Adisa 29

1180 Words
"Lex lo dimana?" "Apaan? Lagi sibuk gue," "Gue sama Haga mau ketemu Om Zaki, lo beneran nggak mau ikut?" tanya Adisa. "Nggak dulu untuk kali, tapi untuk selanjut nanti gue kosongin waktu gue buat ikut ke tempat Om Zaki," jelas Alex yang sedang bersama seorang teman sekolahnya. "Lo lagi sama siapa emang? Anak orang jangan lo apa-apain," celetuk Haga yang mengambil alih ponsel sahabatnya itu. "Kepo banget lo Ga haha, yaudah gue matiin dulu ya. Semoga kalian bisa pecahin ini semua, dan masuk Badan Intelijen Negara," "Oke deh," balas Haga dan ia langsung mematikan sambungan teleponnya. "Kayaknya si Alex lagi ngedate nih haha," gumam Haga kemudian laki-laki itu kembali duduk berhadapan dengan Adisa. "Terus kita harus apa?" "Siapin semua bukti-bukti, dari mulai foto yang kamu kasih lihat kemarin, semua surat-surat yang di kasih sama Om Zaki dan ada inisial-inisial aneh didalamnya, pokoknya nanti disana kita tanya aja terus sampai Om Zaki nggak bisa jawab, oke?"  "Oke, yuk kita berangkat," balas Adisa yang sudah membawa semua bukti-bukti yang di maksud oleh Haga. "Bawa mobil aja ya,"  "Oke." kemudian mereka berdua bergegas menuju ke mobil milik Haga dan langsung menuju ke tempat kerja Zaki. "Ca, coba kamu telpon Om Zaki dulu untuk memastikan dia ada dimana." Adisa kemudian menganggukkan kepalanya dan langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi Zaki. "Pagi Om, hari ini ada dimana?"  "Kenapa nih? Perasaan Om Zaki takut kalo kamu udah telpon kayak gini," balas Zaki dengan kekehan. "Biasa, mau minta makanan kalo lagi di cafe Buna," "Oh oke, lagi di cafe yang di jalan Malioboro ya Ca. Kesini aja, tapi lagi rame hari ini, nanti Om cariin tempat buat kamu," "Oke Om, ini Dica lagi kesana sama Haga. Daahh!" ucap Adisa dan ia langsung mematikan sambungan teleponnya. "Lagi di cafe yang deket sekolah kita Ga,"  "Oke, mau mampir dulu atau langsung kesana?" "Langsung aja," Beberapa menit kemudian Adisa dan Haga sudah sampai di cafe milik Adhista dan Diratama yang berada di pinggir jalan Malioboro, Haga sedang memarkirkan mobilnya sedangkan Adisa menyiapkan semua barang bukti yang ia bawa untuk mereka tanyakan kepada Zaki. "Semoga aja Om Zaki mau kasih tau kebenarannya, walaupun kedengarannya mustahil dia kasih tau ke kita," ucap Haga lalu mereka berdua keluar dari mobil dan berjalan memasuki cafe tersebut. Saat baru masuk Adisa dan Haga sudah di sambut hangat oleh kedua barista yang bekerja disana. "Selamat datang Kak Adisa dan pacarnya, mau minum apa Kak?" "Kayak biasa aja, Om Zaki ada diatas?" tanya Adisa dan pria itu menganggukkan kepalanya. "Oke saya keatas dulu ya, nanti tolong dianter. Thank you," jawab Adisa kemudian ia dan Haga berjalan menaiki tangga untuk menemui Zaki disana. "Hai Ga, Ca, baru sampai?" tanya Zaki saat melihat Adisa dan Haga sedang menaiki anak tangga. "Iya Om, kursi aku sama Haga mana?" "Oke ayo Om anter, by the way kamu bawa apa Ca?" tanya Zaki ketika menyadari Adisa membawa sebuah kotak di tangannya. "Nah ini semua mau kita tanyain ke Om Zaki, jadi Om nggak boleh pergi ya," balas Adisa dengan senyum manis yang membuat Zaki bergidik ngeri saat melihatnya. "Penting? Soalnya nanti Om ada acara sekitar jam lima," "Semoga aja nggak sampai jam lima ya Om," ucap Haga dan kemudian mereka bertiga duduk di ruangan VVIP yang menjadi salah satu fasilitas di cafe milik Adhista itu. "Kalian mau tanya apa?"  "Tunggu minumannya dateng aja ya Om, sekarang kita cerita-cerita aja dulu," "Cerita apa cepet nanti Om jawab," jawab Zaki dengan perasaan tidak enak. "Om tuh sama Buna sama Ayah deket banget ya?" tanya Adisa sedangkan Haga menyalakan ponselnya dan mereka semua obrolan yang akan mereka bicarakan. "Ya kalo nggak deket nggak mungkin Om setengah hidup setia kerja disini," "Haha bener juga sih, coba dong ceritain dulu pas kalian masih kuliah. Aku lagi kangen sama mereka, mungkin dengan Om Zaki cerita, bisa menghilangkan sedikit kerinduan aku sama mereka,"  "Oke, dari pertama kali Buna Adhista jadi mahasiswa di UGM. Dulu tuh sebenernya Om sama Ayah Tama rebutan Buna kamu Ca, percaya nggak?" tanya Zaki lalu Adisa dan Haga membelalakkan matanya. "Bohong? Terus gimana ceritanya Om bisa jadi sahabat sama mereka?" "Karena Ayah Tama tuh orang dewasa banget, walau dulu sempet tonjok-tonjokkan di deket kost Adhista, tapi akhirnya kita baikan. Tapi emang kayaknya Buna Adhis sama Ayah Tama tuh udah jodohnya, soalnya kisah mereka tuh mind blowing banget,"  "Terus kalau soal Kak Daniel sama Arjuna yang Buna jadiin novel itu gimana Om?" "Kalo Daniel sebenarnya nggak gimana-gimana sih, soalnya Arjuna itu saudaranya Ayah Tama--" "HAH SAUDARA?!" seru Adisa dan Haga secara bersamaan. "Kenapa?" tanya Zaki bingung sambil menatap Adisa dan Haga secara bergantian. "Iya jadi Arjuna itu punya adik namanya Daniel, nah pas Arjuna meninggal itu Buna Adhista kan depresi. Kamu baca bukunya nggak sih?" tanya Zaki lagi kemudian Adisa mengangguk. "Nah berarti biar singkat Om ceritain singkatnya aja ya. Kan Arjuna meninggal tuh, terus Daniel itu ikut Mama nya di Jepang, tapi Mama nya Daniel itu sakit kanker dan meninggal juga selang dua atau tiga tahun setelah Arjuna meninggal. Nah Mama nya Arjuna ini adeknya Nenek kamu, karena itu Daniel diangkat jadi kakak kamu, karena Buna Adhista kasihan sama dia nggak ada yang urusin," jelas Zaki. "Masih nggak paham, terus kok Buna bisa nggak tau kalo Ayah sama Arjuna itu saudaraan?" tanya Adisa yang membuat Zaki ikut bingung menjelaskannya. "Nah kan tadi Om bilang, cerita mereka tuh mind blowing banget. Om juga nggak terlalu paham cerita mereka, mau tanya apa lagi nih?" balas Zaki kemudian minuman yang Adisa pesan datang. Adisa lalu membuka kotak tersebut diatas meja dengan Zaki dan Haga yang fokus memperhatikan. "Kalo surat-surat ini gimana Om?" Zaki menelan ludahnya kemudian ia mengambil satu buah surat dari dalam kotak tersebut. "Gimana apanya nih Ca?" "Om yang selalu kasih ini semua ke aku, Om tau nggak ini dari siapa?" tanya Adisa lalu Zaki membaca surat tersebut. "Nggak, emang kenapa Ca?"  Haga lalu memperhatikan gerak gerik Zaki yang mulai aneh. "Om Zaki nggak bohong kan?" "Buat apa Om bohong sama kalian? Om beneran nggak tau ini semua dari siapa, Om Zaki cuman di suruh untuk memberikan ini semua buat Adisa," "Om Zaki mau jawab jujur atau nggak?"  "Itu udah jujur Ga, berarti kamu mau saya jawabnya berbohong gitu?" tanya Zaki dan Haga langsung memperlihatkan sebuah foto saat mereka sedang di Jepang. "Ini Buna Adhista dan Ayah Tama kan?" tanya Haga dengan emosi sambil menunjukkan ke arah Zaki bersama dua orang lainnya di dalam foto itu. "Ya mana Om tau? Lagipula banyak yang berpakaian kayak gitu, kok,"  "Kita lagi nggak bahas pakaian Om," ketus Haga. "Lagipula aku ada bukti kok waktu Om ketemuan sma mereka di deket cafe, mau buktinya?" sambung Haga lalu ia mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi galeri. "Pakaian yang sama kan? Masa iya Om nggak kenal sama mereka? Padahal Om sering loh keluar bareng mereka, waktu olimpiade Adisa aja mereka dateng bareng Om Zaki," jelas Haga sedangkan yang ditanya hanya diam tanpa menjawab sepatah kata pun. "Itu termasuk urusan pribadi, kalian nggak sopan loh tanya kayak gitu ke saya. Lagipula kalo saya bilang saya kenal sama mereka, kamu mau apa?" jawab Zaki lalu laki-laki itu pergi meninggalkan Haga dan Adisa berdua di ruangan tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD