2

2048 Words
*Eliza POV* Sudah dua bulan berlalu sejak Lily pergi. Terkadang, aku masih berharap dia ada disini menemaniku, seperti dulu saat kami masih anak-anak. Aneh mungkin, tapi aku memang selalu merindukannya setiap kali dia pergi setelah datang berkunjung. Aku masih termenung di kamarku. Ingatanku kembali ke malam dua bulan yang lalu saat aku bertanya pada Mrs. Nicole, siapa pria yang dipanggilnya My Lord itu dan kenapa dia tahu siapa aku.   “Kau beruntung, sayangku.” Ujar Nicole malam itu saat aku bertanya siapa pria yang mengintimidasiku siangnya. Aku berjalan mondar-mandir di kamar Nicole. “Beruntung? Beruntungkah namanya kalau dia mengetahui hal yang setengah mati berusaha kusembunyikan? Aku tetap meminum ramuan itu walau aku selalu menguras isi lambungku setiap kalinya hanya agar aku bisa hidup seperti manusia biasa. Dan dia tetap mengetahuinya bahkan tanpa mencium ataupun merasakan darahku seolah sedang membaca buku yang terbuka!” “Aku akan menyebut seseorang itu beruntung saat dia tetap hidup walau sudah melemparkan hinaan tepat di depan wajah sang malaikat!” Ucap Nicole dingin. Aku terdiam. Seandainya bola mata bisa keluar dari rongganya, maka mataku sekarang pasti sudah tidak pada tempatnya. “Malaikat?” “Lalu apa sebutanmu untuk makhluk bersayap yang memiliki kekuatan lebih besar dari seluruh makhluk di bumi dan hanya kalah bila dibandingkan dengan Tuhan?” “Ya Tuhan...” Bisikku nyaris tanpa suara. Nicole menatapku lembut. “Dia malaikat yang melindungi Whiteheaven, Elizabeth. Seingatku dia memang tidak memiliki daerah kekuasaan. Tapi Inggris yang selalu berdiri tanpa malaikat ada di bawah perlindungannya, khususnya tempat ini. Hal itu sudah ditetapkan sejak Whiteheaven diminta untuk menjadi daerah netral. Dan malaikat tanpa daerah kekuasaanlah yang diminta untuk melindungi tempat ini. Itu alasan utama kenapa dia bisa memaksa siapapun yang ada disini untuk mengikutinya. Dia sang hukum disini.” “Dan sejak kapan malaikat mengawal vampir?” Tanyaku penasaran karena seperti apapun yang kulihat, pria itu datang untuk menemani vampir pasangan Lily. “Dia malaikat yang aneh, Elizabeth. Kau tidak akan pernah tahu apa yang dipikirkannya atau apa yang akan dilakukannya. Dan dia bukan mengawal vampir itu. Mereka berteman.” “Malaikat dan vampir? Majikan dan bawahan? Sulit kupercaya.” “Terserah kau mau menyebut apa hubungan mereka, tapi bagi His Grace vampir itu temannya.” Aku mendesah panjang. “Lily dikelilingi makhluk-makhluk ajaib.” “Ya. Aku harap dia baik-baik saja. Tidak ada yang lebih aman daripada bersama master vampir dan malaikat.” “Aku juga tidak ingin dia...”   Ketukan di pintu menyadarkanku dari kenangan yang membuatku membenci malaikat aneh itu. Sambil merapikan gaun tidur yang kukenakan, aku berjalan menuju pintu dan membukanya. Nicole berdiri di depan kamarku dengan wajah pucat seolah jantungnya dicengkram oleh tangan tak kasat mata hingga menghambat aliran darahnya. “Ada apa, Nicole?” Tanyaku cemas. Nicole jarang berwajah pucat. “Lily...” Lily? Ya Tuhan! “Ada apa dengan Lily?! Apa yang terjadi padanya?” Seakan cengkraman itu terlepas, wajah pucatnya langsung merona merah karena bahagia. “Lily akan menikah! Baru saja seorang vampir klan Libra mengantarkan undangan pernikahan mereka. Oh~ Ya Tuhan! Aku tidak pernah membayangkan ini sebelumnya. Lily menikah!” Tanpa sadar aku menangis. Aku memang terkejut. Tapi aku bahagia. Lily memang bukan saudara kandungku, tapi hubungan kami lebih dekat daripada itu. Kalau dia memutuskan menikah dengan makhluk itu. Berarti dia memang mencintainya, apalagi dengan adanya tanda kepemilikan itu. “Aku bahagia... Aku bahagia melihatnya menemukan pasangannya. Dia sudah terlalu lama sendiri di dalam bahaya yang sewaktu-waktu siap menghancurkannya.” “Kau benar. Dengar, aku tidak bisa meninggalkan Whiteheaven walaupun aku ingin sekali melihatnya mengenakan gaun pengantin. Karena itu kau yang harus pergi ke London, Elizabeth.” Satu lagi kejutan malam ini. “Aku pergi? Sendiri?” Nicole menggeleng tegas. “Tentu saja tidak, sayangku. Aku akan menelepon Wren dan memintanya mengirimkan pengawal untukmu. Kau harus dikawal kalau keluar dari Whiteheaven.” “Kau pikir dia mau mengirimkan vampirnya kesini untuk menjagaku?” “Dia bahkan mengirimkan vampirnya hanya untuk mengantarkan undangan. Dia pasti akan mengirimkan vampirnya untuk menjemputmu kalau aku bilang kau akan dalam bahaya kalau keluar sendiri.” “Terserah saja. Ngomong-ngomong, kapan pernikahannya?” “Minggu depan. Dan pesan vampir tadi adalah kita diminta datang jauh sebelum itu. Lily ingin menghabiskan waktu dengan kita sebelum dia menikah.”   Kata ‘jauh sebelum itu’ benar-benar tidak mencerminkan apa yang terjadi saat ini. Nicole baru menerima undangan pernikahan itu kemarin, pagi ini Nicole menelepon Lily untuk meminta bantuan ‘mengawalku’ ke London, dan malam ini tepat saat aku akan makan malam, seorang vampir dari klan Libra datang menjemputku. “Yang benar saja!” Semburku begitu vampir itu mengatakan apa yang dia lakukan di Whiteheaven malam-malam begini. “Aku tidak tahu masalahnya apa. Kau meminta pengawal, dan Wren memintaku menjemputmu. Apa yang salah?” Tanya vampir berambut sedikit panjang itu dengan sangat tenang. “Yang salah adalah, aku tidak minta dijemput dalam hari itu juga! Demi Tuhan, pernikahannya masih minggu depan!” Semburku begitu saja. “Kalau kau tidak bersiap dalam 10 menit lagi, maka aku tidak akan peduli kau pergi dengan siapa. Wren mungkin memintaku menjemputmu hanya kalau aku bersedia. Dia tidak akan menghukumku kalau aku meninggalkanmu dengan alasan kau tidak ada di tempat.” Godaan untuk menolak tawaran vampir itu hampir seperti racun di pikiranku. Tapi Lily pasti akan kecewa. Dan kalau aku menerimanya, dia pasti akan berpikir kalau aku bisa diancamnya sesuka hati. “Dengar. Aku akan ikut denganmu malam ini. Tapi aku melakukannya bukan karena ancamanmu, tapi karena aku tidak ingin Lily kecewa.” Tegasku supaya dia tidak berpikiran yang lain. Vampir itu tersenyum. Oh, hanya dengan cahaya lampu teras saja aku sudah bisa menggolongkan vampir ini ke dalam jenis vampir_tampan_angkuh_dan_mempesona. Tapi setelah dia tersenyum, kini aku paham kenapa banyak manusia bahkan beberapa malaikat muda bersedia mencari kenikmatan sekejap bersama vampir. Dan aku yakin vampir di hadapanku ini memiliki banyak antrian di belakangnya. “Bagus. 10 menit. Dengan begitu aku lebih mudah menghadapi My Lady.” Ujarnya puas. Aku membanting pintu tepat dihadapannya. Dan bergegas kembali ke kamar, berteriak pada Nicole mengatakan kalau aku akan pergi malam ini juga yang dibalas Nicole dengan muncul tiba-tiba di depan pintu kamarku, berpesan sebanyak mungkin untuk menjaga keselamatanku dan berjanji untuk tidak pergi kemanapun di London tanpa pengawalan.   3 jam yang kulalui dalam penerbangan ke London merupakan 3 jam terlama sepanjang hidupku. Helikopter yang kami gunakan adalah milik vampir pasangan Lily yang selalu mendapat izin terbang kapanpun dan dimanapun_dalam hati aku bertanya bagaimana bisa seorang vampir memiliki kekuasaan sebesar ini di dunia manusia? Ruang yang cukup besar itu mendukung suasana hening yang terjadi antara aku dan si vampir penjemputku itu. Aku menyadari kalau helikopter mendarat di helipad yang terdapat di sebuah lapangan besar. Beberapa meter dari tempat kami mendarat itu berdiri megah sebuah bangunan yang nyaris menyerupai kastil. Tanpa sadar aku sudah keluar dari helikopter dan menatap bangunan itu. Oh, aku sering melihat rumah-rumah mewah. Tapi rumah kuno yang masih berdiri megah seperti ini sangat jarang ditemui. “Selamat datang di Acasa Manor. My Lady sudah menunggu di dalam.” Ujar vampir itu datar dan tanpa perlu repot-repot menanyakan apakah aku butuh bantuan membawa koper-koperku, dia sudah melesat pergi masuk ke dalam kastil itu. Baiklah, aku tidak membutuhkan bantuan siapapun. Bisikku pada diriku sendiri sambil menyeret koper dan berjalan terseok-seok menuju bangunan kuno itu. Aku berhenti di undakan pertama Acasa Manor. Berusaha mengatur nafas saat sebuah bayangan melesat ke arahku. Sebuah sensasi aneh menggelitik lenganku saat aku menyadari sepasang tangan merengkuh tubuhku, memelukku erat dengan lengan dan sayapnya. “Aku merindukanmu!” Seru Lily sambil memelukku erat-erat. Aku tersenyum. Gadis ini, mungkin memang bukan saudara kandungku, tapi dia berarti lebih dari itu. Aku membalas pelukannya. Sedikit aneh saat sayap lebar itu tidak disembunyikannya. “Aku juga merindukanmu, Lily.” Bisikku lembut. Secepat apa dia memelukku, secepat itu juga dia melepaskan pelukannya dan melipat sayapnya. “Aku rasa Alaric meninggalkanmu di sini. Ayo kita masuk, kau pasti lelah sekali.” Ujarnya sambil setengah menyeretku agar mengikutinya. “Koperku?” Lily tersenyum, dan sesaat kemudian dia melambaikan tangannya ke arah pintu dan dalam sekejap seorang vampir menghampiri kami. “Tolong bawakan koper Ms. Wilkinson ke kamar biru, Venom. Dan sampaikan pada Wren kalau Ms. Wilkinson sudah tiba, jadi dia juga harus segera pulang.” Ujarnya tenang yang langsung dipatuhi oleh vampir bermata perak itu. “Jadi tukang perintah, eh?” Senyum Lily semakin lebar. “Tidak ingin. Percayalah padaku. Aku terbiasa melakukan semuanya sendirian. Tapi sejak kejadian itu, Wren tidak ingin aku melakukan apapun seorang diri padahal Icarus sudah berjanji tidak memburuku. Dan apa kau tahu? Venom adalah vampir yang berasal dari Amerika. Dan dia sudah cukup tua untuk memiliki kekuatannya sendiri tapi memilih loyalitasnya pada Wren.” Aku tidak memperdulikan kalimat terakhir Lily. Yang menjadi pikiranku selama perjalanan menuju kamarku adalah kenyataan kalau aku bisa saja kehilangan sahabat sekaligus saudara perempuanku dua bulan lalu. Serangan mendadak besar-besaran mengingat malaikat yang turun tangan berjumlah 7 orang kalau Navaro dihitung. Lily baru mengabariku sehari setelahnya, setelah kondisinya pulih dan sudah memiliki cukup tenaga untuk berkeliaran di rumahnya sambil menelepon. Saat itu aku ingin sekali mencekik Wren dan Navaro karena sudah membawa Lily keluar dari perlindungan Whiteheaven, walaupun terbukti mereka bisa menjaga Lily. Kami sudah berada dipuncak tangga saat aku menyadari Lily berhenti di pertengahan tangga. Dari jauh dapat kudengar deru mobil mendekati rumah. Sepasang cahaya semakin lama semakin jelas, dan dari lampu yang menerangi jalan, aku dapat melihat sebuah sedan merah rendah_yang pasti mahal sekali_berhenti di depan rumah. Tanpa melihat siapa yang turun dari belakang kemudi aku sudah tahu hanya dengan melihat reaksi Lily. Wajah gadis ini langsung memerah dan senyum cerah tersungging di bibirnya. “Kau sangat mencintainya vampir itu bukan?” Tanyaku spontan. Senyum di wajah Lily menghilang digantikan dengan tatapan menegur. “Namanya Wren, Eliza. Jangan pernah menyebutnya vampir lagi seakan dia tidak memiliki nama.” Tukasnya lembut. “Dan untuk pertanyaanmu jawabannya adalah ya. Aku sangat mencintainya, dengan atau tanpa tanda ini.” Sambungnya sambil menggoyang-goyangkan tangan kanannya tempat tato kepemilikan itu terlukis indah yang kini tidak disembunyikannya dengan sarung tangan_dia bangga memiliki tanda itu. “Percayalah. Aku benar-benar bahagia kalau kau bahagia. Itu termasuk apapun pilihan pasanganmu.” Bisikku lembut. “Terima kasih.” Suara yang mengucapkan terima kasih itu memang berasal dari arah Lily. Tapi itu jelas bukan suara Lily. Dan tiba-tiba Wren sudah muncul di belakang Lily dengan tangan memeluk pinggang Lily posesif. Lily yang menyadari sentuhan Wren itu tersenyum sejenak sebelum menepuk tangan Wren agar melepaskan pinggangnya. “Aku tidak percaya Alaric membawamu malam ini juga. Aku hanya mengatakan secepat yang dia bisa.” Ujar Wren menemani kekasihnya mengantarkanku sampai ke depan pintu kamar. “Selamat datang di rumah kami, Elizabeth. Aku tahu kalau ini terlambat, tapi aku harap kau menyukai kunjunganmu kesini. Lily pasti akan senang sekali bersamamu. Mengingat kau baru saja tiba, lebih baik kau beristirahat. Aku akan memastikan tamuku mendapatkan pelayanan sempurna dan tanpa ditambah gangguan dari gadis ini. Gadis ini aku yang akan mengurusnya. Selamat malam.” Sambungnya begitu cepat sampai aku hampir tidak sadar kalau dia sudah pergi dengan setengah menyeret Lily yang sibuk melambaikan tangannya padaku memberikan flying kiss. Lily pasti bahagia. Vampir itu, maksudku Wren, jelas mencintai Lily sepenuh hatinya. Dia tidak mungkin mengorbankan diri dan mungkin klannya hanya untuk melindungi Lily dari Angels Hunter. Aku memperhatikan kepergian keduanya sampai mereka membelok di sudut dan masuk ke sebuah kamar. Aku pun berbalik dan membuka pintu yang akan menjadi kamarku seminggu ini. Aku sama sekali tidak bergerak dari tempatku berdiri. Kamar biru, seperti yang mereka sebut, memang nyaris biru. Dan tidak ada kata lain untuk mendeskripsikan kamar itu selain dengan kata ‘menakjubkan’. Kamar yang luasnya entah berapa itu memiliki sebuah ranjang tanpa tiang yang sangat besar di salah satu sisi kamar. Sebuah sofa panjang lengkap dengan meja kayu antik di sudut dekat jendela, di sisi lain dinding kamar terdapat lemari pakaian yang sangat besar. Dan untuk tahu saja, semuanya didekorasi dengan warna biru langit, putih dengan sedikit sentuhan perak. Satu-satunya yang menarik perhatianku sampai saat ini adalah ukuran ranjang itu. Ranjang tanpa tiang itu sangat besar. Mungkin bisa menampung lebih dari 5-6 orang tanpa harus berdesakan. Bagaimana mungkin mereka bisa memiliki ranjang sebesar ini? Aku tidak yakin ada toko furniture yang menjual ranjang sebesar ini. Apa setiap kamar memiliki ranjang seluas ini? Ingatkan aku untuk menanyakannya pada Lily besok.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD