Kenyataan Yang Menyakitkan

1052 Words
Sera berniat menunggu Zara keluar dari ruang pemeriksaan untuk menanyakan secara langsung tentang apa yang baru saja di dengarnya. Tentu saja sebagai sahabat Sera menjadi khawatir tentang keadaan Zara. Bagaimana pun Zara hamil sebelum menikah dan dia harus memastikan siapa ayah dari bayi tersebut. Sera mengerutkan keningnya saat ingat jika Gina bilang Zara baru memulai hubungan dengan Dito dua minggu lalu sementara dokter bilang usia kandungan Zara enam minggu, apakah itu berarti Dito bukan ayah bayi Zara? Sera meremas tangannya gugup. Saat ini Zara keluar dari ruang pemeriksaan, namun saat Sera berdiri hendak menghampiri gadis itu dia justru terkejut dengan apa yang di dengarnya. "Dito aku hamil," ucapnya pada sambungan telepon. "Kamu pikir aku berani memberitahu Aryan." Aryan? Kenapa nama suaminya di sebut? Langkah kaki Sera terhenti sesaat sebelum dengan pelan dia kembali mengikuti Zara. Dan entah kenapa perasaannya mulai terasa tidak menentu. Mendengar nama Aryan dari mulut Zara tentu saja tidak aneh. Hanya saja kali ini dia berada dalam situasi berbeda. Zara, gadis itu baru saja menyatakan jika dirinya tengah hamil pada pria bernama Dito yang Sera tahu adalah kekasihnya. "Aku tidak tahu, aku rasa Aryan akan marah. Apalagi jika Sera tahu tentang kami. Mungkin aku tidak akan bilang dulu pada Aryan." Jantung Sera berdebar kencang dengan tubuh yang tiba-tiba terasa lemas. Tangannya berpengangan pada tembok agar dia bisa terus mengikuti Zara. Pikiran buruknya terasa semakin dekat dengan kenyataan. Apa kehamilan Zara ada hubungannya dengan Aryan, suaminya? "Aku tidak mungkin menggugurkannya. Ini buah cintaku dan Aryan." Dan akhirnya Sera tak mampu lagi mengikuti Zara, hingga sahabatnya itu memasuki lift dan hilang dari pandangannya. Sesaat sebelum pintu lift tertutup Zara sempat menoleh, namun dengan cepat Sera membalik tubuhnya agar tak terlihat oleh Zara. Setelah Zara benar-benar pergi Sera merosotkan tubuhnya di lantai. Matanya mengalirkan bulir bening buah dari kesedihan dan kesakitan hatinya sebab kenyataan yang baru dia ketahui. Zara hamil anak Aryan? Zara dan Aryan? "Gak mungkin?" Sera menggeleng mencoba menyangkal, namun apa yang dia dengar terlanjur melukai hatinya hingga Sera hanya bisa menangis dengan perasaan sesak. Di ruang koridor itu Sera meluapkan tangisnya tak peduli beberapa orang berlalu lalang dan menatapnya dengan heran. .... Sera menghapus air matanya saat melihat Hanna duduk di pos satpam menunggunya untuk menjemput. Melihat Hanna Sera justru kembali ingin menangis. Bagaimana dengan nasib keluarganya jika Zara benar-benar hamil anak Aryan? Sera menghela nafasnya untuk menghentikan tangisnya. "Tidak! Mungkin aku salah dengar. Aku tidak boleh berspekulasi sebelum semuanya jelas. Aku akan mencari tahu dulu lalu memutuskan yang baik untuk diriku dan Hanna." Lagi pula selama ini Aryan begitu mencintainya. Tidak mungkin pria itu berkhianat dengan sahabatnya. Setelah merasa bisa menguasai dirinya Sera segera keluar dari mobil untuk menghampiri Hanna. "Mama!" Saat menemukannya Hanna langsung berseru senang. "Kamu nunggu lama, ya?" Hanna mengangguk. "Mama lama ke dokternya. Mama sakit apa?" Wajah Hanna jelas nampak khawatir. Sera terkekeh. "Mama ke dokter bukan karena sakit, Sayang." Sera menggandeng tangan Hanna untuk segera memasuki mobil. "Terus buat apa?" "Cuma untuk konsultasi." Sera mulai melajukan mobilnya. "Hanna mau eskrim dulu, gak?" Sera memilih mengalihkan pembicaraan. Hanna adalah anak yang aktif dengan rasa penasaran yang tinggi. Jika ada sesuatu yang membuatnya penasaran dia akan terus bertanya. Dan pembicaraan mereka kali ini adalah hal sensitif yang tak harusnya di ketahui anak kecil. Sera menghela nafasnya saat mengingat jadwalnya konsultasi hari ini gagal. Tapi ada bagusnya, lagi pula dia juga harus memperjelas dulu tentang hubungan Aryan dan Zara sebelum memutuskan untuk kembali hamil. Sera menyentuh dadanya saat merasakan denyutan disana. Bayangan- bayangan kemungkinan buruk tentang Aryan dan Zara begitu menghantamnya. Benarkah di belakangnya mereka menjalin hubungan, bahkan sampai Zara hamil? Sera menginjak rem saat merasa hatinya semakin sakit. "Mama gak papa?" Tentu saja tingkah Sera membuat Hanna khawatir. Gadis itu awalnya terkejut karena Sera menghentikan mobilnya tiba-tiba menjadi semakin khawatir saat melihat Sera memegangi dadanya. Sera menggenggam tangan Hanna dengan tersenyum. "Mama gak papa, Sayang," ucapnya berusaha menenangkan. Sera menegakkan tubuhnya lalu melihat sekitarnya. "Ayo, turun. Kita beli eskrim," tunjuknya pada minimarket yang tepat di depan mereka. ..... Sera menatap dirinya di cermin matanya masih merah sebab terlalu banyak menangis hari ini. Meski dia terus berusaha meyakinkan diri jika apa yang dia dengar belum tentu benar, tetap saja Sera tak bisa mengingkari jika dia mendengar itu semua dengan telinganya sendiri. Jadi kemungkinan itu kebenaran adalah sembilan puluh sembilan persen. Dan satu persen keyakinannya tentu saja tak membuat keadaannya membaik. "Kenapa melamun?" Sera melihat dari cermin saat Aryan memeluknya lalu memberikan kecupan di pipinya. "Tumben aku datang kamu gak menyambut?" ucapnya dengan masih memeluknya, pria itu bahkan menyandarkan dagunya di bahu Sera lalu memberi kecupan disana. "Kenapa ngelamun? Ada yang kamu pikirin?" tanya Aryan lagi saat Sera tak menggubrisnya. Sera menggeleng. "Ini soal kunsultasi ke dokter? Aku janji minggu depan bisa." Aryan berusaha meyakinkan Sera. Sera menipiskan bibirnya lalu melepas pelukan Aryan dan berdiri dari duduknya. "Kamu sibuk banget di kantor?" Sera melepas dasi Aryan, dan bersikap seolah tidak terjadi apapun. Aryan mengangguk. "Iya, besok aku bahkan harus ke luar kota untuk proyek baru lagi." "Sama Zara?" Sera menatap wajah Aryan, namun biasnya tak menunjukkan ketegangan atau apapun yang membuatnya curiga. Apa dia terlalu terbiasa? "Iya, dong. Zara kan sekretarisku, kamu nih." Aryan memeluk pinggang Sera saat istrinya itu membuka satu persatu kancing kemejanya. "Berapa hari?" "Dua hari kayaknya." Aryan mengerutkan keningnya saat Sera melepas pelukannya. "Aku boleh ikut?" tanya Sera dengan melepas kemeja Aryan dan menyimpannya di keranjang cucian. Aryan terdiam sebentar. "Ikut? Tumben?" "Gak, cuma udah lama aja aku gak kerja jadi kangen suasananya." Ucapan Sera justru membuat Aryan berdecak. "Buat apa sih. Kamu cukup di rumah dan nikmati semua hasil kerja kerasku." Sera tersenyum tipis dan tak mengatakan apapun. "Aku mandi dulu, ya," ucap Aryan dengan mengecup dahi Sera lalu pergi ke arah kamar mandi. Saat pintu kamar mandi baru saja tertutup Sera melihat ke arah meja rias dimana ponsel Aryan menyala menandakan ada pesan masuk. Sera melangkah mendekat untuk melihat siapa si pengirim pesan, dan saat melihat nama Zara, Sera tak bisa tak mengambil benda itu untuk membacanya. Untuk pertama kalinya Sera membuka ponsel Aryan setelah sekian lama. Dia pikir dengan tidak membuka dan mengawasi ponsel Aryan adalah bentuk kepercayaannya terhadap kesetiaan Aryan. Namun saat ini ketika jari Sera membuka pesan dari Zara dia justru tak bisa tak menyesal kenapa dia tak melihatnya sejak awal. Sudah berapa lama mereka bermain di belakangnya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD