Ryan duduk dengan punggung sedikit tegang, mencoba tersenyum namun jelas gugup. Di sebelahnya, Ivy memainkan ujung serbet kain di pangkuannya, sesekali melirik Ryan, sesekali menatap ke piringnya yang nyaris belum tersentuh.
Ayah Ivy membuka percakapan lebih dulu, dengan suara dalam yang berat namun terkendali.
“Jadi Nak Ryan, Kami ingin mendengar langsung darimu, sejauh mana keseriusanmu terhadap Putri kami satu-satunya ini?”
Ryan mengangkat kepalanya perlahan. Ia menarik napas, lalu menatap wajah ayah Ivy dengan tegas namun tidak sepenuhnya dingin.
"Saya sangat serius dengan Ivy, Om. Saya sudah lama mencintai Ivy dalam diam, tentu saja saat Ivy membuka hati untuk saya, saya merasa kalau Tuhan sedang memberikan surga-Nya untuk saya," ujar Ryan.
Maya, Ibunya Ivy bahkan sampai tersed
