02. Dikutuk

1220 Words
Saat tersadar, Fiona sudah berada di sebuah ruangan. Fiona berbaring di sebuah tempat tidur yang lumayan nyaman baginya. "Aduh, badan ku ko sakit semua ya? Apa aku masih hidup? Ini dimana?" Fiona bangun dan duduk di atas ranjang yang terbuat dari kayu itu, sambil merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Fiona melihat luka-luka kecil di tangannya, ia heran melihat baju yang ia kenakan. "Ko aku bisa pake dress gini, sih? Tolonglah ada yang bisa jelaskan, sebenarnya aku sekarang berada di mana??" Fiona sangat kebingungan. "Apa ini gara-gara aku pake kalung pemberian kakek, ya? Makannya aku jadi halusinasi kayak gini??" Fiona lalu memegang lehernya untuk mencari kalungnya. Dan kalung liontinnya masih terpasang di leher Fiona. Fiona turun dari tempat tidurnya dan mencari cermin. Fiona menemukan cermin kecil di sebuah meja. Fiona duduk, dan hendak melihat kalung yang tak bisa ia lepaskan itu di cermin. Alangkah kagetnya Fiona melihat wajahnya di pantulan cermin kecil itu. "Hah?? Siapa ini? Ini aku?? Iya sih ini aku. Tapi ko, wajah aku bisa segar dan mulus gini? Rambut aku juga, jadi tebel dan panjang banget. Padahal rambut aku sebahu kan? Apa aku masuk ke raga orang ini? Semua ini pasti gara-gara liontin yang kakek kasih. Tapi sekarang ini aku ada di mana, sih?!" Fiona celingukan. Fiona berdiri dan melihat gaunnya. "Seumur hidup aku belum pernah pake gaun kayak gini, pasti ini mahal banget. Kayaknya cewek yang punya tubuh ini anak orang kaya deh. Tapi ko mukanya bisa mirip sama aku ya? Apa karena itu juga, aku bisa masuk ke tubuh ini?" Pikir Fiona. "Apa di sini aku punya kekuatan super? Kayak di drama atau sinetron, gitu? Aneh banget kan, ko bisa selamet? Padahal aku jatuh dan tenggelam di sungai, tapi cuma sakit badan dan luka lecet sedikit aja. Wajahku juga ga ada luka sama sekali, mulus banget. Eh, bukan wajahku sih. Wajah cewek yang tubuhnya aku pake ini. Pinjem dulu ya mbak, badannya. Penasaran juga, kehidupan apa yang cewek ini jalanin. Apa ini maksud kakek, ngasih aku liontin ini? Baiklah kek, Fiona akan coba jalanin dulu." Fiona berbicara sendiri. Saat Fiona hendak ke luar dari ruangan itu, seseorang masuk ke ruangannya. "Kau sudah sadar? Syukurlah… Keajaiban kau bisa sadar secepat ini, mungkin dewa telah memberkatimu nona muda. Ini makanlah terlebih dahulu, setelah itu kau bersihkan dirimu." Wanita paruh baya sambil membawakan makanan untuk Fiona. "Terima kasih, bu„ Maaf tapi ibu siapa? Terus aku sekarang ini ada di mana?" Tanya Fiona kepada wanita paruh baya itu. "Bu? Ah nona, kau pasti kebingungan kan? Begitu pula dengan aku. Kita akan bicara setelah kau makan dan membersihkan dirimu. Dan panggil saja aku Bibi Rose, aku adalah kepala pelayan di sini." Bibi Rose tersenyum kepada Fiona sambil memberikan nampan makanan untuk Fiona. "Terima kasih, Bibi Rose." Fiona tersenyum dan mengambil makanannya. "Setelah selesai makan, segera bersihkan dirimu. Dan kita akan bicara setelah itu." Bibi Rose pergi dari kamar Fiona. Setelah Fiona menghabiskan makanan yang Bibi Rose berikan, Fiona pergi ke luar ruangannya. "Di mana, kamar mandinya?" Fiona celingukan di koridor ruangan. Bangunan itu terbuat dari kayu yang sangat kokoh. Saat berjalan Fiona melihat seseorang dengan rambut putih terurai panjang, sedang duduk terdiam memandangi kolam. Fiona menghampirinya dan hendak menanyakan letak kamar mandi kepada orang itu. "Maaf nek„ Kalo kamar mandi di sebelah mana ya, nek?" Fiona menepuk lembut pundak seseorang berambut putih yang terurai itu. Orang itu langsung menatap Fiona yang berada di sampingnya dengan tatapan dingin. ~Ya ampun!! Cantik banget… Aku kira tadi nenek-nenek, abis rambutnya putih terurai. Ternyata bukan nenek-nenek, kulitnya masih seger. Cantik banget sih? Ini manusia, bukan??~ Fiona terpesona memandang orang tadi, dan orang itu masih menatap Fiona dengan tatapan dingin. "Eh„ Maaf, aku kira kamu nenek-nenek. Maafin, ya?" Fiona tersenyum canggung pada orang itu. ~Ternyata yang ku selamatkan 2 hari yang lalu itu, wanita gila. Kenapa memanggilku nenek? Bahasanya juga aneh.~ Lucy. Orang itu tidak merespon Fiona dan kembali menatap kolam. ~Ih jawab kek, cantik-cantik ngga sopan!~ Fiona cemberut. "Hei! Nona!! Cepat, ke sini!!!" Teriak seorang gadis muda kepada Fiona. "Eh„ Aku? Atau orang ini?" Fiona menunjuk dirinya sendiri dan Luci kepada gadis muda yang berteriak. "Iya, Nona cepat kemari!!" Gadis muda sambil melambai-lambaikan tangannya ke Fiona. ~Aku kan ngga kenal dia, kayaknya yang dia panggil cewek rambut putih ini deh?~ Pikir Fiona. "Eh, kamu! Tuh di panggil temennya, malah diem aja sih?!" Fiona mencolek Lucy kembali. "Hei! Jangan menyentuhku, dasar wanita gila!" Bentak Lucy yang kesal kepada Fiona, dan pergi meninggalkan Fiona. Lucy memiliki suara yang merdu dan lembut. "Ya ampun jutek amat sih, mbak?" Fiona melirik Lucy yang meninggalkannya. Setelah Lucy pergi, gadis muda itu mendekati Fiona. "Hei, Nona! Apa kau baik-baik saja? Padahal dari tadi aku sudah memanggilmu." Gadis muda tadi melihat dan membolak-balikkan Fiona. "Eh, iya Mbak. Aku ngga apa-apa. Aku kira Mbak tadi manggil cewek jutek yang tadi. Tapi emangnya kenapa sih, Mba?" Fiona. "Nona„ Apa yang kau katakan? Kenapa bicaramu seperti itu? Ah, sudah lah. Ayo cepat, kita harus segera pergi dari sini!" Gadis itu menarik Fiona dan meninggalkan tempat itu. ~Apa dia ngga ngerti, omongan aku ya? Jangan-jangan cewek jutek itu juga ngga ngerti maksud aku, makannya tingkah dia jadi kayak gitu ke aku.~ Pikir Fiona. "Eh, aku mau dibawa kemana? Kamu siapa?" Fiona yang berjalan mengikuti gadis itu. "Ah iya, maaf aku lupa memperkenalkan diri. Aku pelayan di sini. Namaku Vivian." Vivian masih menarik lengan Fiona agar segera menjauh dari tempat tadi. "Nona, jangan dekat-dekat dengan Yang Mulia Lucy. Dia di kutuk. Aku sendiri bingung kenapa dia bisa berada di sini. Tapi semua orang menjauhi Yang Mulia Lucy. Jika ada yang menatapnya atau dekat dengannya, mereka akan cepat mati dengan keadaan yang mengenaskan!" Vivian menghentikan langkahnya dan menatap Fiona. "Di kutuk??" Fiona mengerutkan keningnya sambil menatap Vivian. "Iya„ Lihat saja rambut Yang Mulia Lucy, putih seperti itu. Dan semua orang di sini takut kepadanya, kami semua tidak berani mendekatinya." Vivian. ~Oh, namanya Lucy. Masa sih? Jaman apa ini? Masih ada kutuk-kutukan, ya? Oh, aku tahu alasan Lucy kayak gitu. Dia kayak gitu karena kesepian. Aku juga pernah dikucilkan orang, pasti Lucy sedih dan kesepian banget.~ Fiona terdiam. "Nona„ Maafkan atas ketidak sopananku, tapi bolehkah aku mengetahui nama nona?" Tanya Vivian. "Oh, aku Fiona. Maaf, tapi sebenarnya ini di mana?" Fiona yang kebingungan. Vivian terdiam sejenak dan tersenyum kepada Fiona. "Ini rumah kediaman Tuan Kelvin. Oh ya, Nona. Apa boleh, aku menanyakan sesuatu kepada Nona?" Vivian yang antusias. ~Rumah Kelvin? Siapa? Ko aku bisa di sini?~ Fiona terdiam sesaat. "Apa yang mau kamu tanyakan?" Fiona. "Bagaimana Nona bisa mengenal Tuan Kelvin?" Vivian. "Tuan Kelvin?? Mana aku tahu, kenal juga enggak. Ketemu juga belum pernah. Tuan Kelvin yang mana, sih?" Fiona. "Eh, keceplosan„ Kamu pasti ngga ngerti, ya? Maksud aku, aku tidak tahu Tuan Kelvin itu siapa? Dan orangnya yang mana?" Fiona kepada Vivian. "Benarkah? Tapi Yang Mulia„ Ah tidak, maksudku Tuan Kelvin menitipkan Nona kepada Bibi Rose agar di jaga dengan baik. Sebenarnya gosip Nona Fiona dan Tuan Kelvin sudah tersebar, di kediaman Jenderal Kelvin. Jujur saja saat nona dibawa oleh Tuan Kelvin, semua pelayan di sini termasuk aku sangat iri kepada Nona. Tapi aku senang, akhirnya Tuan Kelvin akan segera menikah dengan Nona. Karena gosip dari para pelayan di sini, Tuan Kelvin itu tidak tertarik kepada wanita. Ternyata gosip itu tidak benar." Vivian tersenyum kepada Fiona. ~Vivian ngomong apa, sih? Siapa yang mau nikah?? Eh,, Perasaan, tadi dia bilang jenderal?? Jenderal yang dia maksud itu, apa dia si b******k yang waktu itu memperkosa aku??~ Fiona tidak mengerti maksud perkataan Vivian, dan sangat penasaran. "Ah iya, mari Nona Fiona. Aku bantu untuk membersihkan diri." Vivian mengangguk dan tersenyum manis, sambil menarik lengan Fiona yang terdiam. Fiona yang masih syok, terseret dan mengikuti langkah kaki Vivian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD