Bab. 4 Wanita Pinggir Jalan

1402 Words
Lelah semakin menggelayuti tubuh Ardian setiap menjelang pulang begini. Maklum, restoran selalu padat akhir-akhir ini. Jadi, dia tidak punya banyak waktu untuk bersantai di ruangannya. Ardian memang orang yang amanah sebenarnya. Ia selalu mengontrol karyawan dan para pelanggan hampir di setiap waktu saat bekerja. Sebab, ia tidak mau kejadian seperti tempo hari terulang lagi. Tentu saja karena keuntungan dan kerugian restoran menjadi tanggung jawabnya. Dan itu pula yang akan disetorkannya lewat laporan- laporannya pada Bu Regina. Ditambah lagi jika ia sudah di rumah nanti. Bukannya dia langsung bisa tiduran di atas kasur yang empuk atau merasakan pijatan dari sang istri tercinta, tapi dia justru akan disuruh main dengan anak-anak. "Ajak anak-anak main dong Mas. Nanti bisa-bisa mereka jauh sama kamu," kata Saskia beberapa hari yang lalu. Dan, akhirnya mau tak mau Ardian pun mengikuti ucapan istrinya itu. Kembali pada Ardian yang sedang menggapai tas kantornya dengan malas-malasan. Bayangan akan rasa penatnya yang akan semakin bertambah jika ia sampai rumah nanti, membuatnya merasa malas pulang. Ardian pun merapikan meja kerjanya. Karena mau bagaimanapun restoran ini akan segera tutup. Jadi, kalau dia tak segera berkemas. Bisa-bisa ia akan ikut terkunci di dalam kantornya ini. Saat ia sudah mencangklong tas berwarna hitam itu, tiba-tiba terdengar suara pintu ruangannya di ketuk. Tok. Tok. Tok. "Masuk!" ucap Ardian sedikit lantang. Cekrek! Bunyi pintu itu saat dibuka. "Selamat sore, Pak. Ini laporan pendapatan resto hari ini," ujar Alexa sambil meletakkan sebuah berkas laporan kepada Ardian. Ardian pun segera menerimanya. "Iya, terima kasih. Biar saya cek besok," balas Ardian. "Baik, Pak. Saya permisi dulu," sahut Alexa sambil membalik badannya. "Tunggu Alexa," ucap Ardian yang langsung menghentikan gerakan bawahannya itu. "Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu lagi?" "Apa semua karyawan sudah pulang?" "Sepertinya sudah, Pak." "Dan semua peralatan sudah dirapikan?" "Sudah, Pak. Barusan saya lihat sendiri. Semua kompor, oven dan peralatan lainnya sudah bersih dan rapi di tempatnya," jawab Alexa mantap. "Bagus. Sebelum pulang cek keran dan instalasi listrik. Siapa tau masih ada yang ketinggalan," perintah Ardian selanjutnya. Bukannya ia cerewet. Hanya saja, Ardian tidak mau ada kejadian yang merugikan restoran ini. Walaupun restoran ini bukan miliknya. Namun, keselamatannya ada di bawah tanggung jawab Ardian. Sehingga dia selalu rajin mengingatkan para bawahannya untuk tidak ceroboh dalam segala tindakannya di dalam tempat usaha ini. "Baik, Pak. Saya laksanakan," ucap Alexa sebelum berlalu. Ardian pun tersenyum. Ia bangga memiliki bawahan yang selalu dapat diandalkan. Dengan demikian, tenaganya sedikit terbantu. Karena ia tidak perlu repot-repot memeriksanya sendiri. Ardian berjalan tegap keluar restoran yang sudah membesarkan namanya itu. Meskipun tempat usaha itu sudah terlihat sepi, tapi ia harus selalu tampil gagah dan penuh wibawa. Ia tak mau ada seorang pun yang melihatnya lemah walau mereka tau ia banyak masalah. Pip. Pip. Pip. Ardian memencet tombol Smart key yang membuat lampu mobilnya bersinar beberapa kali. Ia pun segera membuka pintu mobilnya lalu segera duduk di jok depan kabin pengemudi. Blak!! Ia kembali menutup pintu itu sebelum menstarter mobilnya keluar halaman Restoran. Sampai di pos security ia pun menghentikan laju mobilnya. Sebab, Ardian melihat sang security yang masih berjaga di pintu gerbang. "Selamat malam, Pak Ardian," ucap si security. "Malam. Pak Sanip kalau semua karyawan sudah pulang. Pastikan semua peralatan yang ada di luar sudah masuk ke dalam. Baru setelah itu baru di kunci," pesan Ardian pada security itu. "Baik, Pak siap!" balasnya sambil memberikan hormat pada Ardian. "Bagus," balasnya sambil meraih dompetnya. Ardian pun mengambil uang pecahan dua puluh ribuan. "Ini untuk membeli kopi," ucapnya sambil memberikan selembar kertas berwarna hijau itu. "Terima kasih, Pak," sahut Pak Sanip sambil meraih uang itu. Walau Ardian orang yang tegas dan suka memerintah, tapi semua tau kalau Ardian tidak pelit kalau soal uang. Hampir setiap hari ia selalu memberi Pak Sanip dan teman seprofesinya uang tambahan untuk membeli kopi dan camilan. "Iya, sama-sama," ujar Ardian lalu kembali menyalakan mesin mobilnya. Tak butuh waktu lama mobil Ardian sudah melaju bersama puluhan kendaraan lain di jalan raya. Ia memang sengaja mengendarai kendaraan roda empat itu dengan pelan. Sebab, walau badannya sudah merasa capek ia masih enggan sampai rumah. Mata Ardian pun seketika menyipit saat melihat sebuah mobil produksi Jepang keluaran terbaru berhenti di pinggir jalan yang cukup ramai. Tampak seorang wanita berpenampilan kantoran pun melambai-lambaikan tangannya pada setiap mobil yang lewat. Chiiitt!! Tanpa curiga Ardian pun menghentikan mobilnya tepat di depan wanita itu. Tok. Tok. Tok. Wanita itu pun mengetuk kaca mobil Ardian dengan cukup keras. "Mas, bisa tolong saya?" ujarnya setelah pintu buram itu dibuka oleh Ardian. "Yolanda," sahut Ardian. Setelah memorinya menangkap wajah fenomenal wanita itu. Wanita itu pun sedikit tersentak. "Mas Ardian," balasnya. Segera Ardian pun keluar dari mobilnya. "Ada apa? Kenapa kamu ada di pinggir jalan seperti ini?" tanya Ardian sambil menatap wanita berparas cantik yang terlihat semakin elegan dengan balutan blazer dan celana katunnya. "Tolongin aku, Mas. Mobilku mogok. Sedangkan ponselku mati, aku tidak bisa menghubungi bengkel untuk datang ke sini," jawabnya dengan nada panik. "Ya, udah. Kamu tidak usah panik seperti itu. Aku gini-gini tau mesin mobil kok," balas Ardian sambil menepuk d**a bidangnya dengan bangga. Yolanda pun hanya tersenyum sambil menatap laki-laki yang dulu hampir menjadi suaminya itu. Ardian pun mendekati mobilnya lalu membuka kap depan untuk diperiksa mesinnya. Yolanda pun melihat keseriusan Ardian yang tengah mengotak-atik mesin mobilnya. "Gimana? Bisa nggak?" tanyanya dengan nada meledek. "Bisa dong. Coba hidupkan mesinnya!" balas Ardian dengan nada congkak. Yolanda pun segera mengikuti instruksi Ardian tanpa banyak komentar. Ia segera masuk ke dalam mobilnya kemudian menstarternya. Seketika mesin mobilnya pun hidup seperti sedia kala. "Tuh, kan bisa!" ucap Ardian dengan bangga. "Hehe. Iya, makasih ya. Dan maaf, tadi sempet ngeremehin kamu," timpal Yolanda sambil menahan senyumnya. "Iya, nggak papa. Yang penting udah hidup lagi, kan?" "Iya, hehe. Ems…. Gimana kalau kita makan malam bareng sekarang? Sebagai tanda terima kasihku sama kamu," ajak Yolanda. Ardian pun terdiam. Ia memang belum pengen sampai rumah sekarang. "Tapi, itu kalau kamu enggak sibuk sih?" tambah Yolanda lagi. "Oh, enggak kok. Kalau sebentar aja nggak papa. Lagian aku laper juga," balas Ardian sambil mengusap perutnya yang rata. "Ya udah. Kalau gitu kita ke Family resto aja ya. Yang paling deket dari sini," ajak Yolanda lagi. "Oke deh siap. Silahkan jalan duluan. Biar aku yang membuntuti kamu di belakang," balas Ardian. "Oke deh. Sampai jumpa di Family resto," ucap Yolanda sebelum masuk mobilnya dan melesat pergi. # Happy reading, kak. Terima kasih ya sudah mampir di ceritaku. Semoga kalian tetap berkenan membaca cerita ini sampai selesai. Dan semoga ceritaku bisa membuat hari-hari kalian semua terhibur dan berwarna-warni kayak pelangi. Serta memberi sebuah pesan yang bisa kalian terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oh, ya. Sebagai penulis tentunya aku tidak akan pernah jera untuk mengingatkan pada kalian semua. Agar tidak melakukan semua tindakan plagiat dalam bentuk apapun. Entah itu mengkopi cerita lalu hanya mengganti nama-nama tokoh dalam cerita tersebut atau menscreenshot cerita kami lalu disebarluaskan dalam bentuk pdf. Sungguh, itu bukanlah perbuatan terpuji. Bayangkan saja, jerih payah para penulis saat menyusun sebuah cerita. Kadang kami harus begadang semalaman, menggunakan waktunya disaat senggang ngantor bahkan sambil menjaga kedua bocah balita seperti aku. Hiks. Betapa hal itu penuh perjuangan. Di saat fokus nulis, anak-anak entah kabur kemana. Tapi giliran anak-anak duduk diam sambil mainan, idenya yang kabur entah kemana. Jadi, sedikit curhat memang. Namun, apa salahnya kita saling menghargai karya orang lain. Setidaknya bayangkan saja kalian diposisi kami. Di saat kalian punya karya. Kemudian karya itu mulai dikenal banyak orang. Tiba-tiba muncul seseorang yang meniru karya kalian dan mengakui sebagai karnyanya sendiri. Bagaimana perasaan kalian. Sakit bukan? Nah, jadi aku tekankan berkali-kali. Cerita ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE. Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNG JAWAB. Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH SAYA IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukankah sama saja mencuri penghasilan saya? Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan. Hehe. Maaf ngegas. Walau aku pun ragu jika ada orang yang mau plagiat cerita receh ini. Tapi, nggak papa kali ya. Kan cuma mengingatkan. Lagian, lebih baik sedia payung dulu sebelum hujan, bukan? Hehe. Bagi yang sudah baca pengumuman ini dan ketemu lagi di bab selanjutnya. Abaikan saja ya. Terima kasih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD