ZAHRANA - BAB 1

1504 Words
Kamar pengantin yang di hiasi bunga melati yang wangi nan suci menjadi saksi malam pertama ku dan suamiku, Leo. Meski Leo tidak mencintaiku, tapi dia tetap bisa memperlakukan aku dengan baik layaknya perempuan yang di sebut istri.   Ya, malam ini adalah malam di mana aku akan menyerahkan semuanya untuk Leo. Tadi siang selepas melaksanakan resepsi pernikahan yang megah dan mewah, kini aku harus melayani suamiku yang tidak mencintaiku. Bagaimana bisa dia tidak mencintaiku? Ya, bisa. Karena pernikahan kami bukan sebuah pernikahan yang wajar. Seperti sepasang kekasih yang benar-benar memimpikan sebuah pernikahan.   Aku menikah dengan Leo karena di jodohkan. Papah dan Om Andrew menjodohkan aku dengan Leo. Papah dan Om Andrew memang sudah sepakat menjodohkan aku dan Leo sejak dulu. Leo yang tidak mau mengecewakan ayah dan ibunya, dia juga terpaksa menikah denganku. Begitupun aku. Aku sama sekali belum ingin menikah.   Kata papah, jika perempuan menikah melebihi umur 25 tahun sudah tidak produktif lagi. Padahal teman-temanku juga banyak yang belum menikah. Aku harus menikah di umurku yang baru menginjak 23 tahun. Dan, Leo lebih dewasa 3 tahun dari aku.   Aku sudah selesai menghapus make up di wajahku. Suara pintu kamar mandi terbuka. Aku menoleh ke arah pintu kamar mandi. Leo keluar dari kamar mandi dengan bathrobe berwarna navy. Dia mendekatiku yang sedang duduk di depan meja riasku. Leo memegang pundak ku, dia menatap wajahku yang sudah tanpa make up di cermin. Senyumnya mengembang, aku tidak tahu itu senyuman terpaksa atau senyuman yang ikhlas dan tulus.   "Rana, aku sudah siapkan air hangat, mandilah. Lalu istirahat, kamu terlihat begitu lelah sekali." Leo berkata dengan lembu padaku. Jantungku sungguh berdebar sekali dengan perlakuan Leo yang seperti ini.   "Emm…iya, Kak," jawabku. Aku memanggil dia kakak. Aku sadar dia lebih dewasa dari aku. Dan, aku juga harus menghormati Leo yang sudah menjadi suamiku.   "Ya sudah, mandilah." Leo mengambilkan aku bathrobe dan menyuruhku untuk segera membersihkan badanku.   Aku masuk ke kamar mandi. Aku masih merasakan debaran di hatiku yang semakin tidak karuan. Aku tidak tahu nanti harus bagaimana menghadapi Leo. Sungguh aku belum sipa melakukannya. Kata teman-temanku malam pertama rasanya sungguh sakit sekali. Ah, tapi aku harus bisa. Dia suamiku, dia sudah sah menjadi milikku.   Aku putar kran shower, aku berdiri di bawahnya dan membiarkan seluruh tubuhku di guyur lembut oleh air yang mengucur lembut dari shower. Dan, seketika aku ingat, saat aku melihat bathub yang sudah terisi air. Aku berjalan menuju bath up. Ya, benar Leo menyiapkan air hangat di bathub. Aku berendam di bathub.   Aku kembali ke kamar setelah selesai mandi. Aku masih mengenakan Bathrobe yang warnanya senada dengan Leo. Leo sudah terlihat memakai kemeja dengan sarungnya. Sungguh aku tidak bisa memungkiri, laki-laki yang berada di depanku ini sangat tampan sekali. Aku berjalan ke arah lemari dan mengambil pakaianku, lalu aku membawa lagi ke kamar mandi.   "Rana, mau kemana?" tanya Leo.   "Mau ganti baju, Kak," jawabku.   "Ran, sekalian ambil air wudhu, ya? Kita sholat," titah Leo.   "Iya, Kak," jawabku.   Demi apa, jantung ini semakin bendentam hebat. Dan, seakan lepas dari tempatnya.   "Ya Allah, apa Leo mencintaiku? Atau dia malam ini akan melakukannya karena kewajiban saja? Aku harus bagaimana? Jika aku menolak, aku yang berdosa. Aku harus bisa, aku harus bisa." Aku berkata lirih. Ini benar-benar malam yang mendebarkan hatiku.   Baru kali ini aku dekat dengan laki-laki selain Abil. Iya, Abil sahabatku sejak aku SMP. Dia orangnya kocak, humoris, dan selalu perhatian padaku. Aku tahu dia mencintaiku, tapi tidak untukku. Aku menganggap dia, murni sebagai sahabat.   Aku keluar dengan gaun berwarna putih. Aku menaruh bathrobe ku di rak, dan segera mengambil mukenahaku. Leo sudah menggelarkan sajadahku sekalian. Kami sholat dua rakaat sebelum kami tidur.   Leo mengecup keningku saat selesai sholat. Debat jantungku semakin kencang. Demi apa aku baru pernah dicium kaki-laki selain, papah, opa, pakde, dan Kak Farrel. Leo menciumku, ini sebuah tanda jika aku benar-benar sudah sah, dan harus melakukan kewajibanku pada Leo.   "Rana, kamu sudah siap?" tanya Leo dengan suara yang tenang dan lembut.   "Ehm…siap?" tanyaku dengan suara gugup.   "Kamu istriku, Rana. Dan malam ini, kalau kamu sudah siap, aku akan….." ucapan Leo terpotong karena aku menukasnya.   "Iya, aku siap, lakukanlah apa yang seharusnya kamu lakukan. Aku sudah menjadi hak Kakak," ucapku dengan tenang namun jantungku lagi-lagi berdentam dengan cepat. Semakin tak beraturan.   "Sekarang mukenahnya di lepas dan di simpan lagi, masa mau melayani suami memakai mukenah," ucapnya dengan lembut dan menyentuh pipiku dengan jarinya yang lembut.   "Ah…iya, kak." Aku segera bangun dan melipat sahadhku juga sajadah Leo. Melipat mukenahku dan sarung milik Leo.   Leo terlihat melepas kemeja yang digunakan untuk sholat lalu menggantungnya lagi. Aku mengambilkan piyama milik Leo dan diriku. Sungguh aku tidak mengerti. Aku gugup sekali malam ini.   "Kak, pakai piyamanya." Aku memberikan piyama milik Leo.   "Terima kasih, Rana," ucap Leo.   Kami sudah berada di tempat tidur. Sungguh aku sangat canggung sekali. Leo mendekatiku. Dia menggenggam tanganku dan menciumnya. Dia membaca Doa dan meniup ubun-ubunku setelah membaca Doa.   "Aku lakukan malam ini ya, Ran?" Ucap Leo. Aku hanya menganggukkan kepalaku saja.   "Ran, minum madu ini, tadi aku minta dengan pelayan. Katanya sih bagus jika sebelum melakukan hubungan suami istri meminum madu, sebelum dan sesudahnya." Leo mengambilkan cawan yang berisi madu. Kami minum madu bersama hingga habis.   "Kamu siap kan? Kalau belum, kita melakukannya besok," ucap Leo.   "Aku siap, kak," jawabku.   Leo merebahkan tubuhku di atas ranjang. Leo mencium keningku, dan melumat bibirku dengan lembut. Aku masih canggung, karena aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Dan, baru kali ini aku melakukannya dengan Leo.   "Ahwww…" Leo kesakitan saat aku tidak sengaja menggigit bibirnya. Sungguh aku tidak bisa berciuman.   "Kamu baru pertama kissing?" Tanya Leo.   "Emmm..iya," jawabku.   "Pantas buruk sekali ciumanmu, jangan gigit bibirku lagi," ucap Leo.   "Maaf, Kak," ucapku dengan malu sekali dan menyembunyikan wajahku di balik rambutku.   "Tidak apa-apa, nanti kamu bisa kok," ucap Leo dengan lembut.   Leo kembali menuntunku. Semakin lama aku semakin bisa mengimbangi ciuman Leo. Dan ciuman kami semakin memanas. Leo menyentuh dadaku yang masih kencang. Aku merasakan sedikit remasan dari Leo di dadaku. Sungguh ini baru aku rasakan, dan rasa ini benar-bemae menghipnotis ku. Apalagi saat mulut Leo bermain di dadaku dan menyesap dadaku. Ini sungguh membuat aku risih.   Leo menyibakkan gaun tidurku ke atas dan menjelajahi intiku dengan jari jemarinya yang menusuk perlahan.   "Ahhhkk…sakit, Kak," rintihku.   "Maaf, apa terlalu keras?" Tanya Leo, dan aku hanya menganggukan kepalaku saja.   Leo melembutkan lagi sentuhannya. Namun, saat aku sudah terbawa suasana dia mempercepat lagi menusukkan jarinya ke intiku. Aku merintih, tapi aku sungguh menikmatinya.   "Rana, aku lakukan sekarang, ya?" Pinta Leo. Aku hanya menganggukkan kepalaku karena aku hanya mengikuti naluri saat tersentuh lelaki.   Leo memegang kejantanannya. Aku melihat begitu geli, langusung ku pejamkan mataku. Dan, di saat itu aku merasakan ada sesuatu yang besar menusuk intiku. Aku merasakan Leo begitu sulit memasukan miliknya.   "Kak…sakit," aku berkata lirih.   Leo menggerakkannya pelan, memaju-mundurkan dengan pelan dan lembut. Aku menikmatinya dengan rintihan penuh kenikmatan. Semakin lama Leo bergerak semakin cepat. Dan aku merasakan intiku robek, rasanya perih dan sungguh sakit sekali, hingga aku menjerit keras.   "Ahhkkkk….sakit….!" Aku sedikit berteriak dan tak terasa air mataku menerobos keluar dari sudut mataku.   Aku semakin menikmati apa yang Leo lakukan malam ini. Leo mengerang merasakan apa yang aku rasakan. Suara kami menggema di seluruh ruangan dengan di iringi deritan tempat tidur.   "Rana….aghhht…." Leo menyentakkan gerakannya. Aku merasakan ada sesuatu yang keluar dari milikku dan milik Leo.  Aku merasakan cairan hangat itu masuk menerobos ke rahimku. Sungguh aku benar-benar merasakan surga dunia, seperti yang di ceritakan teman-temanku.   "Terima kasih, Rana." Leo mencium keningku dengan lembut.   "Iya, Kak." Aku menjawab dengan lemas. Sungguh badanku terasa pegal sekali, apalagi pangkal pahaku.   "Ayo ke kamar mandi," ajak Leo.   "Iya, kak." Aku turun dari tempat tidurku. Tapi, saat akan berjalan rasanya pangkal pahaku sakit sekali, dan kakiku sudah untuk melangkah, rasanya lemas sekali.   "Kok masih duduk, Ran?" tanya Leo.   "Kak, ini sakit sekali," ucapku dengan menangis, karena ini benar-benar sakit sekali.   "Ayo aku gendong." Leo menggendongku ke kamar mandi.   Kami mandi bersama, setelah itu Leo membawaku laginke tempat tidur. Sungguh ini sangta romantis sekali. Aku duduk di tepi ranjang menunggu Leo memakai bajunya kembali dan mengambilkan bajuku. Aku melihat sepray putih yang melekat di tempat tidur ada bercak darah yang sedikit banyak.   "Kak Leo." Aku memanggi Leo dengan sedikit panik.   "Apa, Rana?" Tanya Leo dengan mendekatiku.   "Itu ada darah," ucapku dengan sedikit panik.   "Oh, itu darah kamu Rana," ucap Leo.   "Ya Allah, aku lugu atau bodoh. Jelas itu darah dari milikku, aku masih perawan," gumamku dalam hati.   Aku tersenyum malu pada Leo. Aku segera memakai bajuku. Leo mengambikanku air putih dan tiga butir kurma. Sungguh suamiku benar-benar membuatku melayang. Aku tidak tahu, apa dia tulis, atau hanya sekedar menghormati perjodohan ini. Karena yang aku tahu, sebelum perjodohan, dia masih memiliki kekasih. Dan, aku tahu, awak kita berjumpa juga dia menolak perjodohan ini. Namun, malam ini dia benar-benar memperlakukan aku layaknya seorang istri. Ya, memang aku istrinya, tapi aku istri yang tidak di harapkan dia.   Malam ini, Leo membuat aku melayang ke udara berkali-kali. Entah esok, lusa, atau selamanya dia akan membuatku bahagia. Karena aku tahu, dia masih bersahabat dengan masa lalunya. Dengan kekasihnya, yang tidak tahu siapa.   Setelah puas bermain malam ini. Leo merebahkan tubuhnya di sampingku. Dia memelukku erat. Mengecup kepalaku dan menenggelamkan wajahku ke d**a bidangnya. Sungguh ini hal ternyaman yang baru aku rasakan saat tidur. Aku mencoba melupakan hal yang macam-macam yang ada di pikiranku tentang masa lalu Leo. Karena Leo sekarang milikku. Tak ada satupun yang bisa menggantikan posisi aku di sisinya. Walaupun dia tidak mencintaiku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD