan pandangan matanya ke seluruh ruangan. Tidak butuh waktu lama baginya untuk mencari Ananta. Karena Ananta selalu duduk di meja dekat jendela seperti yang diberitahukan Peter kepadanya. Ananta tampak cantik di bawah sinar sang surya yang menembus masuk ke dalam ruangan perpustakaan. Rambutnya yang panjang lurus tergerai sempurna di bahunya. Membuat dirinya seperti dewi yang turun dari langit. Dalam diam Chris berjalan perlahan menuju salah satu rak buku dan mengambil satu buku tanpa melihat judulnya sedikitpun. Setelah itu dia berjalan mendekati meja di mana Ananta sedang duduk manis dan mengambil kursi yang berada tepat di seberangnya. "Ehem..." Usaha pertama yang dilakukan Chris untuk menarik perhatian Anantna. Namun, siapa sangka jika usahanya sia-sia. Gadis itu tidak sedikitpun mengalihkan tatapannya dari buku yang dipegangnya. Sekali lagi Chris mencoba berdeham sedikit lebih kencang hingga membuat beberapa pasang mata melirik kepadanya seakan memberikan peringatan untuk tidak membuat suara terlalu keras. Alhasil kejadian itu membuat Ananta mengangkat wajahnya untuk melihat wajah sang pelaku. Bak Sadako di dalam film hantu, seperti itulah pemandangan yang dilihat Chris ketika ia melihat Ananta mengangkat wajahnya. Saat itulah untuk pertama kalinya pandangan mata mereka bertemu. Awalnya Chris ingin memberikan senyum terbaiknya, senyum yang mampu gadis manapun terlena padanya. Tapi ketika ia melihat wajah Ananta lebih dekat, ia bisa melihat dengan jelas betapa bulat kedua sepasang mata yang dihiasi bulu mata yang begitu lentik. Hidungnya yang tidak mancung tapi terpatri lurus dihiasi bibir merah yang terkatup rapat sukses membuat Chris terpana dibuatnya. Cantik sekali, pujinya dalam hati. "Lo Ananta?" tanya Chris membuka percakapan diantara mereka. Ananta mengangguk sekali. Tapi pandangannya tidak lepas sedikitpun dari wajah Chris. "Gue temennya Peter," lanjutnya lalu mengulurkan sebelah tangannya yang bebas diiringi senyum terbaik yang dimilikinya. Beberapa detik berlalu tapi Ananta bergeming. Ia tidak menjawab ataupun membalas uluran tangan Chris. Malahan detik berikutnya pandangan matanya kembali terkunci pada buku yang dipegangnya lagi. Sial! Belagu banget ini cewek! Baru kali ini dia dipermalukan dalam seumur hidupnya sebagai pria yang diidamkan para gadis. "Lo kenal Peter, kan?" tanya Chris sekali lagi dengan harapan kali ini Ananta akan menjawab pertanyaannya. Buk! Ananta menutup bukunya tiba-tiba hingga sukses membuat Chris terkejut ditempatnya. Dengan malas Ananta memutar kedua bola matanya sebelum akhirnya memandang Chris. "Kalau lo ke sini cuma buat ngajak kenalan, mendingan lo keluar dari tempat ini sekarang juga. Di sini perpustakaan. Tempat untuk membaca, bukan tempat biro jodoh!" Untuk kedua kalinya Chris memaki di dalam hati. Kenapa sih Peter bisa suka sama cewek galak ini? Udah galak, juteknya bukan main! "Memangnya sejak kapan di sini ada tulisan dilarang berkenalan? Lagian lo aja jadi cewek kepedean. Gue kan cuma ngajak kenalan, bukan ngajak kawin!" balas Chris sembari menahan emosi. "Sayangnya Peter juga pernah melakukan hal yang sama seperti yang lo lakukan sekarang ini sampai akhirnya dia minta gue buat jadi pacarnya." Ananta menarik sebelah sudut bibirnya. "Nggak heran kalau kalian berteman," sindirnya. Tanpa sadar sebelah tangan Chris terkepal erat. "Terus kenapa lo nggak mau jadi pacarnya? Secara dia ganteng, kaya raya dan asal lo tahu, banyak cewek yang mau sama dia!" "Gue nggak suka sama cowok yang otaknya kosong," jawab Ananta terus terang. Chris terdiam. Mencerna ucapan yang baru saja keluar dari bibir Ananta. Boleh dikatakan jika Peter memiliki wajah tampan, tubuh tinggi tegap, mahir dalam olahraga dan berasal dari keluarga yang cukup mapan. Selain itu dia memang tidak memiliki kelebihan lain. Terutama dalam pelajaran sekolah. Hampir semua nilai mata pelajarannya kebakaran akibat dirinya yang hanya suka bermain daripada belajar. "Bisa dikatakan lo cukup cerdas dalam menilai seseorang." Kedua sudut bibir Chris tertarik ke atas. "Gue suka sama lo." Kening Ananta menyatu. "Kalian berdua memang tidak waras." Selesai mengucapkan kalimat itu Ananta langsung bangkit berdiri dan melangkah pergi. Meninggalkan Chris yang masih terkagum-kagum pada dirinya. Selama tujuh belas tahun, baru kali ini ada seorang gadis yang menolak dirinya mentah-mentah. Meski begitu dia tidak sakit hati. Sebaliknya dia merasakan darahnya bergejolak. Bersemangat untuk menaklukan gadis itu. Ananta Ariestya. *** "Mbak, anda baik-baik saja?" tanya Robby khawatir ketika ia melihat wajah Ananta yang memucat. "Saya baik-baik saja," sahutnya menutupi kebenaran. "Kalau begitu saya permisi dulu." Robby mengangguk mengerti, meski begitu tetap saja hatinya sedikit khawatir setelah melihat perubahan wajah perempuan itu. Wajahnya yang tampak pucat sudah menyiratkan jika dirinya tidak baik-baik saja. Tapi apa daya, dirinya tidak bisa melakukan apa-apa kecuali berdoa dan berharap perempuan itu akan baik-baik saja. Dengan sekuat tenaga Ananta mencoba melangkah demi langkah menyusuri lorong. Pikirannya mencoba untuk melawan kenangan buruk yang terus bermunculan di dalam kepalanya. "Tidak. Semoga saja hanya pendengarannya yang salah atau mungkin ada orang lain yang kebetulan memiliki nama yang sama. Ya, hal itu sudah sering terjadi bukan?" gumam Ananta pada dirinya sendiri. Beberapa menit kemudian Ananta berhasil mencapai pintu gerbang Axie Hotel. Ia menarik napa panjang dan menghapus keringat dingin yang mengalir di dahinya. Setelah itu menoleh ke belakang untuk melihat gedung megah yang menjulang tinggi itu. "Selamat Ananta Ariestya! Kamu telah mendapatkan pekerjaan!" katanya pada diri sendiri setelah hatinya merasa jauh lebih baik. Ya, semuanya akan baik-baik saja. Karena pria itu tidak mungkin berada di sini. Karena dari info yang di dapatkannya jika pria itu sudah meninggalkan tanah air. Juga sepuluh tahun bukanlah waktu yang sebentar. Jadi sangatlah kecil kemungkinan bagi dirinya untuk bertemu kembali dengan pria itu bukan? 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD