Ban. 2 Super Sibuk

1031 Words
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 06.45, tapi Ardian belum juga menemukan dasi berwarna merah maroonnya yang Saskia bilang sudah kering dari jemuran itu. "Mana Sas, di lemari nggak ada?!!!" teriaknya dari dalam kamarnya sambil mengobrak-abrik isi lemarinya yang tadinya rapi itu. "Ada di gantungan dasi. Di pintu sebelah kiri. Kamu jangan buka yang pintu sebelah kanan. Nanti berantakan semua!!!" balas sang istri dari ruang tengah. Kini ia sedang memakaikan pakaian seragam pada Danu, si anak sulung. Jadi, dia tidak bisa mencarikan apa yang dibutuhkan sang suami. Sebab, si kakak pun akan berangkat sekolah PAUD bareng Ayahnya berangkat kerja nanti. Setiap jam segini memanglah, waktu paling sibuk di rumah Ardian. Seperti yang terlihat saat ini, semua penghuni rumah seakan memiliki kesibukan masing-masing. Dari Saskia yang mempersiapkan sarapan di meja makan, lalu memandikan dan menyuapi Danu yang akan berangkat ke sekolah. Sedangkan Ardian, pagi buta ia sibuk mengurusi anak keduanya sebelum akhirnya ia berkutat di dalam kamar mandi lalu hem, jas, sepatu dan dasi yang selalu menunjang penampilannya berangkat kerja. Untung saja si adek nggak nangis. Kalau iya. Hadeh. Nggak hanya nambah sibuk sich tapi juga nambah kerjaan dan emosi juga jadinya. Maklumlah mau bagaimanapun pasti akan jadi naik darah juga kalau denger anak nangis, apalagi saat sudah terburu-buru untuk berangkat kerja. Kembali pada Ardian yang sedang berjalan ke arah sang istri sambil memakai dasinya yang terlihat serasi dengan hem dan jas dongkernya. "Gimana uda ketemu?" tanya Saskia saat melihat sosok suaminya tengah mendekat. "Ya. Nih lagi aku pakai," balasnya pada wanita yang sudah menemani hidupnya sejak empat tahun terakhir ini. "Jangan lupa sarapan dulu, Mas. Kalau mau berangkat?" ucap Saskia mengingatkan. Tangannya pun terampil menyisir rambut anak laki-lakinya itu agar rambutnya terlihat rapi. Tak lupa ia mengoleskan baby cream ke wajahnya agar ia tidak terlihat kusam. Di kedua tangan dan kakinya pun ia oleskan hand and body lotion agar anaknya tidak terlihat busikan. Dan yang terakhir ia menyemprotkan parfum anak bergambar spiderman kesayangan si Danu. Sedangkan si adik bayinya sedang duduk manis di samping kakaknya didandani sambil bermain mainan yang ada di baby walkernya. "Gampanglah. Ntar aku sarapan resto aja," sahut Ardian. Sambil memakai kaus kaki di sofa depan istrinya itu. Ia memang jarang sarapan di rumah akhir-akhir ini. 'Bagaimana harus sarapan di rumah kalau kerjaan di rumah aja nggak selesai-selesai kayak gini ,' gerutunya dalam hati. Setelah selesai makai sepatu ia pun kembali melirik jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangan. "Tinggal lima belas menit lagi. Ayo Danu kita berangkat nanti Ayah telat!" ajak Ardian sambil beranjak. Ia pun segera meraih tas kantornya lalu segera mencangklongnya di pundak. Begitupun dengan Danu, Saskia dengan cekatan memakaikan tas ransel bergambar Boboi Boy ke atas punggung anaknya itu. "Udah sana. Hati-hati di jalan. Nurut omongan Ayah. Ngerti!" pesan Saskia pada sang anak. "Baik, Bunda," balasnya sambil meraih tangan Saskia untuk dicium. Sedang tangan Saskia yang lain sedang membopong Naya, si adek. "Aku berangkat ya," pamit Ardian pada sang istri. "Hati-hati di jalan ya, Mas. Jangan ngebut," pesan Saskia pada suaminya. Kini gantian ia yang meraih tangan suaminya untuk dicium. "Iya. Yuk!" ujar Ardian lalu menggendong anaknya yang baru berusia tiga tahun itu sampai masuk ke dalam mobilnya. Blakkk!!! Ia pun menutup pintu mobil lalu berlari ke pintu satunya lagi. Dan tak butuh waktu lama mobilnya pun sudah berjalan di atas aspal dan berjalan semakin jauh dari rumah bergaya minimalis ini. Saskia pun masuk kembali ke dalam rumah saat melihat suami dan anaknya sudah meninggalkan rumah. Niatnya sih kini giliran si adek yang mau diurusin. Dari disuapin sampai mandi biar bersih dan wangi. Namun, saat melewati meja di ruang tamu langkahnya pun terhenti. Ia kembali menoleh ke arah meja yang berada di samping kirinya. "Masya Allah. Aku lupa ngasih ini sama Danu. Hari ini kan ia harus mengumpulkan hasil kerajinan tangannya ini," ucap Saskia sambil menepuk jidatnya sendiri. Segera ia meraih benda itu lalu bergegas keluar dari rumah. Berharap mobil suaminya itu masih terlihat agar ia bisa memberikan karya anaknya ini dengan segera. Saat ia sudah berada di luar rumah. Saskia langsung melongokkan kepalanya ke arah mobil suaminya berlalu. "Yaaah…. Udah nggak keliatan. Gimana ini? Mana hari ini harus ngumpulin lagi," gumam Saskia bingung. "Ya, udah deh. Besok aja. Ntar biar aku kirim pesan ibu guru kak Danu. Pasti dia ngerti," tambahnya lalu masuk ke dalam rumah. Baru saja dua kali ia melangkahkan kakinya. Saskia mendengar suara mobil si suami berada di depan rumah. Tiiinnn…. Tiiinnn…. Tiiinnn…. Klakson mobil Ardian yang terdengar berulang-ulang. Saskia pun berbalik badan lalu keluar rumahnya. Tanpa suaminya meminta ia sudah tau apa yang diinginkan sang kepala keluarga itu. "Ini karyanya Danu," ucap Saskia sambil menyerahkan tempelan pesawat terbang di atas kertas HVS ke dalam celah kaca jendela yang sengaja diturunkan Ardian. Saskia pun tertegun melihat anaknya yang tadi masih ceria sekarang sedang menangis sesegukan. "Ck. Karya gitu doang juga. Kamu ini tau nggak Ayah ini mau meeting penting. Kenapa kamu malah ngerecokin terus," bentak Ardian kepada Danu yang sudah menangis sesegukan. "Mas. Pelankan suaramu. Jangan bicara seperti itu. Kasihan Danu, Mas," ujar Saskia melerai. "Alah. Kamu ini sama saja! Bisanya cuma belain anak doang," ujar Ardian sambil kembali menstrater mobilnya agar kembali melaju. Setelah kepergian Ardian untuk yang kedua, Saskia hanya mampu menghembuskan nafas beratnya. Ia tidak tau harus bagaimana lagi, kecuali berdoa kepada Tuhannya agar dia diberi kesehatan dan kesabaran menghadapi ini semua. Saskia pun mengusap setetes air bening yang terkumpul di pelupuk matanya. Sebelum ada tetangga yang lewat lalu memergokinya sedang menangisi kepergian suaminya yang nanti sore saja sudah pulang. Bisa-bisa ia bakal menjadi artis dadakan. Dan menjadi tranding topik di kawasan perumahan ini. Saskia pun segera masuk ke dalam rumahnya kembali. Sebab, ia ingat jika anak yang kini masih berada di dalam gendongannya itu masih bau ancing. Alias tak sedap. "Oh, iya. Dedek belum mandi yah. Mau mandi dulu apa mamam dulu nih," ucap Saskia sambil masuk ke dalam. Ia memang tau jika anaknya itu belum bisa menjawab pertanyaannya. Hanya saja ia memang selalu merangsang otak anaknya yang sedang berkembang itu. Supaya menjadi anak yang pintar dan cerdas kelak setelah ia dewasa. Seakan mengerti dengan apa yang ibunya bicarakan. Naya pun tersenyum lalu mengangguk-anggukan kepalanya beberapa kali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD