CHAPTER 3

1495 Words
Berkata bohong adalah sebuah kesalahan. Namun kebohongan bisa menyelamatkan.   ⁂ ⁂ ⁂ ⁂ ⁂   Hanya ada satu perasaan yang akan dialami seseorang jika berhadapan dengan Searlus Beauford. Takut. Hal itulah yang saat ini dirasakan oleh Niguel. Di atas kursi dia duduk dengan gelisah di bawah tatapan tajam Searlus. Dia tahu dia seharusnya tidak melakukan ini. Tapi dia terpaksa. Himpitan perekonomian telah mendorongnya berubah menjadi pria jahat. Tapi berkali-kali Niguel meyakinkan diri jika apa yang dilakukannya ini hanya untuk putri kecilnya, Mirabelle. Dia membutuhkan uang ini untuk pengobatan untuk gadis kecilnya. Sakit perut yang disebabkan oleh usus buntu, menyebabkan Mirabelle selalu menahan rasa sakit hingga wajahnya memucat. Sebagai seorang ayah, tentu saja Niguel tidak tega melihatnya. "Elise bilang kau memiliki informasi penting untukku." Ucap Searlus. "Benar Mr. Beauford. Jika saya memberitahukan informasi ini apakah anda bisa membantu biaya operasi putri saya?" "Tergantung informasi yang kau berikan penting tidak." "Aku pikir ini penting untukmu Mr. Beauford. Karena informasi ini berkaitan dengan putri anda." Dahi Searlus mengerut mendengar dua kata terakhir yang diucapkan Niguel, "Putriku? Valerie atau Cecile?" "Ini mengenai nona Valerie." Niguel menautkan kedua tangannya gelisah. "Aku akan membiayai operasi putrimu. Katakan informasi apa yang kau dapatkan mengenai Valerie?" Maafkan aku nona Valerie. Ucap Niguel dalam hati untuk mengikis sedikit rasa bersalahnya. "Saya melihat nona Valerie bersama dengan Adrian, putra Jonathan Leandre. Mereka menjalin hubungan asmara. Karena saya melihat mereka berciuman." Niguel mengamati wajah Searlus yang tampak tenang. Meskipun tidak bereaksi penuh amarah, tapi dia bisa melihat mata Searlus yang terbakar amarah. Dan manik mata kelabunya yang mulai menggelap. Aura Searlus semakin dingin di sekitarnya. Hal itu pun bisa dirasakan oleh Niguel. “Di mana kau melihat mereka?” “Di gua bagian barat pulau Cyrille.” Bibir Searlus menyunggingkan senyuman yang dibuat-buat. Tentu saja itu bukanlah senyuman bahagia. Itu adalah senyuman lebar yang penuh kesinisan. “Kau memberikan informasi yang sangat penting, Niguel. Bicaralah pada Elise mengenai biaya pengobatan yang kujanjikan padamu.” Mata Niguel berbinar senang. Meskipun apa yang dilakukannya akan menghancurkan hubungan Adrian dan Valerie, tapi Niguel sangat membutuhkan biaya ini. “Terimakasih Mr. Beauford.” Niguel bergegas keluar dari ruang kerja Searlus. Jemari Searlus menyusuri pinggiran meja hingga akhirnya jemarinya menyentuh sebuah gelas kaca yang berisi penuh dengan air putih. Dia menggenggam gelas itu dan meremasnya dengan keras. “Dengan anak nelayan? Dia berkencan dengan pria tidak berguna?” suara Searlus terdengar dingin dan penuh penekanan. Saat itulah gelas dalam genggaman tangannya pecah. Darah segar keluar dari tusukan pecahan kaca. Tidak ada ekspresi yang menunjukkan rasa sakit di wajah Searlus. Seakan luka di tangannya tidak pernah ada. “Kau sendiri yang mendatangkan bencana, Valerie. Kau akan melihatnya besok.” Salah satu sudut bibir Searlus terangkat saat membayangkan apa yang dilakukan besok.   ⁂ ⁂ ⁂ ⁂ ⁂   Makan malam dalam keluarga Beauford berjalan tenang seperti biasanya. Tidak ada pembicaraan diantar Searlus dan kedua putrinya. Valerie dan Cecile tidak pernah memulai pembicaraan terlebih dahulu. Biasanya mereka hanya akan bersuara jika ayah mereka bertanya. Bahkan sebisa mungkin kedua kakak beradik itu tidak membuat suara dengan alat makan mereka. Searlus mengamati kedua putrinya. Kemudian tatapannya tertumbuk pada putri sulungnya. Informasi yang diberikan Niguel pun berputar kembali dalam otaknya. Membayangkan putrinya berciuman dengan pemuda  nelayan membakar amarah dalam diri Searlus. Namun pria itu begitu pandai menutupi emosinya demi memberikan kejutan pada putrinya besok. “Valerie.” Kepala Valerie langsung tersentak mendengar panggilan dari ayahnya, “Iya, Father?” “Aku sudah memikirkan kembali tentang kuliah yang kita bicarakan pagi tadi.” Seketika perut Valerie tegang saat sang ayah membicarakan tentang kuliah. Tapi dia tidak bisa menunjukkan penolakan. “Apakah Father sudah menemukan Universitas untukku?” “Tidak. Tidak akan ada Universitas. Kau akan bekerja di sini.” Valerie bingung mendengar perubahan rencana ayahnya. Tidak biasanya sang ayah mengubah keputusannya. Ingin sekali Valerie menanyakan alasannya. Tapi dia tahu betul bagaimana reaksi ayahnya jika Valerie melakukannya. “Baiklah, Father.” Setelah acara makan malam yang menegangkan, Valerie dan Cecile kembali ke kamar mereka. Valerie memekik senang lalu memeluk Cecile. Begitu pula dengan sang adik. “Aku senang kau tidak akan pergi, Valerie. Aku takut sekali kau akan meninggalkanku.” Ucap Cecile saat melepaskan pelukan sang kakak. “Aku juga senang, Cecile. Seharian ini aku terus memikirkan bagaimana denganmu jika aku pergi.” “Tapi tidak biasanya father mengubah keputusannya.” “Entahlah. Tapi bukankah keputusan itu baik untuk kita berdua?” “Kau benar. Jika saja kita bisa pergi dari sini, Valerie.” Cecile tertunduk sedih. “Kita tidak bisa melakukannya, Cecile. Kau tahu sendiri begitu mudahnya tuan terhormat Beauford akan menemukan kita.” “Kau benar. Apakah hari ini kau bertemu dengan Adrian lagi?” Seketika wajah Valerie berubah cerah ketika membahas pria yang dicintainya. Gadis itu langsung mengangguk penuh semangat. Dia berjalan menuju meja yang memisahkan ranjang Valerie dengan Cecile. Dia membuka laci meja itu dan mengeluarkan cangkang siput laut berwarna pink muda dan putih yang sangat cantik. “Kami menemukan ini. Indah, bukan?” Valerie mendorong cangkang itu tepat di hadapan Cecile. Seketika mata Cecile melebar meraih cangkang itu, “Cangkang ini cantik sekali.” “Kau bisa memilikinya.” Tatapan Cecile pun beralih pada sang kakak, “Benarkah? Tapi ini milikmu dan Adrian.” “Aku akan mencari lagi besok bersama Adrian.” “Jelas sekali kau senang menghabiskan waktu dengannya.” Goda Cecile melihat wajah Valerie merona merah. “Bahkan waktu satu jam tidak akan cukup, Cecile. Aku ingin bersamanya lebih lama. Bersama Adrian, aku melupakan segalanya.” “Termasuk aku?” “Tentu saja tidak, Cecile. Aku tidak akan pernah melupakanmu.” Valerie kembali memeluk sang adik. “Aku berharap kebahagiaanmu tidak akan pernah lenyap, Valerie. Kau pantas mendapatkannya.” Valerie tersenyum mendengar harapan sang adik, “Aku juga mengharapkan hal sama, Adikku.” Tidak ada yang lebih mereka inginkan selain kebebasan dari tempat itu. Ayah mereka telah mengubah mansion indah nan mewah itu menjadi neraka yang penuh sesak. Membuat mereka hidup dalam penderitaan. Sayangnya tidak banyak yang mengetahui kekejaman ayah mereka. Bagi penduduk di sini, Searlus merupakan orang terpandang yang mereka hormati.   ⁂ ⁂ ⁂ ⁂ ⁂   “Jadi kau ingin mencari cangkang siput laut lagi?” tanya Adrian saat bertemu kembali dengan Valerie. “Cecile sangat menyukai cangkang siput laut kemarin. Jadi aku memberikannya.” “Jadi kau ingin berapa kali ini, Vallie? 100 cangkang?” Seketika tawa Valerie pun pecah, “Aku tidak berniat menjadi penjual cangkang siput laut, Adrian.” Kali ini giliran Adrian juga ikut tertawa, “Mengapa aku memiliki firasat jika malam nanti kau akan memberikan cangkang kerang itu kepada adikmu?” “Kalau begitu kau harus mencarikan dua cangkang siput laut.” Valerie mengangkat jari telunjuk dan jari tengah bersamaan. “Baiklah, Tuan putri. Aku akan mencarikan khusus untukmu.” Adrian pun bangkit berdiri kemudian menarik tangan Valerie. Baru beberapa langkah mereka pun berhenti di ambang mulut gua. Tatapan mereka tertuju pada Searlus yang berdiri bersama empat pengawalnya. Seketika wajah Valerie memucat. Dia bergegas melepaskan genggaman tangannya pada Adrian. Merasakan tangan Valerie terlepas, Adrian menoleh. Dia bisa melihat Valerie mundur satu langkah dengan ekspresi wajah yang benar-benar ketakutan. Kemudian Adrian kembali menatap ayah Valerie. Adrian pernah mendengar jika Searlus itu bertangan dingin dan kejam. Tapi dia tidak tahu jika pria keji itu memperlakukan putri-putrinya sama. “Fa-father?” panggil Valerie terbata. “Sangat mengejutkan melihatmu di sini Valerie. Dan kau tidak sendirian.” Tatapan tajam Searlus diarahkan pada Adrian. “I-ini tidak seperti yang kau lihat, Father. Percayalah.” Mohon Valerie. “Benarkah?” Nada tidak percaya itu seakan membuat punggung Valerie menegang. Searlus melangkah menghampiri Adrian. Pemuda itu tidak menunjukkan rasa takutnya sama sekali. Apapun yang terjadi Adrian akan memperjuangkan cintanya bersama Valerie. Langkah Searlus berhenti tepat di hadapan Adrian. Dengan tinggi tubuh yang hampir sama, tidak susah bagi Searlus memperlihatkan kekuatannya. “Apa kau menyukai putriku, Adrian?” tanya Searlus setenang mungkin. “Ya, aku menyukainya. Aku bahkan mencintainya.” Ucap Adrian dengan keteguhan hati yang tinggi. “Cinta?” Searlus tertawa sinis. Lalu tatapan Searlus tertuju pada putrinya, “Bagaimana denganmu, Valerie? Apa kau mencintai Adrian?” Adrian menoleh dan berharap Valerie mengatakan kalimat yang sama seperti yang diucapkannya. Namun detik berikutnya tidak hanya harapan Adrian tapi hatinya pun ikut hancur saat Valerie menggelengkan kepalanya. “Tidak. Aku tidak mencintainya, Father. Aku hanya bermain-main dengannya.” Tanpa Adrian ketahui, Valerie berusaha keras mengatakan hal itu. Dia tidak ingin Adrian mendapatkan hukuman yang berat dari ayahnya. Valerie tidak akan bisa melihat sang ayah menghukum pria yang dicintainya. “Kau dengar, Adrian? Kau terlalu naif karena berharap putriku memiliki perasaan yang sama.” Searlus memerintahkan dua orang mendekati Adrian dan dua orang lagi mendekati Valerie. Salah satu pengawal itu memegang tangan Adrian di belakang tubuhnya. Sedangkan pria lainnya memberikan pukulan keras di pipi kiri pria itu. “Tidak.” Valerie hendak menghentikan pengawal itu. Tetapi dua pengawal lainnya dua memeganginya. Valerie memejamkan matanya melihat pengawal itu kembali melayangkan tinjunya pada Adrian, “Hentikan, Father. Aku benar-benar tidak memiliki perasaan padanya. Kumohon hentikan.” “Dia sudah menciumnya. Maka dia pantas diberi pelajaran.” Mata Valerie terbuka dan menatap ayahnya tidak percaya. Ayahnya mengetahui pertemuan dan ciumannya dengan Adrian. Valerie ragu Judith yang memberitahu ayahnya. Judith selalu berusaha melindunginya, jadi tidak mungkin wanita itu. Dia yakin ada orang lain yang melakukannya. “Sudah kubilang aku hanya bermain-main, Father. Dia tidak berarti apapun.” Valerie bisa bernafas lega melihat ayahnya memberikan perintah pada pengawal itu untuk menghentikan pemukulan kejinya. Ingin sekali Valerie menangis melihat wajah Adrian babak belur hingga mengeluarkan darah dari hidung dan sudut bibirnya. Tapi sekuat mungkin Valerie harus menahan tangisannya. Karena jika ayahnya melihatnya, maka Searlus pasti tahu putrinya berbohong. “Baguslah. Kalau begitu kita pulang. Aku akan mengusir pemuda ini beserta keluarganya dari pulauku.” Ucap Searlus berbalik. Kedua pengawal yang menahan tangan Valerie langsung menuntunnya mengikuti sang ayah. Gadis itu melihat tubuh Adrian yang jatuh tersungkur di atas pasir. Dia menegakkan kepalanya dan mengulurkan tangannya. “Vallie.” Hati Valerie seakan diremas-remas mendengar panggilan itu. Tapi dia tidak bisa berbuat apapun. Jika dia mengikuti keinginannya untuk memeluk Adrian, maka bisa dipastikan sang ayah akan membunuh Adrian saat ini juga. Maafkan aku Adrian. Maafkan aku harus membohongimu.   ⁂ ⁂ ⁂ ⁂ ⁂      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD