Tertangkap Basah

1662 Words
Galaxy terbangun saat alarmnya berbunyi. Tumben sekali, biasanya sebelum alarm berbunyi, Shuhua sudah membangunkannya. Ada yang salah, Galaxy segera berdiri dan membuka jendelanya; yang mengarah pada halaman, dan titik yang pas untuk melihat rumah tetangganya. Dan di sana Galaxy melihat sebuah mobil yang terparkir di depan rumah Shuhua. Yang menarik perhatiannya adalah beberapa koper yang sedang dibawa masuk ke dalam mobil. Pintu kamar yang tiba tiba terbuka membuat Galaxy menghela napas, tanpa memalingkan wajah. “Ci, itu orangtua kamu mau kemana?” “Mau ke kondangan, sekalian kerja ke luar kota.” Itu bukan suara Shuhua. Galaxy menoleh dan mendapati Mamanya yang masuk kemudian melipat selimut di kamar yang berukuran 81 m2 itu. “Eh, Mama.” “Tumben kamu udah bangun, biasanya harus dibangunin Cici dulu.” “Anaknya gak ke sini dulu ya? Langsung berangkat sama Rara?” tanya Galaxy, mengingat sekarang sudah pukul setengah Sembilan. Dan anak SMA sudah seharusnya masuk kelas. “Cici gak sekolah, masih sumilang katanya.” “Lah, dia sendirian dong di rumah?” “Katanya nanti ada Neneknya, Mama abis dari sana kok nengokin, tadi lagi sarap—— Heh, mau kemana kamu?!” “Liat Cici.” “Cuci muka dulu napa, Kak. Gosok gigi, tar Cici ilfeel gimana?” Baru juga sampai di pintu, Galaxy buru buru kembali dan masuk ke kamar mandi. Mandi sebentar, bisa berabe kalau penilaian Shuhua terhadapnya menurun. Baru setelah tampan dan rapi, Galaxy turun ke lantai bawah. Papahnya sudah berangkat lebih dulu, disusul oleh Mamanya yang harus mengurus Yayasan. “Jagain Cici ya, jangan diusilin mulu, Kak,” pesan Akila sebelum meninggalkan putra sulungnya. Namun sepertinya hal itu tidak bisa dijanjikan oleh Galaxy, pria itu berjalan menuju rumah di sampingnya. Mobil yang sebelumnya ada di halaman depan sudah tidak ada. Pintu masuk yang terbiasa tidak dikunci, membuat Galaxy masuk begitu saja. “Ci…..,” panggilnya. Heran juga anak yang biasanya barbar, bahkan tidak pernah absen sakit sekalipun, kini terdiam di rumah. “Cici?” “Abang?” panggil Shuhua, dan itu bukan dari kamarnya. Karena yang Galaxy dapati di kamarnya hanya tempat tidur yang berantakan. “Cici di sini.” Menyusul ke sumber suara, ternyata Shuhua ada di atap; ruang bermain game dan juga alat music. “Katanya sakit, ini kenapa malah maen gini? Ah, pasti ada ujian ya, makannya gak masuk?” “Ngaco! Orang tadi Cici sakit, ini kebetulan aja udah gak sakit!” teriaknya tidak terima, dengan mata yang enggan berpaling dari layar monitor. “Maen basket yuk, Ci. Udah lama gak maen di lapangan.” “Ogah ah, Cici lagi mau push rank ini.” Tidak suka diabaikan seperti ini, Galaxy segera duduk di samping Shuhua dan menarik sosok itu ke dalam pelukannya. “Ih Abang!” teriak Shuhua kesal, dia mencoba menghindari Galaxy yang mencoba menghalangi pandangannya. Sudah dipeluk dengan erat, kepalanya juga terhalangi. “Abang ih!” “Ayok main basket, Ci,” pinta Galaxy dengan suaranya yang terdengar begitu dalam. “Ci, ayok temenin maen basket yuk. Udah lama tau.” Shuhua menggigit bibir bawahnya, kalau begini dia bisa khilaf. Mana posisi kaki Galaxy itu melingkar di sekeliling tubuhnya, tangannya pun demikian, melingakar di pinggang. Dengan kepala yang bersandar di bahunya. “Cici…” “Dahlah ayok.” Shuhua melempar stick game di tangannya. Takut lupa daratan dan memakan Galaxy di sini. “Ayok cepetan.” ******* Satu bulan lebih Galaxy tidak bermain basket, bisanya Shuhua memang yang menemani. Adik kandungnya; Aurora, memang selalu sibuk dengan dunianya sendiri. apalagi akhir akhir ini, Aurora diminta Mamanya untuk membantu beberapa hal di Yayasan. Sifat adik kandungnya yang selalu membantah itu membuat Galaxy menyerah, berbeda dengan Shuhua. Dirayu sedikit, akhirnya luluh juga. “Yang bener dong lemparnya, laki bukan?” tanya Shuhua menyidir. “Pemanasan doang kali, Ci. Liat nih.” Shuhua itu pro dalam olahraga, tapi nob dalam pelajaran akademis. Bahkan seringkali Galaxy dibuat takjub dengan kemampuan Shuhua, seperti berlari dengan sangat cepat. Bela diri juga dikuasai oleh Shuhua, maklum Mamihnya Shuhua sering bergaul dengan preman saat masa sekolah dulu. Jika Aurora akan ikut olimpiade Sains, maka Shuhua akan ikut olimpiade yang bersangkutan dengan fisik. Keduanya bermain selama 30 menit, berkeringat bersama dan menertawakan satu sama lain Ketika membuat kesalahan. Sampai Gerakan Galaxy terhenti saat mendengar Shuhua berdesis sambil memegangi perutnya. “Eh, Ci. Sakit lagi?” “Udah yuk, panas. Ntar Cici item,” alasannya enggan membuat Galaxy khawatir, bahkan dia menurunkan tangannya dan beralasan, “Cici lapar.” “Mau makan apa? D.O?” “Abang kuliah jam berapa?” “Bolos deh, kapan lagi bisa seharian di rumah.” “Asyikk!” Shuhua memekik senang, dia memeluk Galaxy seketika saking senangnya. “Abang yang bayar ya? Mau dimsum, sama jus alpuket. Sambil nonton yuk! Avengers belum tamat kita tonton loh.” “Pilih yang itu loh, Ci… yang jadi semut.” “Ant-man?” “Iya kali,” jawab Galaxy yang sibuk memesan online dari ponselnya, dengan tangannya yang lain sesekali menyeka keringatnya. Tidak bau, karena memakai parfume mahal. Jadi Galaxy maupun Shuhua tidak berganti baju, toh langsung kering karena AC. “Ci, Nenek kamu kapan ke sininya?” “Nanti malem kok.” Menyusul Shuhua yang sudah ada di ruangan bersantai, menyalakan televisi yang tersambung dengan internet. Sambil menunggu makanan tiba, Galaxy berbaring di sofa, sementara Shuhua duduk di atas karpet dan bersandar di sofa tempat Galaxy berada. Tangan pria itu sesekali terangkat untuk mengelus rambut Shuhua yang bergelombang. “Ci, rambut kamu bau matahari.” “Siapa yang ngajak maen basket hah?!” “Heheh, biasa aja dong. Kan kangen udah lama gak maen, Ci.” “Plis, jangan kangen kangen gitu. Kalau Cici baper gimana, Bang? Secara Abang ganteng gitu, mana kaya. Gimana kalau Cici khilaf terus nyeret Abang ke kamar?” “Heh!” Galaxy seketika menjitak kepala Shuhua, membuat gadis itu berbalik menatap Galaxy kesal. “Fokus belajar, bersihin tuh otak ngeresnya.” “Abis Abang itu paling potensial buat Cici haluin.” “Dah, Ci. Sini baringan di sini,” ucap Galaxy yang sudah malas menanggapi gombalan Shuhua. “Sini tiduran, mau gak?” “Sofanya sempit.” TING TONG. Suara bel lebih mendahului sebelum Galaxy kembali protes. Makanan datang, dan Shuhua tersenyum lebar sambil membawa semuanya ke ruangan bersantai. “Datangggg! Ayok makan,” ucapnya dengan senyumannya yang khas. “Di sini, Ci.” Dan Shuhua tidak menolak saat dia duduk di atas karpet, kemudian Galaxy menariknya untuk mendekat dan duduk diantara kaki pria itu. “Gini, biar gak dibawa kabur itu makanan.” “Gitu mulu ih,” ucap Shuhua kesal, mengingat masa lalu dimana dia pernah menghabiskan jajanan Galaxy dan Aurora. “Udah tujuh taun juga.” “Makannya duduknya gini, biar gak dibawa kabur.” Ujung kaki Galaxy saling bersentuhan, membuat Shuhua benar benar terkurung diantaranya. “Tapi ini bikin Cici baper, Bang.” “Makannya jadi orang jangan baperan. Anggap aja dilatih mental.” Shuhua memakan dimsum sambil mendumal, “Kalau ketemu Tuhan mau minta dia kasih perasaan Cici sama Dewa aja, yang lebih peka.” Dan Galaxy mendengar itu, membuatnya berhenti menyedot jusnya. “Dewa siapa?” “Itu, dewanya Nenek Tapasya.” ***** Keluar dari kamar mandi, Galaxy mendapati kalau Shuhua tertidur di ats karpet dengan posisi yang terlihat tidak nyaman. Dilihatnya jam sudah menunjukan pukul 1 siang, ini memang pas untuk tidur. Galaxy membenarkan posisi tidur Shuhua, mencoba membalikan badannya dan memposisikan kepalanya di bantal. Namun gadis itu malah memeluk Galaxy layaknya guling. “Ci, ampun dah jangan gini posisinya,” ucap Galaxy yang merasa tertekan. Demi Tuhan, kekuatan Shuhua itu tidak main main, membuatnya ingin batuk seketika. “Abang gak akan kemana mana, jangan gini meluknya.” Baru Shuhua melonggarkan pelukannya, dan menjadikan bahu Galaxy sebagai bantalan. Dari jarak sedekat itu, Galaxy bisa melihat wajah Shuhua yang benar benar putih bersih, hidungnya yang mancung. Benar benar replica dari Papihnya sekali. “Mirip Om Andre,” ucap Galaxy sebelum akhirnya menyusul untuk ikut terlelap. Sementara di sisi lain, teman teman dari kelas A sedang dalam perjalanan menuju rumah Shuhua. Untuk menengok si penghibur kelas yang tidak bisanya tidak masuk sekolah. Sekuat apapun badai hujan menghadang, Shuhua itu anti tidak masuk kelas. Makannya hari ini, teman temannya heran dan memilih untuk menengoknya. Menggunakan beberapa mobil yang Sebagian terparkir di halaman rumah Aurora. saat berjalan menuju rumah Shuhua, Aurora melihat ada mobil yang tidak asing. “Nenek? Katanya ke sininya malem?” “Tadinya, tapi katanya Shuhua gak enak badan, jadi Nenek ke sini lebih awal,” jelas Wanita paruh baya itu. “Nenek juga udah punya firasat kalau temen teman Shuhua bakalan nengok, suruh mereka bawain camilan ya di bagasi Nenek.” “Beres, Nek.” Terhitung ada 15 anak yang menengok Shuhua, diawali oleh Nenek dan Aurora yang masuk ke dalam. “Cici?” panggil Aurora. “Sana ke kamarnya aja, liat dulu dia lagi ngapain.” Aurora mengangguk, dia hendak naik ke lantai dua, tapi terhenti saat melihat dua manusia yang sedang tidur berpelukan sambil terlelap. “Ra, kenapa diem?” “Itu Cici.” Sang Nenek mendekat, dan melihat apa yang dilihat Aurora. “Yakin mereka gak pacaran, Ra?” “Enggak kok, Nek. Kan mereka dari kecil juga udah gini.” “Tapi mereka cocok deh.” Apa yang sedang dilakukan dua orang itu menarik perhatian teman temannya, beberapa dari mereka mendekat. “Oit, si Suhu sama siapa itu?” “Lha, bukannya Abangnya si Rara?” “Mereka pacaran?” “Wahh, si Dewa udah keselip sebelum balapan. Kasian.” “Gila gila, kakaknya si Rara seganteng ini ternyata.” Dan keributan itu membuat Galaxy serta Shuhua membuka mata mereka secara perlahan, mendengar bisikan bisikan yang berisi macam macam spekulasi pada hubungan mereka. “Ci, bangun,” ucap Galaxy saat menyadari apa yang terjadi, dia masih mencoba memperjelas tatapannya. Dan saat tatapannya benar benar jelas, Galaxy terkejut. CEKREK. CEKREK. CEKREK. Orang orang itu memotretnya, termasuk Aurora dan juga Neneknya Shuhua. Oh jangan lupakan teman teman mereka yang berbisik di belakang sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD