Jatuh Talak

925 Words
Kudorong pintu di depanku sekuat tenaga, membuat dua orang di depan sana terperanjat seketika. Mereka saling berpandangan, tak menyangka akan tertangkap basah seperti ini. "Nadya?" Joyce, sahabatku sejak kecil, memanggil namaku dengan wajah pucat sambil bergerak menjauh dari ranjang. "Nadya! Apa yang kamu lakukan?" Mas Reza berdiri tergesa, mengenakan kaus hitam dan celana pendek. Suaranya tercekat, menatapku seolah melihat hantu. Dia sadar, kamera ponselku merekam perselingkuhan mereka. "Nadya, ini nggak seperti yang kamu lihat." Joyce menatapku dengan air mata mengalir. "Aku sama Mas Reza cuma—" "Diam!" Aku membentak. Dadaku terasa semakin sesak. Sudah ketahuan, masih saja mencoba berkilah. "Aku nggak butuh penjelasan dari w************n kayak kamu!" Kemarahanku tak tertahankan, membuat tanganku bergetar. Rekaman video yang kuambil sedikit blur. Yang penting, aku punya bukti. Mas Reza mendekatiku dengan wajah merah padam. "Turunin ponsel kamu!" "Nggak!" Aku mundur dua langkah. "Kamu sama Joyce ...." Kalimatku terhenti. Lidahku kelu, tenggorokanku terasa kering. Air mata sudah membasahi pipiku sebelum masuk ke ruangan ini. Mas Reza meraup wajahnya dengan tangan. Kalut, tak menyangka aku akan memergokinya. "Mas, jelasin!" Gigiku gemeletuk. Aku pikir rumah tangga kami baik-baik saja, harmonis tanpa masalah. Karier Mas Reza cemerlang. Setelah menikah, dia dipromosikan menjadi kepala bagian marketing di perusahaan milik orang tua angkatku. Setahun kemudian, dia dipercaya memegang cabang di kota kami, lengkap dengan mobil inventaris dari perusahaan. Usaha kateringku juga dilimpahi rezeki. Kehidupan rumah tangga kami tampak sempurna, keluarga kecil yang bahagia. Tak pernah terpikir bahwa bahtera yang damai ini diguncang gelombang dahsyat berupa seorang wanita. Mas Reza memiliki wanita lain di belakangku. Dan parahnya, itu sahabatku sendiri, tempatku berbagi keluh kesah. Joyce sudah berpisah dengan suaminya setahun lalu karena dinyatakan tidak bisa hamil. Entah itu nyata atau tidak, aku tak pernah bertanya demi menjaga perasaannya. "Turunin ponsel kamu, Nad! Kita bicarakan ini baik-baik!" Mas Reza membentak, menghentikan lamunanku. Dia memasang wajah tegas, berharap aku menuruti permintaannya. Aku memang menurunkan ponselku, tapi detik berikutnya langsung mengirimkan video itu ke Mama. Kutatap Mas Reza dan Joyce bergantian. "Bisa kamu jelasin, Mas? Kenapa kamu sama Joyce bisa ngelakuin ini?" Aku menggeram marah melihat suamiku duduk santai di kursi dekat wanita selingkuhannya, bukannya menjawab pertanyaanku. Dia mengambil rokok dari laci meja dan menyalakannya. Asap putih membubung ke udara, lalu menghilang. "Kamu udah lihat sendiri, Nad. Kenapa masih tanya?" "Apa kurangku sampai kamu butuh wanita lain buat pelampiasan? Apa salahku? Semua kebutuhan kamu masih aku urus. Tiap hari aku masih sediakan bekal makanan buat kamu. Pakaian dan keperluan kantor, nggak ada yang ketinggalan aku siapkan. Semalam juga kita masih berhubungan. Apa aku kurang memuaskanmu?!" "Ya, itu salah satunya." Ingin sekali aku melontarkan sumpah serapah yang ada di kepala, tapi akal sehatku menahan. Itu hanya akan menjatuhkan harga diriku sebagai seorang wanita. "Apa salahku, Mas?" ulangku dengan suara bergetar. "Kamu bener-bener nggak sadar kesalahanmu, Nad?" Aku bergeming. Apa maksudnya? "Kamu terlalu sombong. Kamu pikir kamu istri yang paling sempurna di dunia ini, heh?" Lagi-lagi aku tidak tahu bagaimana merespons pertanyaannya. "Kamu lupa diri. Setelah bisnis katering punyamu itu sukses, bisa beli ruko besar sekaligus buka restoran di pusat kota, sejak itu kamu nolak uang bulanan yang aku kasih. "Kamu jadi sosok super woman yang bisa ngelakuin apa pun sendiri. Keluarga sialanmu itu ... aku capek dibanding-bandingin sama pencapaian kamu. "Mereka suka cita ngerayain kesuksesanmu dan mencibir waktu tahu cabang yang aku kelola anjlok omset penjualannya. Nggak cukup menanggung malu, ayah angkat brngsekmu itu menurunkan jabatanku sejak bulan lalu. Apa kamu tahu? "Diturunkan?!" Wajah Mas Reza tampak frustrasi. Aku syok mendengarnya. Dia punya masalah sebesar itu tapi aku nggak tahu sama sekali? Dia nggak pernah cerita dan aku salah karena nggak pernah tanya. "Kenapa? Kaget?" sarkas Mas Reza. "Bukannya kamu harusnya ngetawain aku juga? Sama kayak yang dilakuin keluargamu itu." "Nggak ada yang ngetawain kamu, Mas!" Aku menggeleng tegas. Mana mungkin aku mentertawakan suamiku sendiri yang kesusahan. Aku justru akan mendukung semua usahanya. Aku masih tidak bisa mengerti kenapa Mas Reza m*****i pernikahan kami, tapi kemudian justru playing victim di sini. Dia menuduhku sebagai akar masalah hari ini. "Aku capek ada di balik bayang-bayang kamu terus, Nad. Sampai kapan pun, Papa kamu memang nggak akan merestuiku. Mendingan kita bubaran aja." "Maksud kamu apa, Mas?!" Suaraku tercekat di tenggorokan. "Jangan cari alasan. Kamu emang suka sama Joyce, kan?" Aku berusaha membohongi diriku sendiri, mencari penjelasan yang lebih masuk akal. Akan lebih baik kalau dia mengatakan sudah bosan menjadi suamiku dan ingin menikahi Joyce yang lebih cantik "Nggak. Aku cuma manfaatin temenmu yang kesepian. Apalagi dia mandul. Aku nggak perlu khawatir dia hamil." Sebuah tamparan mendarat di wajah Mas Reza. Bukan aku yang melakukannya, tapi Joyce yang sedari tadi menyimak dalam diam pembicaraan kami berdua. "Kamu tega, Mas!" Detik itu juga, Joyce lari dari kamar setelah memunguti pakaiannya. Dia pasti sakit hati dimanfaatkan begini. Detik-detik berlalu dalam keheningan. Aku terduduk di lantai, kehabisan tenaga memikirkan apa yang terjadi pada kami bertiga. Meski Joyce sudah menyakitiku, tapi aku masih menyimpan iba padanya. Bagaimanapun juga, kami sama-sama wanita. "Mas ...." "Udahlah, Nad. Kamu introspeksi diri kamu sendiri, nggak usah sok kasihan ke w************n kayak Joyce itu. Pikirkan kesalahan kamu selama ini. Bahkan Bima juga lebih dekat dengan Mama dibandingkan kamu, ibunya sendiri. Apa hal itu kamu juga nggak paham?" Dadaku sesak. Oksigen seolah enggan masuk ke paru-paru. Benarkah aku biang masalah ini? Bima kutitipkan karena Mama memang kesepian, bukan karena aku tidak mau mengurusnya. "Nadya Kinanthi, mulai hari ini aku talak kamu. Kamu bukan lagi istriku!" Seperti tersambar petir di siang hari, tubuhku kaku seketika. Langit seolah runtuh detik itu juga. "Mas Reza—" “Apa lagi? Kita cerai!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD