MT 4

1222 Words
Naya terkekeh mengingat acara pengusiran Tamara empat tahun lalu. Itu adalah satu-satunya kenangan yang mampu membuatnya senang, ketika cewek dengan mulut berbisanya itu diusir oleh orang yang dicintainya. Wanita itu kemudian kembali menekuni pekerjaannya setelah menyadari berapa lama ia melamun. Ia sudah berhasil mengumpulkan semua kebenciannya dan akan menuangkannya ke dalam cover salah satu novel tentang pembunuhan berantai yang sudah ia baca sinopsisnya. Ibu dua anak itu tak sanggup jika harus membaca keseluruhan isi novel tersebut. Synopsis saja cukup. “Ya, Finn,” ucap Naya setelah menjawab panggilan sahabatnya itu. Benar, Finno Mardiansyah adalah sahabat spesial Naya yang sudah ditolaknya sebanyak lima kali selama masa perkuliahan dulu. Selain tidak ingin persahabatan mereka hancur, ia tidak ingin menyeret Finno ke dalam drama keluarganya. Naya sudah melihat sendiri bagaimana Kak Rama dijodohkan. Anak laki-laki saja dipilihkan siapa yang akan menjadi pendampingnya apalagi dirinya yang anak perempuan? “Kudengar kamu kabur.” “Dan kenapa kamu baru tau? Sudah tiga tahun berlalu dan ternyata kamu beneran sibuk,” kekeh Naya. Begitu banyak yang berubah. Dulu ia akan selalu dipantau ya bolehlah dikatakan bahwa Finno selalu memantau kegiatannya dan sekarang lihat, Naya bahkan sudah bisa hidup sendiri di negeri orang hanya dengan berpegang pada diri sendiri dan keinginan untuk membesarkan si kembar dengan tekad yang kuat. “Naya...” jeda beberapa saat karena Finno menghela napas kasar, “Kenapa kamu ga kasih kabar apa-apa? Aku pasti akan bantu kamu kemana pun kamu mau kabur.” “Aku tidak percaya untuk yang satu itu. Dan Finno Mardiansyah, apa kamu tidak tau kalau telfon luar negri itu mahal?” Naya meletakkan kembali ponselnya dan menyelesaikan sketsanya. Ibu dua anak itu masih saja mengumbar senyum mengingat sikap temannya barusan. Dan Naya yang paling tau bahwa di sana, dimana pun dia berada, Finno pasti sedang kesal setengah mati. Setelah merapikan meja kerjanya kembali, Naya mendekati kedua buah hatinya, Naya kecil dan Rama kecil. Ia tersenyum karena sejauh ini ia bisa membuat sepasang anaknya tak mengenal satu kata, Papa. Dan untuk selanjutnya, tantangan itu pasti akan makin sulit. >>>  “Mom....” rengek seseorang sembari menggoyang-goyangkan tubuhnya. Naya membuka matanya ogah-ogahan dan lihat apa yang  ia dapati. Keysha, putri kecilnya sudah kembali bicara. “Ya, Sayang, Abang sudah bangun?” tanyanya sambil memeluk bocah yang selalu menjadikan shamponya sebagai mainan dan dijawab dengan anggukan oleh Keysha, anggukan semangat. “Shakka mau roti selai keju,” ucap bocah menggemaskan itu. Naya memperhatikan bagaimana rambut kusut Keysha dan ia akan kewalahan untuk membujuk putrinya itu menyisir rambut pagi ini. Paginya akan melelahkan seperti biasa tapi Naya senang. “Dan kamu mau kacang?” tanya Naya yang sebenarnya sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. “Yap, Mom and uncle Gio mau kopi panas,” Naya langsung duduk mendengar ada Gio di rumahnya pagi-pagi begini. Ibu dua anak itu segera menuju ruangan tengah dimana ia bisa menebak keberadaan Gio. “Siapa yang membukakanmu pintu?” “Kenapa aku harus dibukakan pintu saat aku sendiri tau kodenya?” ucap Gio dengan kedua alis terangkat seolah menanyakan kenapa Naya jadi pikun, baru setelah itu ia terkekeh geli. “Kamu yang masuk ke dalam rumah seorang wanita seperti ini terlihat seperti pria ccabul tau, Gio!” “Manner mom... kurasa kau lagi-lagi lupa menjaga tutur katamu yang dahsyat itu.” Gio menggerakkan kepalanya ke arah di mana Shakka sedang duduk dan tentu saja menatap Mamanya penuh minat. Shakka adalah orang yang gemar sekali mengumpulkan kata-kata terlarang. Naya menelan ludahnya kasar kemudian menatap pada putranya. Ekspresi yang ia berikan pada Shakka tentu jauh berbeda dengan yang barusan ia tunjukkan pada Gio. “Shakka, Sayang, kamu sudah sehat, Nak?” Tanya Naya yang langsung menggendong anak tertuanya. Mengabaikan tatapan menghina Gio. Entahlah, entah apa yang saat ini Gio caci pada dirinya. “Iya, Ma, dan aku mau pulang,” Naya tersenyum mendengar ucapan anaknya yang cukup tegas, dari siapa Shakka belajar bicara seperti itu? Tapi, tunggu- “Pulang?” Naya langsung menghadiahi Gio tatapan tajamnya. Cowok itu benar-benar merasa punya hak untuk ikut campur urusannya keluarganya ya sepertinya. “Mandi dulu, Mom... baru marahi aku,” ucap Gio sambil menyesap kopi yang sudah diseduhnya sendiri. Bahkan letak gula, garam dan penyedap rasa saja ia tau. >>>  Naya menyudahi acara mandi paginya dalam waktu sepuluh menit. Berendam sudah bukan aktivitas favoritnya lagi sejak kehadiran si kembar karena merekalah hal yang paling menyenangkan baginya. Mengabaikan keberadaan Gio, Naya mengajak sepasang anaknya untuk mandi dan setelahnya ia menyiapkan sarapan. Pagi itu dapur kecil Naya kembali heboh karena kedua anaknya sudah berada pada kondisi normal. “Jadi aku benar-benar tersisih ya rupanya, tapi tak apa, kalian harus tetap pulang,” ucap Gio yang tidak bisa melakukan apa-apa bahkan hanya untuk bicara dengan si kembar. Karena setiap kali Gio ingin mengatakan sesuatu yang pasti akan disukai si kembar, Naya langsung memberikan perintah macam-macam pada anak-anaknya. “Berhenti membuat rusuh dalam kehidupanku, Gio, aku bukan cewek yang bisa bermain-main lagi. Aku punya dua anak,” akhirnya Naya berhenti menahan kekesalannya dan sekarang ia setengah membentak sementara sebagiannya lagi memohon. “Too late, Mom... aku sudah dapatkan surat pemecatanmu. Tapi tenang saja, kamu dapat rekomendasi untuk bekerja di Animedia,” Gio menjawab seolah apa yang dilakukannya sangat benar. Sedangkan di depannya Naya merasa tekanan darahnya semakin menanjak naik dari beberapa saat yang lalu. “Jangan bicara padaku lagi!” Sekarang Naya menggunakan mode merajuknya, entah akan berhasil atau tidak tapi coba saja dulu. “Apakah ini perlakuan yang didapatkan seorang teman???” Gio kan hanya mengusahakan yang terbaik untuk mereka bertiga, lalu kenapa Naya selalu bersikap seperti ia bisa melakukan segala halnya seorang diri? Apa Naya masih harus memenangkan egonya lagi? Sama seperti alasan yang membuatnya tinggal disini? “Ya, saat temanmu itu tidak butuh apa yang kau lakukan,” Naya berjalan gusar ke arah meja kerjanya dimana ia meletakkan handphone terakhir kali. Tak butuh waktu lama untuk menemukannya dan juga mendial pihak kantor tempat ia bekerja. “Apa aku benar-benar sudah dipecat?” “Pertanyaanmu berbahaya sekali Nona.. aku sangat menyayangkan kepindahan mendadakmu ini dan beruntung calon suamimu cepat tanggap sehingga kami bisa memberikan rekomendasi pada penerbit mayor terkemuka di negaramu.” “Oke Jess, aku akan menemuimu siang ini. Dan apa tadi? Negaramu? Negaraku juga negaramu kalau kau lupa,” dengus Naya kesal pada- tunggu.. negaramu???? “Kau menendangku kembali kesana??” teriak Naya pada Gio, si kembar sampai terperanjat mendengar lengkingan suara mamanya. Namun seperti mereka sudah paham situasi antara Mama dan Om Gio, keduanya lanjut melahap sarapannya. “Oh ayolah Nay, aku tidak sekejam itu membiarkan calon istriku bernostalgia dengan mantan suaminya,” kekeh Gio dengan tampang menggoda, seakan apa yang ia barusan ucapkan adalah hal yang tidak penting.  “AKU MARAH GIO FERNANDES!!!!!” teriak Naya melupakan fakta bahwa bocah-bocah polosnya juga berada disana. “Mama marah lagi?” ucap Shakka tanpa ekspresi takut. Sedangkan di sampingnya Keysha cekikikan sambil menghabiskan roti selai kacang kesukaannya.  “Oke, aku terima marahnya. Dan Naya, sementara kamu dan anak-anak berkemas aku akan belanja keperluan mereka dan juga oleh-oleh. Kamu perlu mendapat hati rekan kerjamu juga agar semua aman terkendali,” ucap Gio menepuk dadanya pertanda ia memang selalu bisa diandalkan. Juga tatapan bahwa Naya tidak perlu mengucapkan terima kasih padanya. “Sialan kau Gio! Aku tidak suka menyogok!” “Sayang, ini melobi namanya. Berhenti membantahku.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD